PASAL 372 KUHPidana : Barangsiapa
dengan sengaja menguasai secara melawan hukum, seuatu benda yang seluruhnya
atau sebahagian adalah kepunyaan orang lain, yang berada padanya bukan karena
kejahatan, karena salah telah melakukan penggelapan, dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya empat tahun atau dengan hukuman denda setinggi-tingginya
sembilan ratus rupiah.
UNSUR OBYEKTIF :
a. Perbuatan
materiel MEMILIKI (ZICHT TOEEIGENEN);
b. Sesuatu
BENDA (EENIGGOED);
c. MILIK
ORANG LAIN seluruh maupun sebagian;
d. BENDA
TERSEBUT, BERADA DALAM KEKUASAANNYA BUKAN KARENA KEJAHATAN.
UNSUR SUBYEKTIF :
a. Dengan
sengaja (UPZETTELIJK);
b. Secara
melawan hukum (WEDERRECHTALIJK).
* Perkataan
“menguasai secara melawan hukum” diatas adalah terjemahan dari perkataan
“wederrechtelyk zich toeeigent”, yang menurut Memorie van Toelichting
ditafsirkan sebagai “het zich wederrechtelyk als heer en meester gedragen
ten aanzien van het goed alsof hij eigenaar is, terwijl hij het niet is”
atau “secara melawan hukum menguasai sesuatu benda seolah-olah ia adalah
pemilik dari benda tersebut, padahal ia bukanlah pemiliknya”.
Hoge
Raad menafsirkan perbuatan “zich toeeigenen” itu sebagai “menguasai benda
milik ornag lain secara bertentangan dengan sifat daripada hak yang dimiliki
oleh si pelaku atas benda tersebut”.
Prof.
Mr. D. Simons mengartikan “zich toeeigenen” :
“membawa
sesuatu benda di bawah kekuasaannya yang nyata sebagaimana yang dapat dilakukan
oleh pemiliknya atas benda tersebut, sehingga berakibat bahwa kekuasaan atas
benda itu menjadi dilepaskan dari pemiliknya”.
Y U R I S P R U D E N S I
Terkait Pasal 372 : Penggelapan
- Kwalifikasi pasal 372 : Penggelapan
(PN.
Rantau Prapat tanggal 3 Januari 1967 No. 102/1966/Rap.; PT. Medan tanggal 15 Juni
1967 No. 33/1967/PT; MA tanggal 11 Mei 1968 No. 102 K/Kr/1967).
- Untuk
membuktikan adanya unsur “Penggelapan” diperlukan :
- terdakwa mengakui ada menerima barang untuk
diangkut;
- terdakwa mengetahui bahwa barang tersebut
bukan miliknya;
- terdakwa mengakui bahwa barang tersebut
telah dipergunakannya tanpa seijin dari saksi;
(PN.
Sidikalang tanggal 11 Desember 1967 No. 179/Pid/1967; PT. Medan tanggal 22
April 1968 No. 24/1968/PT.; MA. Tanggal 23 April 1969 No. 95 K/Kr/1968).
- Unsur
sengaja dari tindak pidana penggelapan tidak terbukti, apabila jumlah
dan keadaan barang tetap sama seperti keadaan semula, serta pihak
yang merasa dirugikan (pihak yang berhak) tidak pernah meminta barang tersebut
dari tangan/penguasaan sebelum adanya pensitaan oleh pihak Kejaksaan.
(PN.
Sumedang tanggal 1 April 1970 No. 132/Pid/1969/Biasa; PT. Bandung tanggal 26
Oktober 1972 No. 35/1970/Pid/PTB; MA tanggal 4 Agustus 1976, No. 39 K/Kr/1973).
- Dalam
hal unsur sengaja tidak ditemui dalam perbuatan para tertuduh jo. penuduhan
pelanggaran Pasal 372 KUHPidana, para tertuduh harus dinyatakan tidak bersalah
terhadap tuduhan ini dan mereka haruslah dibebaskan.
(PN.
Sumedang tanggal 1 April 1970 No. 132/Pid/1969/Biasa; PT. Bandung tanggal 26
Oktober 1972 No. 35/1970/Pid/PTB; MA tanggal 4 Agustus 1976, No. 39 K/Kr/1973).
- Seseorang yang
berstatus sebagai sub-dealer yang menerima setoran dari pembeli barang (sepeda
motor) yang seharusnya disetorkan kepada dealer, akan tetapi uang-uang tersebut
telah dipergunakan untuk kepentingan diri sendiri tanpa idzin dari dealer
merupakan perbuatan “pemilikan yang bertentangan dengan haknya”, sehingga
merupajan perbuatan “penggelapan”.
(PT.
Bandung tanggal 11 Januari 1972 No. 55/1972/Pid/PTB; MA tanggal 11 Juli 1974
No. 50 K/Kr/1973).
- Unsur-unsur
Pasal 372 KUHPidana :
1. Dengan senagaja memiliki barang tersebut
(opzettelijk zich toeeigenen).
2. memiliki barang itu harus melawan hak
(wederrechtelijk zich toeeigenen).
3. barang itu harus sudah ada ditangan yang
melakukan perbuatan itu, bukan dengan jalan suatu kejahatan (anders dan door
misdrijf onder zich hebben).
4. barang itu harus kepunyaan orang lain,
sebagian atau seluruhnya (enig goed dat geheel of ten dele aan een ander
toebehoort).
(PN.
Bogor tanggal 26 Februari 1974 No. 241/1969/Kejakatan; PT. Bandung tanggal 9
Agustus 1074 No. 20/1974/Pid/PTB; MA tanggal 15 Desember 1976 No. 121
K/Kr/1974).
- Sebuah
yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai hak dan kewajiban yang diatur
oleh Undang-Undang, sehingga dalam hal yayasan di maksud mempunyai
anggota-anggota terdiri dari buruh suatu perusahaan (PT. Olympia Bandung), maka
yang dimaksud dengan orang lain dalam pasal 372 KUHPidana, termasuk pula
yayasan dimaksud.
- Unsur-unsur
pasal 372 KUHPidana adalah :
1. yang bersalah bermaksud memiliki barang itu;
2. barang itu harus kepunyaan orang lain
seluruhnya atau sebagian;
3. barang itu sudah harus ada ditangan yang
melakukan perbuatan bukan dengan sesuatu kejahatan;
4. memiliki barang tersebut harus tanpa hak.
(PN.
Bandung tanggal 15 April 1974 No. 1200/73.Singkat; PT. Bandung tanggal 29 Mei
1975 No. 43/1974/Pid/PTB; MA tanggal 13 Juli 1977 No. 73 K/Kr/1976).
- Selaku
Direktur PT, tertuduh bertanggung jawab kepada rapat umum para pemegang saham
dari PT tersebut, dalam hal yang dipertanggungjawabkan adalah mngenai soal
pertanggungan jawaban formil (formele verantwoordelijkheid) yang
berhubungan dengan soal-soal kebijaksanaan (beleid), akan tetapi apabila
disamping pengurus dan kebijaksanaan atau beleid yang dijalankan itu
selaku Direktur PT dimaksud, juga memperlihatkan segi-segi kepidanaan maka hal
itu menyangkut pertanggungjawaban berdasarkan hukum pidana, dan ia
secara langsung dapat dihadapkan ke depan Pengadilan atas
perbuatan-perbuatannya sepanjang mengenai pertanggungan jawaban pidananya (strafrechtelijke
verant woordelijkheid).
(PN.
Bogor tanggal 26 Februari 1974 No. 241/1969/Kejahatan; PT. Bandung tanggal 9
Agustus 1974 No. 20/1974/Pid/PTB; MA tanggal 15 Desember 1976 No. 121
K/Kr/1974).
- Dalam
perkara penggelapan, para tertuduh yang dinyatakan sebagai sub dealer dari
suatu perusahaan (Fa. Timur Barat) maka para tertuduh secara berturut-turut berstatus
sebagai penerima kuasa (last-hebber)
dari perusahaan tersebut dan karena itu berhak untuk mendapatkan komisi.
(PT.
Bandung tanggal 11 Januari 1973 No. 55/1072/Pid/PTB, MA tanggal 11 Juli 1974
No. 50 K/Kr/1973).
- Tuduhan
melakukan penggelapan tidak terbukti, apabila tidak ada seorangpun yang merasa
dirugikan, bahka kepentingan masyrakat terlayani dan tertuduh tidak memperoleh
untung.
(PN.
Sukabumi tanggal 20 Januari 1970 No. 77/1968/Pidana).
- Walaupun
tertuduh mungkir keras, delik “penggelapan uang jo pasal 372 KUHPidana”
terbukti, jika ternyata tertuduh sebagai pemegang kas yang bertanggung jawab
atas pemasukan dan pengeluaran uang perusahaan, telah mempergunakan uang
perusahaan untuk kepentingan pribadi, dengan jalan mengeluarkan kasbon-kasbon
yang tidak dapat dipertanggungjawabkannya baik secara administrative maupun
secara riel.
(PN.
Cirebon tanggal 5 Juli 1972 No. 12/1972 B).
- Unsur-unsur
penggelapan pasal 372 KUHP adalah :
- sengaja memiliki dengan melawan hak;
- barang yang sebagian atau yang seluruhnya
milik orang lain;
- barang itu ada dalam tangannya bukan karena
kejahatan.
(PN.
Cirebon tanggal 5 Juli 1972 No. 12/1972 B.)
- Unsur
memiliki dalam pasal 372 K.U.H.P. berarti menguasai suatu benda bertentangan
dengan sifat dari hak yang dimiliki atas benda itu.
(Putusan
Mahkamah Agung tanggal 11-8-1959 No. 69 K/Kr/1959 dalam perkara Soetomo
Soemopawiro bin Soemopawiro).
- Soal
apakah perbuatan penuntut kasasi menimbulkan kerugian atau tidak, tidaklah
merupakan unsur dari tindak pidana penggelapan.
(Putusan Mahkamah
Agung tanggal 13-12-1963 No. 101 K/Kr/1963 dalam perkara Ir. Mursaid
Kromosudarmo).
- Yang
diartikan dengan kata memiliki (toeeigenen) sebagai termaksud dalam
pasal 374 K.U.H.P ialah menguasai barang bertentangan dengan hak yang dipunyai
seseorang atas barang tersebut (toeeigenen is een “beschikken” over het goed
in strijd met de aard van het recht, dat men over dat goed uitoefent) maka
penggunaan uang oleh seorang pegawai negeri untuk keperluan lain (meskipun
untuk itu dibuatkan bon) dari pada yang telah ditentukan merupakan kejahatan
termaksud dalam pasal 374 K.U.H.P.
(Putusan
Mahkamah Agung tanggal 8-5-1957 No. 83 K/Kr/1956 dalam perkara Majidin Manorsa
Siagian).
- Perkataan
“memiliki” dan “menggelapkan” dalam pasal 372 dan 415 K.U.H.P. tidak selalu
mengandung sifat bermanfaat bagi diri pribadi.
(Putusan
Mahkamah Agung tanggal 7-4-1956 No. 92 K/Kr/1955 dalam perkara Mas Soepii
Adiwidjojo).
- Dengan
merubah kata “mengambil” dalam tuduhan menjadi “memiliki” Pengadilan Tinggi
tidak melanggar pasal 282 (2) H.I.R., karena dari penjelasan yang mengikuti
kata tersebut “yakni barang yang dipegang olehnya bukan karena kejahatan” dapat
disimpulkan bahwa masalahnya hanyalah masalah perbedaan penerjemahan kata “zich
toeeigenen”.
(Putusan
Mahkamah Agung tanggal 25-2-1958 No. 308 K/Kr/1957 dalam perkara Ali bin Said
Badjeri)
- Dalam
hal seseorang diwajibkan menjual barang kepada pihak-pihak tertentu, ia dapat
dianggap melakukan kejahatan penggelapan apabila ia menjual barang yang
bersangkutan kepada orang lain.
(Putusan
Mahkamah Agung tanggal 22-9-1956 No. 33 K/Kr/1956 dalam perkara Benyamin Alwien
Rozenberg).
- Seorang
dealer yang bertindak atas nama dan untuk firma tertentu yang tidak menyerahkan
kepada firma tersebut seluruh uang penjualan yang diterimanya dari para
pembeli, melainkan mempergunakannya untuk kepentingan sendiri tanpa izin dari
firma melakukan tindakan pemilikan tanpa hak dan oleh karenanya dipersalahkan
melakukan penggelapan.
(Putusan
Mahkamah Agung tanggal 28-8-1974 No. 50 K/Kr/1973 dalam perkara I. R. Ibrahim
Karnadiputra, II. Usman Pagardjati).
- Dengan
penerimaan kembali oleh orang yang dirugikan sebagian dari uang yang
digelapkan, sifat kepidanaan dari perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tidak
berubah menjadi keperdataan.
(Putusan
Mahkamah Agung tanggal 8-2-1958 No. 242 K/Kr/1957 dalam perkara Malbari bin
Akwan).
- Pembayaran
kembali uang pada tanggal 13 September 1956 tidak meniadakan sifat tindak
pidana dari perbuatan yang menurut surat tuduhan telah dilakukan oleh terdakwa
pada waktu antara September 1956 dan Desember 1956.
(Putusan
Mahkamah Agung tanggal 10-11-1959 No. 183 K/Kr/1959 dalam perkara R. Sasmito Amidjojo bin R. Sastroamidjojo).
- Terdakwa
sebagai penyelenggara arisan dalam perkara ini, karena tidak menyerahkan uang
arisan yang telah terkumpul kepada anggota yang berhak telah melakukan
penggelapan dan tidak tepat kalau arisan sebagai hubungan pinjam meminjam tanpa
bunga.
(Putusan
Mahkamah Agung tanggal 19-11-1973 No. 106 K/Kr/1973 dalam perkara Ny. Misnan
Darmosoekarto).
- Karena
para terdakwa telah menjual kain blacu itu kepada orang luar daerah pasuruan, sedang
kain blacu ini mereka peroleh dalam kedudukan sebagai penyalur untuk masyarakat
dan jawatan-jawatan di daerah Pasuruan, mereka telah berbuat menyimpang dari
sifat tujuan penerimaan kain blacu tersebut kepada mereka sehingga perbuatan
mereka harus dianggap sebagai pemilikan secara melawan hukum yang dilakukan
dengan sengaja.
(Putusan
Mahkamah Agung tanggal 28-8-1965 N0. 68 K/Kr/1965 dalam perkara 1. Pek Tjie
Sing, 2. Lauw Kong Kie)
- Walaupun
tidak menyebabkan batalnya seluruh putusan, namun karena Pasal 372 KUHPidana
telah menyebu-nyebut “Penggelapan yang dilakukan bersama-sama”, maka perlu
kwalifikasi dari amar putusan tersebut sehingga berbunyi :
Menyatakan
terdakwa-terdakwa tersebut di atas masing-masing bersalah malakukan kejahatan
“penggelapan”.
(Putusan
Mahkamah Agung tanggal 28-8-1974 No. 50 K/Kr/1973 dalam perkara 1. R. Ibrahim
Karnadiputra, 2. Usman Pagardjati)
- Pasal
374 KUHPidana hanyalah pemberatan dari Pasal 372 KUHPidana, yaitu apabila
dilakukan dalam hubungan jabatan, sehingga kalau Pasal 374 KUHPidana dapat
dibuktikan maka Pasal 372 KUHPidana dengan sendirinya dapat dibuktikan juga.
(Putusan
Mahkamah Agung tanggal 25-9-1975 No. 35 K /Kr/1975 dalam perkara Abdul Roni bin
Muhamad).
- Bahwa
kuasa Direksi tidak menganggap perlu untuk mengadukan penuntut kasasi kepada
Polisi, tidaklah menutup wewenang Penuntut Umum untuk menuntut perkara ini di
muka Hakim karena tindak pidana penggelapan bukan suatu delik aduan.
(Putusan
Mahkamah Agung tanggal 18-10-1967 No. 129 K/Kr/1966)
- Untuk
dapat dianggap melakukan penggelapan dalam kedudukan “penguasaan pribadi” (persoonlijke
dienstbetrekking) tidak harus si pembuat mendapatkan upah, melainkan
sebagaimana telah dengan tepat dipertimbangkan oleh Pengadilan Tinggi, cukuplah
penggelapan itu dilakukan dalam rangka pelaksanaan suatu tugas resmi yang
diberikan kepadanya, ialah dalam perkara ini berdasarkan surat keputusan dari
Pemerintah/Ketuan J.B.P.P Dati II Sukabumi Bupati KHD tk. II Sukabumi tgl 16
Juli 1963, surat perjanjian antara Bupati kdh tersebut tgl. 2 September 1963
untuk membeli beras keperluan Pemerintah Daerah Dati II Sukabumi/J.B.P.P.
(Putusan
Mahkamah Agung tgl. 16-4-1966 No. 144 K/Kr/1966)
- Para
penuntut kasasi telah dengan tepat dipersalahkan melanggar pasal 374 KUHPidana
karena uang sumbangan Dana Irian Barat (yang telah mereka terima selaku
pengurus OPS Syrup/Saribuah dari para anggauta OPS tersebut untuk disampaikan
kepada Panitia Dana Perjuangan Irian Barat) hanya boleh disimpan dalam Bank
yang telah ditunjuk untuk itu yaitu Bank Nasional Indonesia, sedang mereka
menyimpannya di suatu Bank lain yang tidak diberitahukan kepada Panitia Dana
Perjuangan Irian Barat dan juga mereka menggunakannya untuk keperluan lain
daripada tujuan yang dimaksudkan oleh Panitia.
(Putusan
Mahkamah Agung tanggal 5-4-1969 No. 104 K/Kr/1967)
- Unsur-unsur
delik penggelapan sebagaimana tercantum dalam pasal 372 KUHP adalah :
- dengan sengaja dan melawan hukum memiliki;
- suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian
milik orang lain;
- barang tersebut ada padanya bukan karena
asal kejahatan.
(Pengadilan
Negeri Tulungagung tanggal 1 Februari 1974 Nomor 58/1972 Pid; Mahkamah Agung
tanggal 12 Desember 1973, nomor 106 K/Kr/1973).
- (Pengadilan
Negeri Nganjuk tanggal 2 November 1970 nomor 19/1970 Pid; Pengadilan Tinggi
Surabaya tanggal 13 Maret 1972, nomor 13/1971 Pid).
- Penguasaan
uang orang lain oleh seseorang adalah berlainan dengan penguasaan benda
(misalnya sepeda) orang lain karena setiap waktu ia dapat menggunakan uang
tersebut dan mengganti dengan uang lain.
(Pengadilan
Negeri Bondowoso tanggal 24 Mei 1965 nomor 809/1964 B; Pengadilan Tinggi
Surabaya tanggal 16 Juli 1968 nomor 34/1968 Pid; Mahkamah Agung tangal 18 Juli
1970 nomor 24 K/Kr/1969).
- Penitipan
uang sebanyak Rp. 103.000,- oleh terdakwa I kepada pihak Kejaksaan Negeri yang
dilakukan setelah ia diusut oleh Polisi/Kejaksaan, tidaklah menghapus
kesalahan terdakwa; karena apabila terdakwa I tidak dilaporkan kepada yang
berwajib ada kemungkinan terdakwa I tidak/belum akan mengembalikannya.
(Pengadilan
Negeri Bondowoso tanggal 24 Mei 1965 nomor 809/1964 B; Pengadilan Tinggi
Surabaya tanggal 16 Juli 1968 nomor 34/1968 Pid; Mahkamah Agung tangal 18 Juli
1970 nomor 24 K/Kr/1969).
- Suatu
jual beli yang diagantungkan pada suatu batas waktu tertentu yang oleh yang
bersangkutan tidak dipenuhi, dengan masih dikuasainya barang tersebut
seolah-olah sebagai milik sendiri, adalah suatu perbuatan pidana yang
membonceng perbuatan sipil, yang berujud seolah-oleh suatu hubungan hutang
piutang.
(Pengadilan
Negeri Nganjuk tanggal 2 November 1970, nomor 19/1970 Pid; Pengadilan Tinggi
Surabaya tanggal 13 Maret 1972 nomor 13/1971 Pid).
- Uang
yang diterima terdakwa I dari terdakwa VI itu hanya Rp. 700.000,- dan baru
sekali, sehingga Pengadilan berpendapat tidak memperoleh alasan yang kuat bahwa
terdakwa I telah memperkaya diri sendiri atau orang lain.
(Pengadilan
Negeri Pamekasan tanggal 20 Juli 1965 nomor 11/1965 Pid; Pengadilan Tinggi
Surabaya tanggal 28 September 1965 nomor 109/1965 Pid; Mahkamah Agung tanggal
29 Maret 1967 nomor 79 K/Kr/1966).
- Perbuatan-perbuatan
sebagaimana dilakukan oleh terdakwa dapat dianggap sebagai pelaksana dari suatu
niat/kehendak untuk menguntungkan diri sendiri dengan jalan menipu.
(Pengadilan
Tinggi Surabaya tanggal 18 Maret 1965 nomor 16/1965 Pid; Mahkamah Agung tanggal
22 Maret 1966 nomor 120 K/Kr/1965).
Intisari Yurisprudensi Pidana dan Perdata
- Dengan
penerimaan kembali oleh orang yang dirugikan sebagian dari uang yang digelapkan
sifat kepidanaan dari perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tidak berubah
menjadi keperdataan.
- Terdakwa,
pemilik dari barang-barang yang ia serahkan secara fiduciair eigendom kepada
orang lain dan terima kembali barang-barang itu sebagai pinjaman, telah
melakukan penggelapan jikalau ia menjual barang-barang itu kepada lain orang.
- Pengembalian
uang yang digelapkan kepada yang berhak tidak mempengaruhi sahnya penuntut
kasasi terhadap tindak pidana, penggelapan itu.
- Dalam
perkataan “memiliki” maupun “menggelapkan” dari pasal 372 dan 415 KUHP tidak
harus mengandung sifat bermanfaat bagi diri pribadi dari orang yang memiliki.
- Unsur
memiliki dalam pasal 372 KUHP berarti : menguasai suatu benda bertentangan
dengan sifat dari hak dimiliki atas benda itu.
- Para
tertuntut kasasi memperoleh kain blacu dalam kedudukan sebagai penyalur kain
blacu itu untuk daerah Pasuruan untuk disalurkan pada masyarakat dan
jawatan-jawatan di daerah Pasuruan dan
telah menjualkannya kepada orang lain di tempat luar Pasuruan, maka kain blacu
itu oleh para tertuntut kasasi diperlakukan menyimpang dari sifat dan tujuannya
semula pada saat mereka memperolehnya, sehingga penjualan kain blacu yang
menyimpang tersebut harus dianggap sebagai suatu tindakan memiliki secara
melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja, maka tindakan para
tertuntut-kasasi haruslah dianggap sebagai penggelapan menurut pasal 372 KUHP.
- Dalam
hal seorang pemegang hak diwajibkan menjual barang itu kepada pihak tertentu ia
dapat dianggap melakukan kejahatan penggelapan barang, apabila ia menjual barang
kepada orang lain.
- Yang
diartikan dengan perkataan memiliki (toe-eigening) sebagaimana yang dimaksud
ialah menguasai sesuatu barang bertentangan dengan sifat dari hak yang
dijalankan seseorang atas barang-barang tersebut (toe-eigening is een
“beschikken” over het goed in strijd met de aard van het recht, dat men over
goed uitoefent), maka uang yang digunakan oleh seseorang pegawai negeri untuk
keperluan lain (meskipun untuk itu dibikin suatu bon) dari pada yang ditentukan
untuk uang itu, merupakan kejahatan yang dimaksud dalam pasal 374 KUHP.
Yurisprudensi
Jawa Barat 1969-1972
- Unsur-unsur
dari delik Penggelapan adalah :
a. dengan sengaja telah memiliki dengan melawan
hukum;
b. sesuatu barang yang sebagian atau seluruhnya
adalah milik orang lain, bukan milik terdakwa;
c. barang tersebut ada dalam tangannya bukan
karena kejahatan;
d. digunakan untuk kepentingannya sendiri;
e. diberi tujuan lain daripada yang semestinya.
(PN
Cirebon tgl. 8 Februari 1971 No. 408/1970.S)
- Unsur-unsur
dari delik Penggelapan adalah :
a. dengan sengaja telah memiliki dengan melawan
hukum;
b. sesuatu barang yang sebagian atau seluruhnya
adalah milik orang lain, bukan milik terdakwa;
c. barang-barang tersebut ada dalam tangannya
bukan karena kejahatan, dan
d. digunakan untuk kepentingannya sendiri; atau
e. diberi tujuan lain daripada yang semestinya.
(PN
Cirebon tgl. 8 Februari 1971 No. 407/1970.S)
- Unsur
pokok daripada tindak pidana penggelapan adalah : memberi tujuan lain/yang
menyimpang terhadap barang yang dipercayakan padanya.
(PN
Kuningan tgl. 21 September 1970 No. 19/1970.S.PN.Kng)
- Tindak
pidana “Penggelapan” tidak terbukti apabila ternyata Terdakwa tidak memberi
tujuan lain/yang menyimpang terhadap “barang” yang dipercayakan kepadanya.
(PN
Kuningan tgl. 21 September 1970 No. 19/1970.S.PN.Kng)
- Unsur
memiliki :
1. Unsur “memiliki secara melawan hukum” dalam
kejahatan Penggelapan tidak terbukti bila barang tersebut dalam kenyataannya
masih berada dalam kekuasaan tertuduh pada saat ia ditangkap.
(PT
Bandung 3 Oktober 1970 No. 48/1970/Pid/PTB)
2. Unsur “memiliki secara melawan hukum” dalam
kejahatan Penggelapan tidak terbukti bila barang tersebut dalam kenyataannya
masih berada dalam kekuasaan tertuduh pada saat ia ditangkap.
(PN
Kuningan 21 September 1970 No. 19/1970.S.PN.Kng)
PASAL
374: Penggelapan
Penggelapan yang dilakukan oleh orang
atas benda yang berada di bawah kekuasaannya karena hubungan kerja pribadinya,
karena mata-pencahariannya atau karena mendapat upah, dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya lima tahun.
Perkataan “hubungan kerja pribadi” di
dalam pasal ini adalah terjemahan dari perkataan “persoonlijke
dienstbeterekking” dan perkataan “mata pencaharian” adalah terjemahan dari
perkataan “beroep” yang kedua-duanya harus diperbedakan dengan pengertian
“ambt” atau “jabatan”, karena dua hal yang tersebut terdahulu itu tidak ada
hubungannya dengan jabatan, jadi tidak ada pula hubungan dengan pegawai negeri.
Benda yang dikuasai seseorang dalam “hubungan kerja pribadi” itu adalah
misalnya uang belanja yang dikuasai seorang pembantu rumah tangga yang
diperintahkan oleh majikannya untuk nernelanja ke pasar. Benda yang dikuasai
seseorang “karena mata pencahariannya”itu adalah uang perusahaan yang dikuasai
olehs eorang kassier yang bekerja pada perusahaan tersebut. Benda yang dikuasai
oleh seseorang “karena mendapat upah” adalah misalnya sebuah sepeda motor yang
dikuasai oleh seorang penjaga kendaraan yang memperoleh imbalan jasa karena
menjaga sepeda motor tersebut . Apabila benda-benda yang dikuasai oleh
orang-orang semacam itu kemudian digelapkan oleh orang tersebut, maka ia telah
melanggar ketentuan pasal 374 KUHP ini.
HUKUM PIDANA INDONESIA (Lamintang)
- Di
dalam kejahatan ini hal “menguasai sesuatu benda karena hubungan kerja
pribadinya” merupakan keadaan pribadi yang menyebabkan orang dapat dituntut
menurut pasal 374 KUHP ini. Mereka yang tidak memiliki keadaan pribadi semacam
itu tidak dapat melakukan kejahatan menurut pasal ini. Apabila ia adalah orang
yang melakukan perbuatan itu secara nyata bersama dengan orang lain yang
memiliki keadaan pribadi semacam itu, maka ia adalah orang yang “turut serta”
melakukan kejahatan tersebut.
(HR
21 Juni 1926, Nj. 1926, 955 W.11541)
- Pengertian
“benda” di dalam pasal ini tidaklah disyaratkan lain, selain dengan
syarat-syarat yang telah ditentukan untuk pengertian benda di dalam kejahatan
penggelapan biasa. Dalam hal ini tidaklah perlu bahwa benda yang digelapkan itu
adalah kepunyaan orang, dengan siapa si pelaku mempunyai hubungan kerja secara
pribadi.
(HR
23 Juni 1930 Nj. 1930, 1532, W. 12176)
- Yang
dimaksudkan dengan “hubungan kerja pribadi” adalah hubungan kerja yang timbul
karena perjanjian kerja, antara lain dengan pengurus suatu perseroan terbatas.
(HR
23 Desember 1907 W. 8637; 16 Februari 1942, 1942 No. 670)
- Yang
diartikan dengan perkataan memiliki (toeeigenen) sebagai termaksud di dalam
pasal 374 KUHP ialah menguasai barang bertentangan dengan hak yang dipunyai
seseorang atas barang tersebut (toeeigening is een “beschikken” over het goed
in strijd met de de aard van het recht, dat men over dat goed uit-oefent), maka
penggunaan uang oleh seorang pegawai negeri untuk keperluan lain (meskipun
untuk itu dibuatkan bon) daripada yang telah ditentukan merupakan kejahatan
termaksud pada pasal 374 KUHP.
(MA
8 Mei 1957 No. 83 K/Kr/1956)
- Pasal
374 KUHP hanyalah pemberatan dari pasal 372 KUHP, yaitu apabila dilakukan dalam
hubungan jabatan, sehingga kalau pasal 374 KUHP dapat dibuktikan, maka pasal
372 KUHP dengan sendirinya dapat dibuktikan juga.
(MA
25 September 1975 No. 35 K/Kr/1975)
- Untuk
dapat dianggap melakukan penggelapan dalam kedudukan “penguasaan pribadi”
(persoonlijke dientsbetrekking) tidak harus si pembuat mendapatkan upah,
melainkan sebagaimana telah dengan tepat dipertimbangkan oleh Pengadilan Tinggi,
cukuplah penggelapan itu dilakukan dalam rangka pelaksanaan sesuatu tugas resmi
yang diberikan kepadanya, ialah dalam perkara ini berdasarkan surat keputusan
dari Pemerintah/Ketua JBPP Dati II Sukabumi Bupati Kepala Daerah tk. II
Sukabumi tanggal 16 Juli 1963, surat perjanjian antara Bupati Kepala Daerah tersebut
tanggal 2 September 1963 untuk membeli beras keperluan Pemerintah Daerah
Tingkat II Sukabumi/JBPP.
(MA
16 April 1966 No. 144 K/Kr/1966)
- Para
penuntut kasasi telah dengan tepat dipersalahkan melanggar pasal 374 KUHP
karena uang sumbangan Dana Irian Barat (yang telah mereka terima selaku
pengurus OPS Syrup/Saribuah dari para anggota OPS tersebut untuk disampaikan
kepada Panitia Dana Perjoangan Irian Barat) hanya boleh disimpan dalam Bank
yang telah ditunjuk untuk itu, yaitu Bank Nasional Indonesia, sedang mereka
menyimpannya di suatu Bank lain yang tidak diberitahukan kepada Panitya Dana
Perjoangan Irian Barat dan juga mereka menggunakannya untuk keperluan lain
daripada tujuan yang dimaksudkan oleh Panitya.
(MA
8 April 1969 No. 104 K/Kr/1967)
Yurisprudensi
Jawa Barat 1969-1972
- Kwalifikasi
delik daripada pasal 374 KUHP adalah Penggelapan dilakukan oleh orang yang
memegang barang itu karena jabatannya sendiri.
(PT
Bandung tgl. 29 Juni 1972 No. 53/1971/Pid/PTB)
- Kejahatan
yang diancam dengan pasal 374 KUHP “Penggelapan dengan Pemberatan” mempunyai
unsur-unsur sebagai berikut :
1. Terdakwa mempunyai maksud memiliki barang
tersebut;
2. Barang itu harus kepunyaan orang lian,
sebagian atau seluruhnya;
3. Barang itu sudah ada di tangan yang melakukan
perbuatan itu, bukan dengan jalan sesuatu kejahatan;
4. Memiliki barang tersebut tanpa hak;
5. Unsur tambahan : Dalam hal ini diharuskan
adanya hubungan kerja.
(PN
Bekasi 22 Oktober 1970 No. 7/1968/Kts.Bks)