BABA
II
TENTANG
GUGATAN
A.
Para Pihak Yang Berperkara.
Didalam peradilan Tata Usaha Negara sudah ditentukan
dengan pasti siapa yang bisa bertindak sebagai pihak Tergugat dan siapa yang
bisa bertindak sebagai Pihak Penggugat.
Tergugat adalah badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang telah
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang
dilimpahkan kepadanya. Sedangkan Penggugat adalah Orang atau Badan Hukum
perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan Tata Usaha Negara (Pasal 1 angka 6 jo pasal 53 (1) UPTN).
Dengan demikian didalam peradilan Tata Usaha Negara tidak dikenal gugat balik
atau rekonpensi.
B.
Alasan-Alasan Gugatan.
Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam mengajukan
gugatan adalah :
1.
Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu
bertentangan dengan peraturan-peraturan perundangan yang berlaku.
Keputusan tata usaha negara dikatakan bertentangan dengan peraturan
perundang – undangan yang berlaku apabila:
a.
Bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang bersifat prosedural atau formal.
Contoh: Sebelum keputusan Pemberhentian dikeluarkan
seharusnya pegawai yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
b.
Bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan
Perundang-undangan yang bersifat materiil/substansial.
Contoh: Keputusan ditingkat banding administratif,
yang telah salah menyatakan gugatan Penggugat diterima atau tidak diterima.
c.
Dikeluarka oleh Pejabat TUN yang tidak berwenang.
Contoh: Peraturan dasarnya telah menunjuk pejabat
lain yang berwenang untuk mengambil keputusan.
2.
Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu
bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Yang dimaksud dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik adalah
meliputi asas:
-
Kepastian hukum;
-
Tertib penyelenggaraan negara;
-
Kepentingan umum;
-
Keterbukaan;
-
Proporsionalitas;
-
Profesionalitas;
-
Akuntabilitas
Sebagaimana yang dimaksud dalam
Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan
bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Yang dimaksud dengan asas kepastian
hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan dalam
penyelenggara Negara.
Yang dimaksud dengan asas
Penyelenggaraan Negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan,
keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.
Yang dimaksud dengan asas
kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara
yang aspiratif, akomodatif, dan efektif.
Yang dimaksud dengan asas
keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan dan rahasia negara.
Yang dimakud dengan asas
proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban Penyelenggaraan negara.
Yang dimaksud dengan asas
profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan asas
akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan Penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
C. Isi Gugatan
1.
Identitas para pihak yaitu nama, kewarganegaraan,
tempat, dan pekerjaan penggugat atau kuasanya. Nama, jabatan dan tempat tinggal
tergugat.
2.
Posita (dasar
gugatan).
3.
Petitum (apa yang dituntut).
D.
Mengajukan Gugatan.
Gugatan yang diajukan kepada Pengadilan yang
berwenang dalam bentuk tertulis, karena gugatan itu akan menjadi pegangan bagi
Pengadilan dan para pihak selama pemeriksaan. Seorang penggugat yang buta huruf
dapat meminta bantuan kepada Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara untuk
membuat dan merumuskan gugatannya.
Setelah penggugat membayar uang muka biaya perkara yang besarnya ditaksir
oleh panitera, gugatan dicatat dalam daftar perkara. Persekot biaya perkara ini
nantinya akan diperhitungkan dengan biaya perkara sebagaimana dicantumkan dalam
amar putusan pengadilan.
Biaya perkara ini dibebankan pada pihak yang kalah (pasal 111 UPTUN).
Rincian biaya tersebut terdiri dari:
a.
Biaya Kepaniteraan;
b.
Biaya saksi, ahli, dan alih bahasa, dengan catatan
bahwa pihak yang meminta pemeriksaan lebih dari lima orang saksi, harus
membayar biaya untuk saksi yang lebih itu, meskipun pihak tersebut dihilangkan.
c.
Biaya pemeriksaan ditempat lain dari ruang sidang dan
biaya lain yang diperlukan bagi pemutusan sengketa atas perintah Hakim Ketua
Sidang.
Dalam hal Penggugat tidak mampu, yang dinyatakan
dengan surat keterangan dari Kepala Desa atau Lurah dapat mengajukan permohonan
kepada ketua Pengadilan untuk berperkara dengan cuma-cuma.
Permohonan untuk berperkara dengan cuma-cuma ini harus diperiksa dan
ditetapkan oleh Pengadilan sebelum pokok sengketa diperiksa. Penetapan
Pengadilan yang telah mengabulkan permohonan penggugat untuk berperkara dengan
cuma-cuma tersebut tidak hanya berlaku ditingkat pertama, tetapi juga berlaku
ditingkat banding dan kasasi.
E. Kuasa Hukum
Dalam bersengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara
para pihak dapat didampingi atau diwakili oleh seseorang atau beberapa orang
kuasa hukum. Pemberian kuasa ini dapat dilakukan dengan surat kuasa khusus atau
dapat dilakukan secara lisan dipersidangan. Untuk surat kuasa yang dibuat di
luar negeri bentuknya harus memenuhi persyaratan dinegara yang bersangkutan dan
diketahui perwakilan negara Republik indonesia dinegara tersebut serta kemudian
harus diterjemahkan kedalam bahasa indonesia oleh penterjemah resmi (Pasal 57 UPTUN).
Apabila dalam persidangan seorang kuasa melakukan tindakan yang
melampau batas wewenangnya pemberi kuasa dapat mengajukan sangkalan secara
tertulis disertai tuntutan agar tindakan kuasa tersebut dinyatakan batal oleh
Pengadilan. Apabila sangkalan sebagaimana dimaksud diatas, dikabulkan, maka
Hakim wajib menetapkan dalam putusan yang dimuat dalam Berita Acara sidang
bahwa tindakan kuasa itu dinyatakan batal, selanjutnya dihapus dari berita
acara pemeriksaan putusan tersebut dibacakan atau diberitahukan kepada para
pihak yang bersangkutan (pasal 48 UPTUN).
F.
Pengadilan Yang Berwenang Memeriksa Gugatan.
1.
Gugatan sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada
Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
Tergugat.
Yang dimaksud dengan tempat kedudukan Tergugat adalah tempat kedudukan
secara nyata atau tempat kedudukan menurut hukum.
2.
Apabila Tergugat lebih dari satu badan atau pejabat
Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum pengadilan,
gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan salah satu badan atau pejabat tata usaha negara.
3.
Dalam hal tempat kedudukan tergugat tidak berada dalam
daerah hukum pengadilan tempat kediaman Penggugat, maka gugatan diajukan ke
Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat untuk
selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan.
Tanggal diterimanya gugatan oleh Pengadilan tersebut dianggap sebagai
tanggal diajukannya gugatan kepada Pengadilan yang berwenang.
Panitera Pengadilan tersebut berkewajiban memberikan petunjuk secukupnya
kepada Penggugat mengenai gugatan penggugat tersebut.
Setelah gugatan itu ditandatangani oleh Penggugat, atau kuasa hukum, atau
dibubuhi cap jempol penggugat yang tidak pandai baca tulis, dan dibayar uang
muka biaya perkara, maka panitera yang bersangkutan:
a.
Mencatat gugatan tersebut dalam daftar perkara khusus
untuk itu.
b.
Memberikan tanda bukti pembayaran uang muka biaya
perkara dan mencantumkan nomor register perkara yang bersangkutan.
c.
Meneruskan gugatan tersebut kepada Pengadilan yang
bersangkutan.
Cara pengajuan gugatan tersebut diatas tidak mengurangi kompentensi
relatif pengadilan yang berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan
gugatan itu.
4.
Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa
tata usaha negara yang bersangkutan yang diatur dengan peraturan pemerintah,
gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman penggugat.
5.
Apabila penggugat dengan tergugat berkedudukan atau
berada diluar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta.
Penggugat yang berada diluar negeri dapat mengajukan gugatannya dengan
surat atau menunjuk seseorang yang diberi kuasa yang berada di Indonesia.
6.
Apabila tergugat berkedudukan didalam negeri dan
penggugat diluar negeri gugatan diajukan kepada Pengadilan di tempat kedudukan
Tergugat (Pasal 54 (6) PTUN).
G.
Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara.
1.
Tidak termasuk keputusan tata usaha negara adalah:
a.
Keputusan tata usaha negara yang merupakan perbuatan
hukum perdata.
b.
Keputusan tata usaha negara yang merupakan pengaturan
yang bersifat umum.
c.
Keputusan tata usaha negara yang memerlukan
persetujuan.
d.
Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan
berdasarkan ketentuan kitab undang-undang hukum pidana atau kitab undang-undang
hukum acara pidana, peraturan perundang-undangan yang lain yang bersifat hukum
pidana.
e.
Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan atas dasar
hasil pemeriksaan badan peradilan yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
f.
Keputusan tata usaha negara mengenai tata usaha TNI.
g.
Keputusan Komisi Pemilihan Umum di pusat maupun di
daerah mengenai hasil pemilihan umum.
2.
Peradilan tata usaha negara tidak berwenang mengadili
suatu sengketa tata usaha negara dalam hal keputusan tata usaha negara itu
dikeluarkan:
a.
Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam/keadaan
luar biasa yang membahayakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
b.
Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 49 UPTUN).
Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan
negara atau kepentingan masyarakat bersama dan atau kepentingan pembangunan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.
Mengenai kompetensi ini UU No.5 tahun 1986 masih
bersifat mendua karena masih memberikan kewenangan kepada badan-badan lain
(peradilan semu) diluar pengadilan yang
ada dilingkungan peradilan tata usaha negara untuk mengadili sengketa tata
usaha negara tertentu.
Menurut pasal 48 UPTUN yang menyebutkan:
a.
Dalam hal suatu badan atau pejabat tata usaha negara
diberi wewenang oleh/berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk
menyelesaikan secara administratif sengketa tata usaha negara tertentu maka
sengketa-sengketa tata usaha negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya
administrasi yang tersedia.
b.
Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud diatas, jika
seluruh upaya administratif telah diselesaikan.
Yang dimaksud upaya administratif adalah suatu prosedur yang dapat
ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata apabila ia merasa tidak puas
terhadap suatu keputusan tata usaha negara. Prosedur tersebut dilaksanakan di
lingkungan instansi yang bersangkutan.
Upaya adminstratif terdiri dari:
1.
Keberatan adminstratif diajukan kepada atasan pejabat
yang mengeluarkan keputusan tata usaha negara yang bersangkutan.
2.
Banding administratif dilakukan oleh instansi atasan
atau instansi lain yang mengeluarkan keputusan tata usaha negara yang
bersangkutan.
Seperti: Keputusan
Majelis Pertimbangan Pajak, Badan Pertimbangan kepegawaian, Panitia
Perselisihan Perburuhan, Panitia Urusan Perumahan dan lain-lain.
Untuk
sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud diatas, yang berwenang
memeriksa, memutus dan menyelesaikan pada tingkat pertama adalah Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara.
Sengketa
tersebut baru dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara setelah
menempuh semua upaya administratif yang dimungkinkan oleh peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar dibuatnya keputusan tata usaha negara
yang bersangkutan.
Seandainya
para pihak masih merasa tidak puas atas putusan Pengadilan Tinggi Usaha Negara
tersebut dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (Pasal 51 UPTUN).
Disamping
mengadili pada tingkat pertama sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud
diatas, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga berwenang:
a.
Memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara di
tingkat banding;
b.
Memeriksa dan memutus ditingkat pertama dan akhir
sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan tata usaha negara didalam
daerah hukumnya.
4.
Untuk dapat diajukan ke Peradilan Tata Usaha Negara,
suatu keputusan tata usaha negara harus bersifat tertulis, konkrit, individual,
dan final serta masih dalam tenggang waktu 90 hari terhitung sejak saat
diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat tata usaha negara
(Pasal 55 UPTUN).
Bagi pihak yang namanya tersebut dalam keputusan tata
usaha negara yang digugat, maka tenggang waktu 90 hari itu dihitung sejak hari
diterimanya keputusan tata usaha negara yang digugat.
Dalam hal yang hendak digugat itu merupakan keputusan
menurut ketentuan:
a.
Pasal 3 ayat (2) UPTUN, maka tenggang waktu 90 hari itu
dihitung setelah lewatnya tenggang waktu yang ditentukan dalam peraturan
dasarnya, yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan;
b.
Pasal 3 (3) UPTUN, maka tenggang waktu 90 hari itu
dihitung setelah lewatnya batas waktu empat bulan yang dihitung sejak tanggal
diterimanya permohonan yang bersangkutan.
Dalam hal peraturan dasarnya menentukan bahwa suatu keputusan itu harus
diumumkan, maka tenggang waktu 90 hari itu dihitung sejak hari pengumuman
tersebut.
H. Gugatan Tidak Menunda Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara
Penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan keputusan tata
usaha negara itu ditunda selama pemeriksaan sengketa tata usaha negara sedang
berjalan sampai ada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
Permohonan tersebut dapat diajukan sekaligus dalam gugatan dan dapat
diputus terlebih dahulu dari pokok sengketa.
Permohonan penundaan dimaksud:
a.
Dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang
sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika
keputusan tata usaha negara yang digugat itu tetap dilaksanakan.
b.
Tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam
rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut.
Dalam hukum acara tata usaha negara
badan atau pejabat tata usaha negara itu selalu berkedudukan sebagai pihak yang
mempertahankan keputusan yang telah dikeluarkannya terhadap tuduhan penggugat
bahwa keputusan yang digugat itu melawan hukum.
Akan tetapi selama hal itu belum
diputus oleh Pengadilan, maka keputusan tata negara harus dianggap menurut
hukum.
Dan proses dimuka pengadilan tata
usaha negara, memang dimaksudkan untuk menguji apakah dugaan bahwa keputusan
tata usaha negara yang digugat itu melawan hukum beralasan atau tidak. Itulah
dasar hukum acara tata usaha negara yang bertolak dari anggapan bahwa keputusan
tata usaha negara itu selalu menurut hukum. Dari segi perlindungan hukum, maka
hukum acara tata usaha negara, yang merupakan sarana hukum untuk dalam keadaan
konkrit meniadakan anggapan tersebut. Oleh karena itu, pada asasnya selama hal
tersebut belum diputuskan oleh Pengadilan, maka keputusan tata usaha negara
yang digugat itu tetap dianggap menurut hukum dapat dilaksanakan.
Akan tetapi dalam keadaan tertentu,
penggugat dapat mengajukan permohonan agar selama proses berjalan, keputusan
tata usaha negara yang digugat itu diperintahkan ditunda pelaksanannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar