Translate

Rabu, 12 Desember 2018

PENGGELAPAN (Verduistering)


PASAL 372 KUHPidana     :     Barangsiapa dengan sengaja menguasai secara melawan hukum, seuatu benda yang seluruhnya atau sebahagian adalah kepunyaan orang lain, yang berada padanya bukan karena kejahatan, karena salah telah melakukan penggelapan, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau dengan hukuman denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah.

UNSUR OBYEKTIF :
a.  Perbuatan materiel MEMILIKI (ZICHT TOEEIGENEN);
b.  Sesuatu BENDA (EENIGGOED);
c.  MILIK ORANG LAIN seluruh maupun sebagian;
d.  BENDA TERSEBUT, BERADA DALAM KEKUASAANNYA BUKAN KARENA KEJAHATAN.

UNSUR SUBYEKTIF :
a.  Dengan sengaja (UPZETTELIJK);
b.  Secara melawan hukum (WEDERRECHTALIJK).

*   Perkataan “menguasai secara melawan hukum” diatas adalah terjemahan dari perkataan “wederrechtelyk zich toeeigent”, yang menurut Memorie van Toelichting ditafsirkan sebagai “het zich wederrechtelyk als heer en meester gedragen ten aanzien van het goed alsof hij eigenaar is, terwijl hij het niet is” atau “secara melawan hukum menguasai sesuatu benda seolah-olah ia adalah pemilik dari benda tersebut, padahal ia bukanlah pemiliknya”.
     Hoge Raad menafsirkan perbuatan “zich toeeigenen” itu sebagai “menguasai benda milik ornag lain secara bertentangan dengan sifat daripada hak yang dimiliki oleh si pelaku atas benda tersebut”.
     Prof. Mr. D. Simons mengartikan “zich toeeigenen” :
     “membawa sesuatu benda di bawah kekuasaannya yang nyata sebagaimana yang dapat dilakukan oleh pemiliknya atas benda tersebut, sehingga berakibat bahwa kekuasaan atas benda itu menjadi dilepaskan dari pemiliknya”.

Y U R I S P R U D E N S I  

Terkait Pasal 372 Penggelapan

 -    Kwalifikasi  pasal 372 : Penggelapan
     (PN. Rantau Prapat tanggal 3 Januari 1967 No. 102/1966/Rap.; PT. Medan tanggal 15 Juni 1967 No. 33/1967/PT; MA tanggal 11 Mei 1968 No. 102 K/Kr/1967).

-    Untuk membuktikan adanya unsur “Penggelapan” diperlukan :
    -    terdakwa mengakui ada menerima barang untuk diangkut;
    -    terdakwa mengetahui bahwa barang tersebut bukan miliknya;
    -    terdakwa mengakui bahwa barang tersebut telah dipergunakannya tanpa seijin dari saksi;
     (PN. Sidikalang tanggal 11 Desember 1967 No. 179/Pid/1967; PT. Medan tanggal 22 April 1968 No. 24/1968/PT.; MA. Tanggal 23 April 1969 No. 95 K/Kr/1968).

-    Unsur sengaja dari tindak pidana penggelapan tidak terbukti, apabila jumlah dan keadaan barang tetap sama seperti keadaan semula, serta pihak yang merasa dirugikan (pihak yang berhak) tidak pernah meminta barang tersebut dari tangan/penguasaan sebelum adanya pensitaan oleh pihak Kejaksaan.
     (PN. Sumedang tanggal 1 April 1970 No. 132/Pid/1969/Biasa; PT. Bandung tanggal 26 Oktober 1972 No. 35/1970/Pid/PTB; MA tanggal 4 Agustus 1976, No. 39 K/Kr/1973).

-  Dalam hal unsur sengaja tidak ditemui dalam perbuatan para tertuduh jo. penuduhan pelanggaran Pasal 372 KUHPidana, para tertuduh harus dinyatakan tidak bersalah terhadap tuduhan ini dan mereka haruslah dibebaskan.
     (PN. Sumedang tanggal 1 April 1970 No. 132/Pid/1969/Biasa; PT. Bandung tanggal 26 Oktober 1972 No. 35/1970/Pid/PTB; MA tanggal 4 Agustus 1976, No. 39 K/Kr/1973).

-  Seseorang yang berstatus sebagai sub-dealer yang menerima setoran dari pembeli barang      (sepeda motor) yang seharusnya disetorkan kepada dealer, akan tetapi uang-uang tersebut telah dipergunakan untuk kepentingan diri sendiri tanpa idzin dari dealer merupakan perbuatan “pemilikan yang bertentangan dengan haknya”, sehingga merupajan perbuatan “penggelapan”.
     (PT. Bandung tanggal 11 Januari 1972 No. 55/1972/Pid/PTB; MA tanggal 11 Juli 1974 No. 50 K/Kr/1973).

-    Unsur-unsur Pasal 372 KUHPidana :
     1.  Dengan senagaja memiliki barang tersebut (opzettelijk zich toeeigenen).
     2.  memiliki barang itu harus melawan hak (wederrechtelijk zich toeeigenen).
     3.  barang itu harus sudah ada ditangan yang melakukan perbuatan itu, bukan dengan jalan suatu kejahatan (anders dan door misdrijf onder zich hebben).
     4.  barang itu harus kepunyaan orang lain, sebagian atau seluruhnya (enig goed dat geheel of ten dele aan een ander toebehoort).
     (PN. Bogor tanggal 26 Februari 1974 No. 241/1969/Kejakatan; PT. Bandung tanggal 9 Agustus 1074 No. 20/1974/Pid/PTB; MA tanggal 15 Desember 1976 No. 121 K/Kr/1974).

-    Sebuah yayasan adalah suatu badan hukum  yang mempunyai hak dan kewajiban yang diatur oleh Undang-Undang, sehingga dalam hal yayasan di maksud mempunyai anggota-anggota terdiri dari buruh suatu perusahaan (PT. Olympia Bandung), maka yang dimaksud dengan orang lain dalam pasal 372 KUHPidana, termasuk pula yayasan dimaksud.

-    Unsur-unsur pasal 372 KUHPidana adalah :
     1.  yang bersalah bermaksud memiliki barang itu;
     2.  barang itu harus kepunyaan orang lain seluruhnya atau sebagian;
    3.  barang itu sudah harus ada ditangan yang melakukan perbuatan bukan dengan sesuatu kejahatan;
     4.  memiliki barang tersebut harus tanpa hak.
     (PN. Bandung tanggal 15 April 1974 No. 1200/73.Singkat; PT. Bandung tanggal 29 Mei 1975 No. 43/1974/Pid/PTB; MA tanggal 13 Juli 1977 No. 73 K/Kr/1976).

-    Selaku Direktur PT, tertuduh bertanggung jawab kepada rapat umum para pemegang saham dari PT tersebut, dalam hal yang dipertanggungjawabkan adalah mngenai soal pertanggungan jawaban formil (formele verantwoordelijkheid) yang berhubungan dengan soal-soal kebijaksanaan (beleid), akan tetapi apabila disamping pengurus dan kebijaksanaan atau beleid yang dijalankan itu selaku Direktur PT dimaksud, juga memperlihatkan segi-segi kepidanaan maka hal itu menyangkut pertanggungjawaban berdasarkan hukum pidana, dan ia secara langsung dapat dihadapkan ke depan Pengadilan atas perbuatan-perbuatannya sepanjang mengenai pertanggungan jawaban pidananya (strafrechtelijke verant woordelijkheid).
     (PN. Bogor tanggal 26 Februari 1974 No. 241/1969/Kejahatan; PT. Bandung tanggal 9 Agustus 1974 No. 20/1974/Pid/PTB; MA tanggal 15 Desember 1976 No. 121 K/Kr/1974).

-    Dalam perkara penggelapan, para tertuduh yang dinyatakan sebagai sub dealer dari suatu perusahaan (Fa. Timur Barat) maka para tertuduh secara berturut-turut berstatus  sebagai penerima kuasa (last-hebber) dari perusahaan tersebut dan karena itu berhak untuk mendapatkan komisi.
     (PT. Bandung tanggal 11 Januari 1973 No. 55/1072/Pid/PTB, MA tanggal 11 Juli 1974 No. 50 K/Kr/1973).
-    Tuduhan melakukan penggelapan tidak terbukti, apabila tidak ada seorangpun yang merasa dirugikan, bahka kepentingan masyrakat terlayani dan tertuduh tidak memperoleh untung.   
     (PN. Sukabumi tanggal 20 Januari 1970 No. 77/1968/Pidana).

-   Walaupun tertuduh mungkir keras, delik “penggelapan uang jo pasal 372 KUHPidana” terbukti, jika ternyata tertuduh sebagai pemegang kas yang bertanggung jawab atas pemasukan dan pengeluaran uang perusahaan, telah mempergunakan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi, dengan jalan mengeluarkan kasbon-kasbon yang tidak dapat dipertanggungjawabkannya baik secara administrative maupun secara riel.
     (PN. Cirebon tanggal 5 Juli 1972 No. 12/1972 B).

-    Unsur-unsur penggelapan pasal 372 KUHP adalah :
     -    sengaja memiliki dengan melawan hak;
     -    barang yang sebagian atau yang seluruhnya milik orang lain;
     -    barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan.
         (PN. Cirebon tanggal 5 Juli 1972 No. 12/1972 B.)

-    Unsur memiliki dalam pasal 372 K.U.H.P. berarti menguasai suatu benda bertentangan dengan sifat dari hak yang dimiliki atas benda itu.
     (Putusan Mahkamah Agung tanggal 11-8-1959 No. 69 K/Kr/1959 dalam perkara Soetomo Soemopawiro bin Soemopawiro).

-    Soal apakah perbuatan penuntut kasasi menimbulkan kerugian atau tidak, tidaklah merupakan unsur dari tindak pidana penggelapan.
      (Putusan Mahkamah Agung tanggal 13-12-1963 No. 101 K/Kr/1963 dalam perkara Ir. Mursaid     Kromosudarmo).

-    Yang diartikan dengan kata memiliki (toeeigenen) sebagai termaksud dalam pasal 374 K.U.H.P ialah menguasai barang bertentangan dengan hak yang dipunyai seseorang atas barang tersebut (toeeigenen is een “beschikken” over het goed in strijd met de aard van het recht, dat men over dat goed uitoefent) maka penggunaan uang oleh seorang pegawai negeri untuk keperluan lain (meskipun untuk itu dibuatkan bon) dari pada yang telah ditentukan merupakan kejahatan termaksud dalam pasal 374 K.U.H.P.
     (Putusan Mahkamah Agung tanggal 8-5-1957 No. 83 K/Kr/1956 dalam perkara Majidin Manorsa Siagian).

 -    Perkataan “memiliki” dan “menggelapkan” dalam pasal 372 dan 415 K.U.H.P. tidak selalu mengandung sifat bermanfaat bagi diri pribadi.
     (Putusan Mahkamah Agung tanggal 7-4-1956 No. 92 K/Kr/1955 dalam perkara Mas Soepii Adiwidjojo).

-    Dengan merubah kata “mengambil” dalam tuduhan menjadi “memiliki” Pengadilan Tinggi tidak melanggar pasal 282 (2) H.I.R., karena dari penjelasan yang mengikuti kata tersebut “yakni barang yang dipegang olehnya bukan karena kejahatan” dapat disimpulkan bahwa masalahnya hanyalah masalah perbedaan penerjemahan kata “zich toeeigenen”.
     (Putusan Mahkamah Agung tanggal 25-2-1958 No. 308 K/Kr/1957 dalam perkara Ali bin Said Badjeri)

-    Dalam hal seseorang diwajibkan menjual barang kepada pihak-pihak tertentu, ia dapat dianggap melakukan kejahatan penggelapan apabila ia menjual barang yang bersangkutan kepada orang lain.
     (Putusan Mahkamah Agung tanggal 22-9-1956 No. 33 K/Kr/1956 dalam perkara Benyamin Alwien Rozenberg).

-    Seorang dealer yang bertindak atas nama dan untuk firma tertentu yang tidak menyerahkan kepada firma tersebut seluruh uang penjualan yang diterimanya dari para pembeli, melainkan mempergunakannya untuk kepentingan sendiri tanpa izin dari firma melakukan tindakan pemilikan tanpa hak dan oleh karenanya dipersalahkan melakukan penggelapan.
     (Putusan Mahkamah Agung tanggal 28-8-1974 No. 50 K/Kr/1973 dalam perkara I. R. Ibrahim Karnadiputra, II. Usman Pagardjati).

-    Dengan penerimaan kembali oleh orang yang dirugikan sebagian dari uang yang digelapkan, sifat kepidanaan dari perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tidak berubah menjadi keperdataan.
     (Putusan Mahkamah Agung tanggal 8-2-1958 No. 242 K/Kr/1957 dalam perkara Malbari bin Akwan).

-    Pembayaran kembali uang pada tanggal 13 September 1956 tidak meniadakan sifat tindak pidana dari perbuatan yang menurut surat tuduhan telah dilakukan oleh terdakwa pada waktu antara September 1956 dan Desember 1956.
     (Putusan Mahkamah Agung tanggal 10-11-1959 No. 183 K/Kr/1959 dalam perkara  R. Sasmito Amidjojo bin R. Sastroamidjojo).

-    Terdakwa sebagai penyelenggara arisan dalam perkara ini, karena tidak menyerahkan uang arisan yang telah terkumpul kepada anggota yang berhak telah melakukan penggelapan dan tidak tepat kalau arisan sebagai hubungan pinjam meminjam tanpa bunga.
     (Putusan Mahkamah Agung tanggal 19-11-1973 No. 106 K/Kr/1973 dalam perkara Ny. Misnan Darmosoekarto).

-    Karena para terdakwa telah menjual kain blacu itu kepada orang luar daerah pasuruan, sedang kain blacu ini mereka peroleh dalam kedudukan sebagai penyalur untuk masyarakat dan jawatan-jawatan di daerah Pasuruan, mereka telah berbuat menyimpang dari sifat tujuan penerimaan kain blacu tersebut kepada mereka sehingga perbuatan mereka harus dianggap sebagai pemilikan secara melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja.
     (Putusan Mahkamah Agung tanggal 28-8-1965 N0. 68 K/Kr/1965 dalam perkara 1. Pek Tjie Sing, 2. Lauw Kong Kie)

-    Walaupun tidak menyebabkan batalnya seluruh putusan, namun karena Pasal 372 KUHPidana telah menyebu-nyebut “Penggelapan yang dilakukan bersama-sama”, maka perlu kwalifikasi dari amar putusan tersebut sehingga berbunyi :
     Menyatakan terdakwa-terdakwa tersebut di atas masing-masing bersalah malakukan kejahatan “penggelapan”.
     (Putusan Mahkamah Agung tanggal 28-8-1974 No. 50 K/Kr/1973 dalam perkara 1. R. Ibrahim Karnadiputra, 2. Usman Pagardjati)

-    Pasal 374 KUHPidana hanyalah pemberatan dari Pasal 372 KUHPidana, yaitu apabila dilakukan dalam hubungan jabatan, sehingga kalau Pasal 374 KUHPidana dapat dibuktikan maka Pasal 372 KUHPidana dengan sendirinya dapat dibuktikan juga.
     (Putusan Mahkamah Agung tanggal 25-9-1975 No. 35 K /Kr/1975 dalam perkara Abdul Roni bin Muhamad).

-    Bahwa kuasa Direksi tidak menganggap perlu untuk mengadukan penuntut kasasi kepada Polisi, tidaklah menutup wewenang Penuntut Umum untuk menuntut perkara ini di muka Hakim karena tindak pidana penggelapan bukan suatu delik aduan.
     (Putusan Mahkamah Agung tanggal 18-10-1967 No. 129 K/Kr/1966)

-    Untuk dapat dianggap melakukan penggelapan dalam kedudukan “penguasaan pribadi” (persoonlijke dienstbetrekking) tidak harus si pembuat mendapatkan upah, melainkan sebagaimana telah dengan tepat dipertimbangkan oleh Pengadilan Tinggi, cukuplah penggelapan itu dilakukan dalam rangka pelaksanaan suatu tugas resmi yang diberikan kepadanya, ialah dalam perkara ini berdasarkan surat keputusan dari Pemerintah/Ketuan J.B.P.P Dati II Sukabumi Bupati KHD tk. II Sukabumi tgl 16 Juli 1963, surat perjanjian antara Bupati kdh tersebut tgl. 2 September 1963 untuk membeli beras keperluan Pemerintah Daerah Dati II Sukabumi/J.B.P.P.
     (Putusan Mahkamah Agung tgl. 16-4-1966 No. 144 K/Kr/1966)

-    Para penuntut kasasi telah dengan tepat dipersalahkan melanggar pasal 374 KUHPidana karena uang sumbangan Dana Irian Barat (yang telah mereka terima selaku pengurus OPS Syrup/Saribuah dari para anggauta OPS tersebut untuk disampaikan kepada Panitia Dana Perjuangan Irian Barat) hanya boleh disimpan dalam Bank yang telah ditunjuk untuk itu yaitu Bank Nasional Indonesia, sedang mereka menyimpannya di suatu Bank lain yang tidak diberitahukan kepada Panitia Dana Perjuangan Irian Barat dan juga mereka menggunakannya untuk keperluan lain daripada tujuan yang dimaksudkan oleh Panitia.
     (Putusan Mahkamah Agung tanggal 5-4-1969 No. 104 K/Kr/1967)

-    Unsur-unsur delik penggelapan sebagaimana tercantum dalam pasal 372 KUHP adalah :
     -    dengan sengaja dan melawan hukum memiliki;
     -    suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain;
     -    barang tersebut ada padanya bukan karena asal kejahatan.
     (Pengadilan Negeri Tulungagung tanggal 1 Februari 1974 Nomor 58/1972 Pid; Mahkamah Agung tanggal 12 Desember 1973, nomor 106 K/Kr/1973).

-    (Pengadilan Negeri Nganjuk tanggal 2 November 1970 nomor 19/1970 Pid; Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 13 Maret 1972, nomor 13/1971 Pid).

-    Penguasaan uang orang lain oleh seseorang adalah berlainan dengan penguasaan benda (misalnya sepeda) orang lain karena setiap waktu ia dapat menggunakan uang tersebut dan mengganti dengan uang lain.
     (Pengadilan Negeri Bondowoso tanggal 24 Mei 1965 nomor 809/1964 B; Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 16 Juli 1968 nomor 34/1968 Pid; Mahkamah Agung tangal 18 Juli 1970 nomor 24 K/Kr/1969).
-    Penitipan uang sebanyak Rp. 103.000,- oleh terdakwa I kepada pihak Kejaksaan Negeri yang dilakukan setelah ia diusut oleh Polisi/Kejaksaan, tidaklah menghapus kesalahan terdakwa; karena apabila terdakwa I tidak dilaporkan kepada yang berwajib ada kemungkinan terdakwa I tidak/belum akan mengembalikannya.
     (Pengadilan Negeri Bondowoso tanggal 24 Mei 1965 nomor 809/1964 B; Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 16 Juli 1968 nomor 34/1968 Pid; Mahkamah Agung tangal 18 Juli 1970 nomor 24 K/Kr/1969).
-    Suatu jual beli yang diagantungkan pada suatu batas waktu tertentu yang oleh yang bersangkutan tidak dipenuhi, dengan masih dikuasainya barang tersebut seolah-olah sebagai milik sendiri, adalah suatu perbuatan pidana yang membonceng perbuatan sipil, yang berujud seolah-oleh suatu hubungan hutang piutang.
     (Pengadilan Negeri Nganjuk tanggal 2 November 1970, nomor 19/1970 Pid; Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 13 Maret 1972 nomor 13/1971 Pid).

-    Uang yang diterima terdakwa I dari terdakwa VI itu hanya Rp. 700.000,- dan baru sekali, sehingga Pengadilan berpendapat tidak memperoleh alasan yang kuat bahwa terdakwa I telah memperkaya diri sendiri atau orang lain.
     (Pengadilan Negeri Pamekasan tanggal 20 Juli 1965 nomor 11/1965 Pid; Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 28 September 1965 nomor 109/1965 Pid; Mahkamah Agung tanggal 29 Maret 1967 nomor 79 K/Kr/1966).

-   Perbuatan-perbuatan sebagaimana dilakukan oleh terdakwa dapat dianggap sebagai pelaksana dari suatu niat/kehendak untuk menguntungkan diri sendiri dengan jalan menipu.
     (Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 18 Maret 1965 nomor 16/1965 Pid; Mahkamah Agung tanggal 22 Maret 1966 nomor 120 K/Kr/1965).

Intisari  Yurisprudensi Pidana dan Perdata

-    Dengan penerimaan kembali oleh orang yang dirugikan sebagian dari uang yang digelapkan sifat kepidanaan dari perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tidak berubah menjadi keperdataan.
-   Terdakwa, pemilik dari barang-barang yang ia serahkan secara fiduciair eigendom kepada orang lain dan terima kembali barang-barang itu sebagai pinjaman, telah melakukan penggelapan jikalau ia menjual barang-barang itu kepada lain orang.

-  Pengembalian uang yang digelapkan kepada yang berhak tidak mempengaruhi sahnya penuntut kasasi terhadap tindak pidana, penggelapan itu.
-   Dalam perkataan “memiliki” maupun “menggelapkan” dari pasal 372 dan 415 KUHP tidak harus mengandung sifat bermanfaat bagi diri pribadi dari orang yang memiliki.
-    Unsur memiliki dalam pasal 372 KUHP berarti : menguasai suatu benda bertentangan dengan sifat dari hak dimiliki atas benda itu.
-    Para tertuntut kasasi memperoleh kain blacu dalam kedudukan sebagai penyalur kain blacu itu untuk daerah Pasuruan untuk disalurkan pada masyarakat dan jawatan-jawatan  di daerah Pasuruan dan telah menjualkannya kepada orang lain di tempat luar Pasuruan, maka kain blacu itu oleh para tertuntut kasasi diperlakukan menyimpang dari sifat dan tujuannya semula pada saat mereka memperolehnya, sehingga penjualan kain blacu yang menyimpang tersebut harus dianggap sebagai suatu tindakan memiliki secara melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja, maka tindakan para tertuntut-kasasi haruslah dianggap sebagai penggelapan menurut pasal 372 KUHP.
-   Dalam hal seorang pemegang hak diwajibkan menjual barang itu kepada pihak tertentu ia dapat dianggap melakukan kejahatan penggelapan barang, apabila ia menjual barang kepada orang lain.
-    Yang diartikan dengan perkataan memiliki (toe-eigening) sebagaimana yang dimaksud ialah menguasai sesuatu barang bertentangan dengan sifat dari hak yang dijalankan seseorang atas barang-barang tersebut (toe-eigening is een “beschikken” over het goed in strijd met de aard van het recht, dat men over goed uitoefent), maka uang yang digunakan oleh seseorang pegawai negeri untuk keperluan lain (meskipun untuk itu dibikin suatu bon) dari pada yang ditentukan untuk uang itu, merupakan kejahatan yang dimaksud dalam pasal 374 KUHP.

Yurisprudensi Jawa Barat 1969-1972

-    Unsur-unsur dari delik Penggelapan adalah :
     a.  dengan sengaja telah memiliki dengan melawan hukum;
    b.  sesuatu barang yang sebagian atau seluruhnya adalah milik orang lain, bukan milik terdakwa;
     c.  barang tersebut ada dalam tangannya bukan karena kejahatan;
     d.  digunakan untuk kepentingannya sendiri;
     e.  diberi tujuan lain daripada yang semestinya.
          (PN Cirebon tgl. 8 Februari 1971 No. 408/1970.S)   
            
-    Unsur-unsur dari delik Penggelapan adalah :
     a.  dengan sengaja telah memiliki dengan melawan hukum;
    b.  sesuatu barang yang sebagian atau seluruhnya adalah milik orang lain, bukan milik terdakwa;
     c.  barang-barang tersebut ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dan    
     d.  digunakan untuk kepentingannya sendiri; atau
     e.  diberi tujuan lain daripada yang semestinya.
          (PN Cirebon tgl. 8 Februari 1971 No. 407/1970.S)
-   Unsur pokok daripada tindak pidana penggelapan adalah : memberi tujuan lain/yang menyimpang terhadap barang yang dipercayakan padanya.
     (PN Kuningan tgl. 21 September 1970 No. 19/1970.S.PN.Kng)
-  Tindak pidana “Penggelapan” tidak terbukti apabila ternyata Terdakwa tidak memberi tujuan lain/yang menyimpang terhadap “barang” yang dipercayakan kepadanya.
     (PN Kuningan tgl. 21 September 1970 No. 19/1970.S.PN.Kng)

-    Unsur memiliki :
     1.  Unsur “memiliki secara melawan hukum” dalam kejahatan Penggelapan tidak terbukti bila barang tersebut dalam kenyataannya masih berada dalam kekuasaan tertuduh pada saat ia ditangkap.
          (PT Bandung 3 Oktober 1970 No. 48/1970/Pid/PTB)
     2.  Unsur “memiliki secara melawan hukum” dalam kejahatan Penggelapan tidak terbukti bila barang tersebut dalam kenyataannya masih berada dalam kekuasaan tertuduh pada saat ia ditangkap.
          (PN Kuningan 21 September 1970 No. 19/1970.S.PN.Kng)


PASAL 374: Penggelapan

Penggelapan yang dilakukan oleh orang atas benda yang berada di bawah kekuasaannya karena hubungan kerja pribadinya, karena mata-pencahariannya atau karena mendapat upah, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun.

Perkataan “hubungan kerja pribadi” di dalam pasal ini adalah terjemahan dari perkataan “persoonlijke dienstbeterekking” dan perkataan “mata pencaharian” adalah terjemahan dari perkataan “beroep” yang kedua-duanya harus diperbedakan dengan pengertian “ambt” atau “jabatan”, karena dua hal yang tersebut terdahulu itu tidak ada hubungannya dengan jabatan, jadi tidak ada pula hubungan dengan pegawai negeri. Benda yang dikuasai seseorang dalam “hubungan kerja pribadi” itu adalah misalnya uang belanja yang dikuasai seorang pembantu rumah tangga yang diperintahkan oleh majikannya untuk nernelanja ke pasar. Benda yang dikuasai seseorang “karena mata pencahariannya”itu adalah uang perusahaan yang dikuasai olehs eorang kassier yang bekerja pada perusahaan tersebut. Benda yang dikuasai oleh seseorang “karena mendapat upah” adalah misalnya sebuah sepeda motor yang dikuasai oleh seorang penjaga kendaraan yang memperoleh imbalan jasa karena menjaga sepeda motor tersebut . Apabila benda-benda yang dikuasai oleh orang-orang semacam itu kemudian digelapkan oleh orang tersebut, maka ia telah melanggar ketentuan pasal 374 KUHP ini.

HUKUM PIDANA INDONESIA (Lamintang)

-    Di dalam kejahatan ini hal “menguasai sesuatu benda karena hubungan kerja pribadinya” merupakan keadaan pribadi yang menyebabkan orang dapat dituntut menurut pasal 374 KUHP ini. Mereka yang tidak memiliki keadaan pribadi semacam itu tidak dapat melakukan kejahatan menurut pasal ini. Apabila ia adalah orang yang melakukan perbuatan itu secara nyata bersama dengan orang lain yang memiliki keadaan pribadi semacam itu, maka ia adalah orang yang “turut serta” melakukan kejahatan tersebut.
     (HR 21 Juni 1926, Nj. 1926, 955 W.11541)
-    Pengertian “benda” di dalam pasal ini tidaklah disyaratkan lain, selain dengan syarat-syarat yang telah ditentukan untuk pengertian benda di dalam kejahatan penggelapan biasa. Dalam hal ini tidaklah perlu bahwa benda yang digelapkan itu adalah kepunyaan orang, dengan siapa si pelaku mempunyai hubungan kerja secara pribadi.
     (HR 23 Juni 1930 Nj. 1930, 1532, W. 12176)
-    Yang dimaksudkan dengan “hubungan kerja pribadi” adalah hubungan kerja yang timbul karena perjanjian kerja, antara lain dengan pengurus suatu perseroan terbatas.
     (HR 23 Desember 1907 W. 8637; 16 Februari 1942, 1942 No. 670)
-    Yang diartikan dengan perkataan memiliki (toeeigenen) sebagai termaksud di dalam pasal 374 KUHP ialah menguasai barang bertentangan dengan hak yang dipunyai seseorang atas barang tersebut (toeeigening is een “beschikken” over het goed in strijd met de de aard van het recht, dat men over dat goed uit-oefent), maka penggunaan uang oleh seorang pegawai negeri untuk keperluan lain (meskipun untuk itu dibuatkan bon) daripada yang telah ditentukan merupakan kejahatan termaksud pada pasal 374 KUHP.
     (MA 8 Mei 1957 No. 83 K/Kr/1956)
-    Pasal 374 KUHP hanyalah pemberatan dari pasal 372 KUHP, yaitu apabila dilakukan dalam hubungan jabatan, sehingga kalau pasal 374 KUHP dapat dibuktikan, maka pasal 372 KUHP dengan sendirinya dapat dibuktikan juga.  
     (MA 25 September 1975 No. 35 K/Kr/1975)
-    Untuk dapat dianggap melakukan penggelapan dalam kedudukan “penguasaan pribadi” (persoonlijke dientsbetrekking) tidak harus si pembuat mendapatkan upah, melainkan sebagaimana telah dengan tepat dipertimbangkan oleh Pengadilan Tinggi, cukuplah penggelapan itu dilakukan dalam rangka pelaksanaan sesuatu tugas resmi yang diberikan kepadanya, ialah dalam perkara ini berdasarkan surat keputusan dari Pemerintah/Ketua JBPP Dati II Sukabumi Bupati Kepala Daerah tk. II Sukabumi tanggal 16 Juli 1963, surat perjanjian antara Bupati Kepala Daerah tersebut tanggal 2 September 1963 untuk membeli beras keperluan Pemerintah Daerah Tingkat II Sukabumi/JBPP.
     (MA 16 April 1966 No. 144 K/Kr/1966)
-    Para penuntut kasasi telah dengan tepat dipersalahkan melanggar pasal 374 KUHP karena uang sumbangan Dana Irian Barat (yang telah mereka terima selaku pengurus OPS Syrup/Saribuah dari para anggota OPS tersebut untuk disampaikan kepada Panitia Dana Perjoangan Irian Barat) hanya boleh disimpan dalam Bank yang telah ditunjuk untuk itu, yaitu Bank Nasional Indonesia, sedang mereka menyimpannya di suatu Bank lain yang tidak diberitahukan kepada Panitya Dana Perjoangan Irian Barat dan juga mereka menggunakannya untuk keperluan lain daripada tujuan yang dimaksudkan oleh Panitya.
     (MA 8 April 1969 No. 104 K/Kr/1967)
    
Yurisprudensi Jawa Barat 1969-1972

-   Kwalifikasi delik daripada pasal 374 KUHP adalah Penggelapan dilakukan oleh orang yang memegang barang itu karena jabatannya sendiri.
     (PT Bandung tgl. 29 Juni 1972 No. 53/1971/Pid/PTB)
-  Kejahatan yang diancam dengan pasal 374 KUHP “Penggelapan dengan Pemberatan” mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
     1.  Terdakwa mempunyai maksud memiliki barang tersebut;
     2.  Barang itu harus kepunyaan orang lian, sebagian atau seluruhnya;
    3.  Barang itu sudah ada di tangan yang melakukan perbuatan itu, bukan dengan jalan sesuatu kejahatan;
     4.  Memiliki barang tersebut tanpa hak;
     5.  Unsur tambahan : Dalam hal ini diharuskan adanya hubungan kerja.
         (PN Bekasi 22 Oktober 1970 No. 7/1968/Kts.Bks)

Tidak ada komentar: