Translate

Jumat, 01 November 2013

PASAL 372 Ttg PENGGELAPAN

P E N G G E L A P A N  (V E R D U I S T E R I N G) 


BAB XXIV.
PASAL 372 KUHPidana : Barangsiapa dengan sengaja menguasai secara melawan hukum, seuatu benda yang seluruhnya atau sebahagian adalah kepunyaan orang lain, yang berada padanya bukan karena kejahatan, karena salah telah melakukan penggelapan, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau dengan hukuman denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah.

UNSUR OBYEKTIF :
a. Perbuatan materiel MEMILIKI (ZICHT TOEEIGENEN);
b. Sesuatu BENDA (EENIGGOED);
c. MILIK ORANG LAIN seluruh maupun sebagian;
d. BENDA TERSEBUT, BERADA DALAM KEKUASAANNYA BUKAN KARENA KEJAHATAN.

UNSUR SUBYEKTIF :
a. Dengan sengaja (UPZETTELIJK);
b. Secara melawan hukum (WEDERRECHTALIJK).


* Perkataan “menguasai secara melawan hukum” diatas adalah terjemahan dari perkataan “wederrechtelyk zich toeeigent”, yang menurut Memorie van Toelichting ditafsirkan sebagai “het zich wederrechtelyk als heer en meester gedragen ten aanzien van het goed alsof hij eigenaar is, terwijl hij het niet is” atau “secara melawan hukum menguasai sesuatu benda seolah-olah ia adalah pemilik dari benda tersebut, padahal ia bukanlah pemiliknya”. 
Hoge Raad menafsirkan perbuatan “zich toeeigenen” itu sebagai “menguasai benda milik ornag lain secara bertentangan dengan sifat daripada hak yang dimiliki oleh si pelaku atas benda tersebut”.
Prof. Mr. D. Simons mengartikan “zich toeeigenen” :
“membawa sesuatu benda di bawah kekuasaannya yang nyata sebagaimana yang dapat dilakukan oleh pemiliknya atas benda tersebut, sehingga berakibat bahwa kekuasaan atas benda itu menjadi dilepaskan dari pemiliknya”.

Y U R I S P R U D E N S I

- Kwalifikasi  pasal 372 :
PENGGELAPAN
(PN. Rantau Prapat tanggal 3 Januari 1967 No. 102/1966/Rap.; PT. Medan tanggal 15 Juni 1967 No. 33/1967/PT; MA tanggal 11 Mei 1968 No. 102 K/Kr/1967).

- Untuk membuktikan adanya unsur “Penggelapan” diperlukan :
- terdakwa mengakui ada menerima barang untuk diangkut;
- terdakwa mengetahui bahwa barang tersebut bukan miliknya;
- terdakwa mengakui bahwa barang tersebut telah dipergunakannya tanpa seijin dari saksi;
(PN. Sidikalang tanggal 11 Desember 1967 No. 179/Pid/1967; PT. Medan tanggal 22 April 1968 No. 24/1968/PT.; MA. Tanggal 23 April 1969 No. 95 K/Kr/1968).

- Unsur sengaja dari tindak pidana penggelapan tidak terbukti, apabila jumlah dan keadaan barang tetap sama seperti keadaan semula, serta pihak yang merasa dirugikan (pihak yang berhak) tidak pernah meminta barang tersebut dari tangan/penguasaan sebelum adanya pensitaan oleh pihak Kejaksaan.
(PN. Sumedang tanggal 1 April 1970 No. 132/Pid/1969/Biasa; PT. Bandung tanggal 26 Oktober 1972 No. 35/1970/Pid/PTB; MA tanggal 4 Agustus 1976, No. 39 K/Kr/1973).

- Dalam hal unsur sengaja tidak ditemui dalam perbuatan para tertuduh jo. penuduhan pelanggaran Pasal 372 KUHPidana, para tertuduh harus dinyatakan tidak bersalah terhadap tuduhan ini dan mereka haruslah dibebaskan.
(PN. Sumedang tanggal 1 April 1970 No. 132/Pid/1969/Biasa; PT. Bandung tanggal 26 Oktober 1972 No. 35/1970/Pid/PTB; MA tanggal 4 Agustus 1976, No. 39 K/Kr/1973).

- Seseorang yang berstatus sebagai sub-dealer yang menerima setoran dari pembeli barang (sepeda motor) yang seharusnya disetorkan kepada dealer, akan tetapi uang-uang tersebut telah dipergunakan untuk kepentingan diri sendiri tanpa idzin dari dealer merupakan perbuatan “pemilikan yang bertentangan dengan haknya”, sehingga merupajan perbuatan “penggelapan”.
(PT. Bandung tanggal 11 Januari 1972 No. 55/1972/Pid/PTB; MA tanggal 11 Juli 1974 No. 50 K/Kr/1973).

- Unsur-unsur Pasal 372 KUHPidana :
1. Dengan senagaja memiliki barang tersebut (opzettelijk zich toeeigenen).
2. memiliki barang itu harus melawan hak (wederrechtelijk zich toeeigenen).
3. barang itu harus sudah ada ditangan yang melakukan perbuatan itu, bukan dengan jalan suatu kejahatan (anders dan door misdrijf onder zich hebben).
4. barang itu harus kepunyaan orang lain, sebagian atau seluruhnya (enig goed dat geheel of ten dele aan een ander toebehoort).
(PN. Bogor tanggal 26 Februari 1974 No. 241/1969/Kejakatan; PT. Bandung tanggal 9 Agustus 1074 No. 20/1974/Pid/PTB; MA tanggal 15 Desember 1976 No. 121 K/Kr/1974).

- Sebuah yayasan adalah suatu badan hukum  yang mempunyai hak dan kewajiban yang diatur oleh Undang-Undang, sehingga dalam hal yayasan di maksud mempunyai anggota-anggota terdiri dari buruh suatu perusahaan (PT. Olympia Bandung), maka yang dimaksud dengan orang lain dalam pasal 372 KUHPidana, termasuk pula yayasan dimaksud.

- Unsur-unsur pasal 372 KUHPidana adalah :
1. yang bersalah bermaksud memiliki barang itu;
2. barang itu harus kepunyaan orang lain seluruhnya atau sebagian;
3. barang itu sudah harus ada ditangan yang melakukan perbuatan bukan dengan sesuatu kejahatan;
4. memiliki barang tersebut harus tanpa hak.
(PN. Bandung tanggal 15 April 1974 No. 1200/73.Singkat; PT. Bandung tanggal 29 Mei 1975 No. 43/1974/Pid/PTB; MA tanggal 13 Juli 1977 No. 73 K/Kr/1976).

- Selaku Direktur PT, tertuduh bertanggung jawab kepada rapat umum para pemegang saham dari PT tersebut, dalam hal yang dipertanggungjawabkan adalah mngenai soal pertanggungan jawaban formil (formele verantwoordelijkheid) yang berhubungan dengan soal-soal kebijaksanaan (beleid), akan tetapi apabila disamping pengurus dan kebijaksanaan atau beleid yang dijalankan itu selaku Direktur PT dimaksud, juga memperlihatkan segi-segi kepidanaan maka hal itu menyangkut pertanggungjawaban berdasarkan hukum pidana, dan ia secara langsung dapat dihadapkan ke depan Pengadilan atas perbuatan-perbuatannya sepanjang mengenai pertanggungan jawaban pidananya (strafrechtelijke verant woordelijkheid).
(PN. Bogor tanggal 26 Februari 1974 No. 241/1969/Kejahatan; PT. Bandung tanggal 9 Agustus 1974 No. 20/1974/Pid/PTB; MA tanggal 15 Desember 1976 No. 121 K/Kr/1974).

- Dalam perkara penggelapan, para tertuduh yang dinyatakan sebagai sub dealer dari suatu perusahaan (Fa. Timur Barat) maka para tertuduh secara berturut-turut berstatus  sebagai penerima kuasa (last-hebber) dari perusahaan tersebut dan karena itu berhak untuk mendapatkan komisi.
(PT. Bandung tanggal 11 Januari 1973 No. 55/1072/Pid/PTB, MA tanggal 11 Juli 1974 No. 50 K/Kr/1973).
- Tuduhan melakukan penggelapan tidak ternukti, apabila tidak ada seorangpun yang merasa dirugikan, bahka kepentingan masyrakat terlayani dan tertuduh tidak memperoleh untung.
(PN. Sukabumi tanggal 20 Januari 1970 No. 77/1968/Pidana).

- Walaupun tertuduh mungkir keras, delik “penggelapan uang jo pasal 372 KUHPidana” terbukti, jika ternyata tertuduh sebagai pemegang kas yang bertanggung jawab atas pemasukan dan pengeluaran uang perusahaan, telah mempergunakan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi, dengan jalan mengeluarkan kasbon-kasbon yang tidak dapat dipertanggungjawabkannya baik secara administrative maupun secara riel.
(PN. Cirebon tanggal 5 Juli 1972 No. 12/1972 B).

- Unsur-unsur penggelapan pasal 372 KUHP adalah :
- sengaja memiliki dengan melawan hak;
- barang yang sebagian atau yang seluruhnya milik orang lain;
- barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan.
(PN. Cirebon tanggal 5 Juli 1972 No. 12/1972 B.)

- Unsur memiliki dalam pasal 372 K.U.H.P. berarti menguasai suatu benda bertentangan dengan sifat dari hak yang dimiliki atas benda itu.
(Putusan Mahkamah Agung tanggal 11-8-1959 No. 69 K/Kr/1959 dalam perkara Soetomo Soemopawiro bin Soemopawiro).

- Soal apakah perbuatan penuntut kasasi menimbulkan kerugian atau tidak, tidaklah merupakan unsur dari tindak pidana penggelapan.
(Putusan Mahkamah Agung tanggal 13-12-1963 No. 101 K/Kr/1963 dalam perkara Ir. Mursaid Kromosudarmo).

- Yang diartikan dengan kata memiliki (toeeigenen) sebagai termaksud dalam pasal 374 K.U.H.P ialah menguasai barang bertentangan dengan hak yang dipunyai seseorang atas barang tersebut (toeeigenen is een “beschikken” over het goed in strijd met de aard van het recht, dat men over dat goed uitoefent) maka penggunaan uang oleh seorang pegawai negeri untuk keperluan lain (meskipun untuk itu dibuatkan bon) dari pada yang telah ditentukan merupakan kejahatan termaksud dalam pasal 374 K.U.H.P.
(Putusan Mahkamah Agung tanggal 8-5-1957 No. 83 K/Kr/1956 dalam perkara Majidin Manorsa Siagian).


- Perkataan “memiliki” dan “menggelapkan” dalam pasal 372 dan 415 K.U.H.P. tidak selalu mengandung sifat bermanfaat bagi diri pribadi.
(Putusan Mahkamah Agung tanggal 7-4-1956 No. 92 K/Kr/1955 dalam perkara Mas Soepii Adiwidjojo).

- Dengan merubah kata “mengambil” dalam tuduhan menjadi “memiliki” Pengadilan Tinggi tidak melanggar pasal 282 (2) H.I.R., karena dari penjelasan yang mengikuti kata tersebut “yakni barang yang dipegang olehnya bukan karena kejahatan” dapat disimpulkan bahwa masalahnya hanyalah masalah perbedaan penerjemahan kata “zich toeeigenen”.
(Putusan Mahkamah Agung tanggal 25-2-1958 No. 308 K/Kr/1957 dalam perkara Ali bin Said Badjeri)

- Dalam hal seseorang diwajibkan menjual barang kepada pihak-pihak tertentu, ia dapat dianggap melakukan kejahatan penggelapan apabila ia menjual barang yang bersangkutan kepada orang lain.
(Putusan Mahkamah Agung tanggal 22-9-1956 No. 33 K/Kr/1956 dalam perkara Benyamin Alwien Rozenberg).

- Seorang dealer yang bertindak atas nama dan untuk firma tertentu yang tidak menyerahkan kepada firma tersebut seluruh uang penjualan yang diterimanya dari para pembeli, melainkan mempergunakannya untuk kepentingan sendiri tanpa izin dari firma melakukan tindakan pemilikan tanpa hak dan oleh karenanya dipersalahkan melakukan penggelapan.
(Putusan Mahkamah Agung tanggal 28-8-1974 No. 50 K/Kr/1973 dalam perkara I. R. Ibrahim Karnadiputra, II. Usman Pagardjati).

- Dengan penerimaan kembali oleh orang yang dirugikan sebagian dari uang yang digelapkan, sifat kepidanaan dari perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tidak berubah menjadi keperdataan.
(Putusan Mahkamah Agung tanggal 8-2-1958 No. 242 K/Kr/1957 dalam perkara Malbari bin Akwan).

- Pembayaran kembali uang pada tanggal 13 September 1956 tidak meniadakan sifat tindak pidana dari perbuatan yang menurut surat tuduhan telah dilakukan oleh terdakwa pada waktu antara September 1956 dan Desember 1956.
(Putusan Mahkamah Agung tanggal 10-11-1959 No. 183 K/Kr/1959 dalam perkara  R. Sasmito Amidjojo bin R. Sastroamidjojo).

- Terdakwa sebagai penyelenggara arisan dalam perkara ini, karena tidak menyerahkan uang arisan yang telah terkumpul kepada anggota yang berhak telah melakukan penggelapan dan tidak tepat kalau arisan sebagai hubungan pinjam meminjam tanpa bunga.
(Putusan Mahkamah Agung tanggal 19-11-1973 No. 106 K/Kr/1973 dalam perkara Ny. Misnan Darmosoekarto).

- Karena para terdakwa telah menjual kain blacu itu kepada orang luar daerah pasuruan, sedang kain blacu ini mereka peroleh dalam kedudukan sebagai penyalur untuk masyarakat dan jawatan-jawatan di daerah Pasuruan, mereka telah berbuat menyimpang dari sifat tujuan penerimaan kain blacu tersebut kepada mereka sehingga perbuatan mereka harus dianggap sebagai pemilikan secara melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja. 
(Putusan Mahkamah Agung tanggal 28-8-1965 N0. 68 K/Kr/1965 dalam perkara 1. Pek Tjie Sing, 2. Lauw Kong Kie)

- Walaupun tidak menyebabkan batalnya seluruh putusan, namun karena Pasal 372 KUHPidana telah menyebu-nyebut “Penggelapan yang dilakukan bersama-sama”, maka perlu kwalifikasi dari amar putusan tersebut sehingga berbunyi :
Menyatakan terdakwa-terdakwa tersebut di atas masing-masing bersalah malakukan kejahatan “penggelapan”.
(Putusan Mahkamah Agung tanggal 28-8-1974 No. 50 K/Kr/1973 dalam perkara 1. R. Ibrahim Karnadiputra, 2. Usman Pagardjati)

- Pasal 374 KUHPidana hanyalah pemberatan dari Pasal 372 KUHPidana, yaitu apabila dilakukan dalam hubungan jabatan, sehingga kalau Pasal 374 KUHPidana dapat dibuktikan maka Pasal 372 KUHPidana dengan sendirinya dapat dibuktikan juga.
(Putusan Mahkamah Agung tanggal 25-9-1975 No. 35 K /Kr/1975 dalam perkara Abdul Roni bin Muhamad).

- Bahwa kuasa Direksi tidak menganggap perlu untuk mengadukan penuntut kasasi kepada Polisi, tidaklah menutup wewenang Penuntut Umum untuk menuntut perkara ini di muka Hakim karena tindak pidana penggelapan bukan suatu delik aduan.
(Putusan Mahkamah Agung tanggal 18-10-1967 No. 129 K/Kr/1966)

- Untuk dapat dianggap melakukan penggelapan dalam kedudukan “penguasaan pribadi” (persoonlijke dienstbetrekking) tidak harus si pembuat mendapatkan upah, melainkan sebagaimana telah dengan tepat dipertimbangkan oleh Pengadilan Tinggi, cukuplah penggelapan itu dilakukan dalam rangka pelaksanaan suatu tugas resmi yang diberikan kepadanya, ialah dalam perkara ini berdasarkan surat keputusan dari Pemerintah/Ketuan J.B.P.P Dati II Sukabumi Bupati KHD tk. II Sukabumi tgl 16 Juli 1963, surat perjanjian antara Bupati kdh tersebut tgl. 2 September 1963 untuk membeli beras keperluan Pemerintah Daerah Dati II Sukabumi/J.B.P.P.
(Putusan Mahkamah Agung tgl. 16-4-1966 No. 144 K/Kr/1966)

- Para penuntut kasasi telah dengan tepat dipersalahkan melanggar pasal 374 KUHPidana karena uang sumbangan Dana Irian Barat (yang telah mereka terima selaku pengurus OPS Syrup/Saribuah dari para anggauta OPS tersebut untuk disampaikan kepada Panitia Dana Perjuangan Irian Barat) hanya boleh disimpan dalam Bank yang telah ditunjuk untuk itu yaitu Bank Nasional Indonesia, sedang mereka menyimpannya di suatu Bank lain yang tidak diberitahukan kepada Panitia Dana Perjuangan Irian Barat dan juga mereka menggunakannya untuk keperluan lain daripada tujuan yang dimaksudkan oleh Panitia.
(Putusan Mahkamah Agung tanggal 5-4-1969 No. 104 K/Kr/1967)

- Unsur-unsur delik penggelapan sebagaimana tercantum dalam pasal 372 KUHP adalah :
- dengan sengaja dan melawan hukum memiliki;
- suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain;
- barang tersebut ada padanya bukan karena asal kejahatan.
(Pengadilan Negeri Tulungagung tanggal 1 Februari 1974 Nomor 58/1972 Pid; Mahkamah Agung tanggal 12 Desember 1973, nomor 106 K/Kr/1973).

- (Pengadilan Negeri Nganjuk tanggal 2 November 1970 nomor 19/1970 Pid; Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 13 Maret 1972, nomor 13/1971 Pid).

- Penguasaan uang orang lain oleh seseorang adalah berlainan dengan penguasaan benda (misalnya sepeda) orang lain karena setiap waktu ia dapat menggunakan uang tersebut dan mengganti dengan uang lain.
(Pengadilan Negeri Bondowoso tanggal 24 Mei 1965 nomor 809/1964 B; Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 16 Juli 1968 nomor 34/1968 Pid; Mahkamah Agung tangal 18 Juli 1970 nomor 24 K/Kr/1969).

- Penitipan uang sebanyak Rp. 103.000,- oleh terdakwa I kepada pihak Kejaksaan Negeri yang dilakukan setelah ia diusut oleh Polisi/Kejaksaan, tidaklah menghapus kesalahan terdakwa; karena apabila terdakwa I tidak dilaporkan kepada yang berwajib ada kemungkinan terdakwa I tidak/belum akan mengembalikannya.
(Pengadilan Negeri Bondowoso tanggal 24 Mei 1965 nomor 809/1964 B; Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 16 Juli 1968 nomor 34/1968 Pid; Mahkamah Agung tangal 18 Juli 1970 nomor 24 K/Kr/1969).
- Suatu jual beli yang diagantungkan pada suatu batas waktu tertentu yang oleh yang bersangkutan tidak dipenuhi, dengan masih dikuasainya barang tersebut seolah-olah sebagai milik sendiri, adalah suatu perbuatan pidana yang membonceng perbuatan sipil, yang berujud seolah-oleh suatu hubungan hutang piutang.
(Pengadilan Negeri Nganjuk tanggal 2 November 1970, nomor 19/1970 Pid; Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 13 Maret 1972 nomor 13/1971 Pid).

- Uang yang diterima terdakwa I dari terdakwa VI itu hanya Rp. 700.000,- dan baru sekali, sehingga Pengadilan berpendapat tidak memperoleh alasan yang kuat bahwa terdakwa I telah memperkaya diri sendiri atau orang lain.
(Pengadilan Negeri Pamekasan tanggal 20 Juli 1965 nomor 11/1965 Pid; Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 28 September 1965 nomor 109/1965 Pid; Mahkamah Agung tanggal 29 Maret 1967 nomor 79 K/Kr/1966).

- Perbuatan-perbuatan sebagaimana dilakukan oleh terdakwa dapat dianggap sebagai pelaksana dari suatu niat/kehendak untuk menguntungkan diri sendiri dengan jalan menipu.
(Pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 18 Maret 1965 nomor 16/1965 Pid; Mahkamah Agung tanggal 22 Maret 1966 nomor 120 K/Kr/1965).

Intisari  Yurisprudensi Pidana dan Perdata

- Dengan penerimaan kembali oleh orang yang dirugikan sebagian dari uang yang digelapkan sifat kepidanaan dari perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tidak berubah menjadi keperdataan.
- Terdakwa, pemilik dari barang-barang yang ia serahkan secara fiduciair eigendom kepada orang lain dan terima kembali barang-barang itu sebagai pinjaman, telah melakukan penggelapan jikalau ia menjual barang-barang itu kepada lain orang.
- Pengembalian uang yang digelapkan kepada yang berhak tidak mempengaruhi sahnya penuntut kasasi terhadap tindak pidana, penggelapan itu.
- Dalam perkataan “memiliki” maupun “menggelapkan” dari pasal 372 dan 415 KUHP tidak harus mengandung sifat bermanfaat bagi diri pribadi dari orang yang memiliki.
- Unsur memiliki dalam pasal 372 KUHP berarti : menguasai suatu benda bertentangan dengan sifat dari hak dimiliki atas benda itu.
- Para tertuntut kasasi memperoleh kain blacu dalam kedudukan sebagai penyalur kain blacu itu untuk daerah Pasuruan untuk disalurkan pada masyarakat dan jawatan-jawatan  di daerah Pasuruan dan telah menjualkannya kepada orang lain di tempat luar Pasuruan, maka kain blacu itu oleh para tertuntut kasasi diperlakukan menyimpang dari sifat dan tujuannya semula pada saat mereka memperolehnya, sehingga penjualan kain blacu yang menyimpang tersebut harus dianggap sebagai suatu tindakan memiliki secara melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja, maka tindakan para tertuntut-kasasi haruslah dianggap sebagai penggelapan menurut pasal 372 KUHP.
- Dalam hal seorang pemegang hak diwajibkan menjual barang itu kepada pihak tertentu ia dapat dianggap melakukan kejahatan penggelapan barang, apabila ia menjual barang kepada orang lain.
- Yang diartikan dengan perkataan memiliki (toe-eigening) sebagaimana yang dimaksud ialah menguasai sesuatu barang bertentangan dengan sifat dari hak yang dijalankan seseorang atas barang-barang tersebut (toe-eigening is een “beschikken” over het goed in strijd met de aard van het recht, dat men over goed uitoefent), maka uang yang digunakan oleh seseorang pegawai negeri untuk keperluan lain (meskipun untuk itu dibikin suatu bon) dari pada yang ditentukan untuk uang itu, merupakan kejahatan yang dimaksud dalam pasal 374 KUHP.

Yurisprudensi Jawa Barat 1969-1972

- Unsur-unsur dari delik Penggelapan adalah :
a. dengan sengaja telah memiliki dengan melawan hukum;
b. sesuatu barang yang sebagian atau seluruhnya adalah milik orang lain, bukan milik terdakwa;
c. barang tersebut ada dalam tangannya bukan karena kejahatan;
d. digunakan untuk kepentingannya sendiri;
e. diberi tujuan lain daripada yang semestinya.
(PN Cirebon tgl. 8 Februari 1971 No. 408/1970.S)
- Unsur-unsur dari delik Penggelapan adalah :
a. dengan sengaja telah memiliki dengan melawan hukum;
b. sesuatu barang yang sebagian atau seluruhnya adalah milik orang lain, bukan milik terdakwa;
c. barang-barang tersebut ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dan
d. digunakan untuk kepentingannya sendiri; atau
e. diberi tujuan lain daripada yang semestinya.
(PN Cirebon tgl. 8 Februari 1971 No. 407/1970.S)
- Unsur pokok daripada tindak pidana penggelapan adalah : memberi tujuan lain/yang menyimpang terhadap barang yang dipercayakan padanya.
(PN Kuningan tgl. 21 September 1970 No. 19/1970.S.PN.Kng)
- Tindak pidana “Penggelapan” tidak terbukti apabila ternyata Terdakwa tidak memberi tujuan lain/yang menyimpang terhadap “barang” yang dipercayakan kepadanya.
(PN Kuningan tgl. 21 September 1970 No. 19/1970.S.PN.Kng)

- Unsur memiliki :
1. Unsur “memiliki secara melawan hukum” dalam kejahatan Penggelapan tidak terbukti bila barang tersebut dalam kenyataannya masih berada dalam kekuasaan tertuduh pada saat ia ditangkap.
(PT Bandung 3 Oktober 1970 No. 48/1970/Pid/PTB)
2. Unsur “memiliki secara melawan hukum” dalam kejahatan Penggelapan tidak terbukti bila barang tersebut dalam kenyataannya masih berada dalam kekuasaan tertuduh pada saat ia ditangkap.
(PN Kuningan 21 September 1970 No. 19/1970.S.PN.Kng)


PASAL 374

Penggelapan yang dilakukan oleh orang atas benda yang berada di bawah kekuasaannya karena hubungan kerja pribadinya, karena mata-pencahariannya atau karena mendapat upah, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun.

Perkataan “hubungan kerja pribadi” di dalam pasal ini adalah terjemahan dari perkataan “persoonlijke dienstbeterekking” dan perkataan “mata pencaharian” adalah terjemahan dari perkataan “beroep” yang kedua-duanya harus diperbedakan dengan pengertian “ambt” atau “jabatan”, karena dua hal yang tersebut terdahulu itu tidak ada hubungannya dengan jabatan, jadi tidak ada pula hubungan dengan pegawai negeri. Benda yang dikuasai seseorang dalam “hubungan kerja pribadi” itu adalah misalnya uang belanja yang dikuasai seorang pembantu rumah tangga yang diperintahkan oleh majikannya untuk nernelanja ke pasar. Benda yang dikuasai seseorang “karena mata pencahariannya”itu adalah uang perusahaan yang dikuasai olehs eorang kassier yang bekerja pada perusahaan tersebut. Benda yang dikuasai oleh seseorang “karena mendapat upah” adalah misalnya sebuah sepeda motor yang dikuasai oleh seorang penjaga kendaraan yang memperoleh imbalan jasa karena menjaga sepeda motor tersebut . Apabila benda-benda yang dikuasai oleh orang-orang semacam itu kemudian digelapkan oleh orang tersebut, maka ia telah melanggar ketentuan pasal 374 KUHP ini.

HUKUM PIDANA INDONESIA (Lamintang)
- Di dalam kejahatan ini hal “menguasai sesuatu benda karena hubungan kerja pribadinya” merupakan keadaan pribadi yang menyebabkan orang dapat dituntut menurut pasal 374 KUHP ini. Mereka yang tidak memiliki keadaan pribadi semacam itu tidak dapat melakukan kejahatan menurut pasal ini. Apabila ia adalah orang yang melakukan perbuatan itu secara nyata bersama dengan orang lain yang memiliki keadaan pribadi semacam itu, maka ia adalah orang yang “turut serta” melakukan kejahatan tersebut.
(HR 21 Juni 1926, Nj. 1926, 955 W.11541)
- Pengertian “benda” di dalam pasal ini tidaklah disyaratkan lain, selain dengan syarat-syarat yang telah ditentukan untuk pengertian benda di dalam kejahatan penggelapan biasa. Dalam hal ini tidaklah perlu bahwa benda yang digelapkan itu adalah kepunyaan orang, dengan siapa si pelaku mempunyai hubungan kerja secara pribadi.
(HR 23 Juni 1930 Nj. 1930, 1532, W. 12176)
- Yang dimaksudkan dengan “hubungan kerja pribadi” adalah hubungan kerja yang timbul karena perjanjian kerja, antara lain dengan pengurus suatu perseroan terbatas.
(HR 23 Desember 1907 W. 8637; 16 Februari 1942, 1942 No. 670)
- Yang diartikan dengan perkataan memiliki (toeeigenen) sebagai termaksud di dalam pasal 374 KUHP ialah menguasai barang bertentangan dengan hak yang dipunyai seseorang atas barang tersebut (toeeigening is een “beschikken” over het goed in strijd met de de aard van het recht, dat men over dat goed uit-oefent), maka penggunaan uang oleh seorang pegawai negeri untuk keperluan lain (meskipun untuk itu dibuatkan bon) daripada yang telah ditentukan merupakan kejahatan termaksud pada pasal 374 KUHP.
(MA 8 Mei 1957 No. 83 K/Kr/1956)
- Pasal 374 KUHP hanyalah pemberatan dari pasal 372 KUHP, yaitu apabila dilakukan dalam hubungan jabatan, sehingga kalau pasal 374 KUHP dapat dibuktikan, maka pasal 372 KUHP dengan sendirinya dapat dibuktikan juga.
(MA 25 September 1975 No. 35 K/Kr/1975)
- Untuk dapat dianggap melakukan penggelapan dalam kedudukan “penguasaan pribadi” (persoonlijke dientsbetrekking) tidak harus si pembuat mendapatkan upah, melainkan sebagaimana telah dengan tepat dipertimbangkan oleh Pengadilan Tinggi, cukuplah penggelapan itu dilakukan dalam rangka pelaksanaan sesuatu tugas resmi yang diberikan kepadanya, ialah dalam perkara ini berdasarkan surat keputusan dari Pemerintah/Ketua JBPP Dati II Sukabumi Bupati Kepala Daerah tk. II Sukabumi tanggal 16 Juli 1963, surat perjanjian antara Bupati Kepala Daerah tersebut tanggal 2 September 1963 untuk membeli beras keperluan Pemerintah Daerah Tingkat II Sukabumi/JBPP.
(MA 16 April 1966 No. 144 K/Kr/1966)
- Para penuntut kasasi telah dengan tepat dipersalahkan melanggar pasal 374 KUHP karena uang sumbangan Dana Irian Barat (yang telah mereka terima selaku pengurus OPS Syrup/Saribuah dari para anggota OPS tersebut untuk disampaikan kepada Panitia Dana Perjoangan Irian Barat) hanya boleh disimpan dalam Bank yang telah ditunjuk untuk itu, yaitu Bank Nasional Indonesia, sedang mereka menyimpannya di suatu Bank lain yang tidak diberitahukan kepada Panitya Dana Perjoangan Irian Barat dan juga mereka menggunakannya untuk keperluan lain daripada tujuan yang dimaksudkan oleh Panitya.
(MA 8 April 1969 No. 104 K/Kr/1967)
Yurisprudensi Jawa Barat 1969-1972

- Kwalifikasi delik daripada pasal 374 KUHP adalah Penggelapan dilakukan oleh orang yang memegang barang itu karena jabatannya sendiri.
(PT Bandung tgl. 29 Juni 1972 No. 53/1971/Pid/PTB)
- Kejahatan yang diancam dengan pasal 374 KUHP “Penggelapan dengan Pemberatan” mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
1. Terdakwa mempunyai maksud memiliki barang tersebut;
2. Barang itu harus kepunyaan orang lian, sebagian atau seluruhnya;
3. Barang itu sudah ada di tangan yang melakukan perbuatan itu, bukan dengan jalan sesuatu kejahatan;
4. Memiliki barang tersebut tanpa hak;
5. Unsur tambahan : Dalam hal ini diharuskan adanya hubungan kerja.
(PN Bekasi 22 Oktober 1970 No. 7/1968/Kts.Bks)




























































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































































YURISPRUDENSI (Mengenai Gugatan)

Yurisprudensi Daerah Istimewa Aceh (1977-1979)

Pihak yang berhak mengajukan surat gugatan.
- Tuntutan Penggugat untuk menghukum Tergugat membuka kembali gang jalan yang terletak di atas tanah milik Negara yang dikuasai Kota Madya tidak dapat dikiabulkan karena dalam hal ini yang dirugikan adalah Kota Madya dan Kota Madya berwenang untuk menyuruh membuka kembali gang tersebut.
(M.A. tgl. 31 Januari 1977 No. 748 K/Sip/1973)

Perubahan surat gugatan.
- Perubahan surat gugatan di muka persidangan dapat dibenarkan asal Tergugat tidak keberatan.
(M.A. tgl. 18 April 1977 No. 965 K/Sip/1977)

Perubahan gugatan.
- Penambahan gugatan yang disampaikan olel Penggugat di persidangan yang tidak bertentangan dengan hokum, dapat dikabulkan.
(P.T. Banda Aceh tgl. 14 April 1975 No. 26/1975)

Gugatan rekonvensi
- Gugatan rekonvensi dari Tergugat-Tergugat untuk memperoleh ganti rugi disebabkan adanya gugatan dari Penggugat terhadap Tergugat-Tergugat dipandang tidak beralasan, karena dihukumnya Tergugat-Tergugat untuk membayar hutang mereka kepada Penggugat.
(P.N.  Banda Aceh tgl. 5 Nopember 1973 No. 28/1973 Gg).

Lain-lain.
- Tuntutan provisional merupakan gugatan yang berdiri sendiri (een zelfstandige vordering) di samping gugatan pokok dan keputusannya merupakan eindvonnis.
(M.A. tgl. 18 April 1977 No. 1265 K/Sip/1975).

PEMBINAAN/YURISPRUDENSI DI SUMATERA BAGIAN SELATAN (1976/1977)

Syarat-syarat formil dari pada Surat Gugatan
- Surat gugatan yang dibubuhi tanda sidik jari Penggugat, akan tetapi tidak disahkan oleh pejabat yang berhak sebagaimana dimaksud oleh pasal 286 ayat 2 R.Bg jo pasal 1 Lembaran Negara Tahun 1916 No. 46, sebagaimana telah diubah dengan Lembaran Negara Tahun 1919 No. 776, maka gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima.
(P.T. Plg. Tgl. 26 Agustus 1972 Reg. No. 81/1972/PT.Perdt).
Isi surat gugatan
- Dalam hal istilah-istilah yang dipergunakan Penggugat di dalam surat permohonan gugatannya kurang tepat, akan tetapi berhubung  dengan baru terbentuknya Pengadilan Negeri Kayu Agung, maka lancarnya jalannya hokum, cukuplah ditinjau kepada isi tujuan surat gugat tersebut.
(P.T. Plg. Tgl. 14 Juli 1966 Reg. No. 41/1964/PT. Perdt).

- Dalam hal petitum yang bersifat alternative maka Hakim harus memilih petitum yang mana yang dapat dikabulkan.
(M.A. tgl. 20 Mei 1975 Reg. No. 132 K/Sip/1971).

- Permohonan Uitvoerbaar bij voorraad hanya dapat dikabulkan dalam hal sengketa terhadap barang jaminan tak bergerak yang berada dalam hubungan kontrak/sewa menyewa.
(M.A. tgl. 15 Oktober 1973 Reg. No. 689 K/Sip/1973)

- Tuntutan ganti rugi yang tidak dapat dibuktikan secara jelas dipersidangan harus ditolak.
(P.T. Plg. Tgl. 31 Maret 1973 Reg. No. 4/1973/PT. Perdt).

- Untuk menentukan berwenang atau tidaknya Pengadilan Negeri memeriksa dan mengadili suatu perkara dilihat dari pokok gugatan dari Penggugat.
(P.N. Jambi tgl. 23 Desember 1972 Reg. No. 72/PN/1972 Perdt).

- Tuntutan untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan 10% sebulan, karena obyek perjanjian adalah emas murni, tidak dapat diyakini oleh Hakim, oleh karenanya harus ditolak.
(P.T. Plg. Tgl. 28 Juli 1973 Reg. No. 94/1973/PT.Perdt)

Surat gugatan yang belum lengkap
- Dalam suatu perkara dimana Tergugat kemudian meninggal dunia, maka Pengadilan memerintahkan agar ahli warisnya diberitahu untuk menggantikannya kepada Panitera.
(P.T. Plg. Tgl 30 Januari 1973 Reg. No 1/1973/PT.Perdt)

Pengurangan gugatan (tuntutan) dalam surat gugatan di persdangan.
- Pengurangan gugatan yang bersifat merobah gugatan harus dikesampingkan dan karenanya sudah selayaknya tidak dapat diterima.
(P.T. Plg. Tgl. 13 Maret 1968 Reg.No : 10/1964/Perdt).



Pihak yang berhak mengajukan surat gugat
- Bilamana terdapat 2 orang Penggugat dalam perkara, baik dari dalil gugatan, maupun dari hasil pemeriksaan, ternyata salah seorang di antara penggugat tersebut tiada kepentingan untuk turut mengajukan gugatan, maka tuntutan dari penggugat yang tersebut belakangan tadi harus dinyatakan tidak dapat diterima.
(P.T. Plg. Tgl. 16 Juni 1966 Reg. No. 18/1965/PT. Perdt).

Perubahan gugatan
- Perubahan gugatan dalam surat gugatan dapat dikabulkan asal permohonan tersebut tidak merugikan tergugat secara tidak wajar.
(P.N. Curup tgl. 13-9-1967 Reg. No. 27/1967/Perdt).

Gugatan Ne Bis In Idem
- Dalam perkara warisan/perdata di mana sebelumnya telah pernah diajukan oleh Mahkamah Syariah berlakulah azas Ne Bis In Idem.
(P.T. Plg. Tgl. 27 Maret 1973 Reg. No. 107/1972/PT.Perdt)

- Dalam suatu perkara, dimana sebelumnya telah mendapat suatu putusan yang pasti (in van gewijsde) antara pihak-pihak yang sama maka gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvanklijk verklaard).
(M.A. tgl 25 Oktober 1972 Reg. No. 68 K/Sip/1972)

- Suatu gugatan yang telah mendapat Keputusan Hukum yang pasti yang dimajukan terhadap objek dan subjek yang sama, gugatan tersebut tidak dapat dimajukan lagi (Ne Bis In Idem).
(P.T. Plg. Tgl. 13 Agustus 1967 Reg. No. 143/1967/PT.Perdt).

- Terhadap perkara yang mengenai objek yang sama (yang itu-itu juga) tidak dapat dipertimbangkan untuk kedua kalinya.
(M.A. tgl. 2 Nopember 1966 Reg. no. 430 K/Sip/1966)

Gugatan rekonvensi
- Gugatan rekonvensi yang tidak disangkal harus dikabulkan.
(P.T. Plg. Tgl 3 Agustus 1968 Reg. No 89/1965/PT. Perdt)

- Gugatan rekonvensi yang tidak diajukan sekaligus bersama-sama dengan jawaban seperti diharuskan Undang-Undang pasal 158 (1) R.Bg harus dinyatakan tidak dapat diterima.
P.T. Plg. 30 Juli 1968 Reg. No. 8/1968/PT. Perdt)

- Pembebanan pembayaran sejumlah uang, meskipun tidak dituntut oleh tergugat rekonvensi dapat dibenarkan oleh hukum, karena pembebanan ini tidak merupakan pemberian lebih dari pada pertitum gugatan reconvensi, tetapi berupa pengurangan dari pada permohonan tersebut.
(P.T. Plg. Tgl. 10 Maret 1971 Reg. no. 114/1969/PT.Perdt)

Gugatan yang kedaluarsa.
- Dalam suatu gugatan perkara sengketa tanah, di mana penggugat sebelumnya tidak pernah mengajukan gugatan ataupun tuntutan berupa apapun juga di luar Pengadilan, haruslah dianggap bahwa tergugat telah dibiarkan secara terus menerus menguasai tanah sengketa dalam masa yang begitu lama, sehingga berdasarkan kedaluarsa gugatan penggugat harus ditolak.
(P.T. Plg. Tgl. 28 Juni 1968 No. 153/1967/PT.Perdt)

Gugatan yang tidak jelas.
- Dalam hal gugatan penggugat meragukan Hakim apakah betul-betul rumah yang disengketakan itu milik penggugat, walaupun ia telah mengajukan alat-alat bukti maka gugatan harus ditolak.
(P.T. Plg. 21 Januari 1970 Reg. No. 246 K/Sip/1969)

Lain-lain.
- Dalam suatu perkara/sengketa tanah, dengan tanpa mempersoalkan siapakah yang sebenarnya berhak atas tanah sengketa, maka keadaan status tanah sengketa harus dikembalikan kepada keadaan semula setelah hal tersebut dilaksanakan, maka siapapun yang kemudian berhak sebagai pemilik dapat mengajukan Gugatan Baru kepada yang berwajib.
(P.T. Plg tgl. 12 September 1966 Reg. No. 22/1964/PT. Perdt)

- Dalam suatu perkara bilamana tergugat adalah paman dari penggugat, apabila penggugat menuntut ganti kerugian, karena hasil sawah dan kebun kopi yang telah diambil tergugat, selama sawah dan kebon kopi tersebut dikerjakan oleh tergugat, sejak penggugat belum dewasa dan melihat hubungan keluarga/kekeluargaan kedua belah pihak, wajarlah seorang keponakan memberikan nafkah kepada pamannya, maupun sebaliknya, karena itu gugatan yang demikian itu harus dinyatakan tidak dapat diterima.
(P.T. Plg tgl. 29 Maret 1968 Reg. No. 15/1966/PT.Perdt)

- Dalam hal alat-alat bukti yang diajukan penggugat tidaklah membuktikan/mendukung dalil-dalil penggugat, maka gugatan harus ditolak.
(M.A. tgl. 21 Januari 1970 Reg. No. 246 K/Sip/1969)
- Suatu gugatan yang diajukan terhadap tanah sengketa, di mana sebenarnya jual beli yang terjadi antara tergugat dan penggugat hanyalah terhadap hak-hak yang terletak di atas tanah sengketa, bukanlah berarti jual beli terhadap tanahnya, karena itu gugatan penggugat harus ditolak.
(P.T. Plg tgl. 9 Maret 1967 Reg. No. 107/1966/PT. Perdt)

- Gugatan kembali yang tidak mengenai objeknya, sudah sepantasnya ditolak.
(P.T. Plg. Tgl. 15 Juli 1970 Reg. No. 22/1968/PT. Perdt).

- Berdasarkan keterangan para saksi yang diajukan penggugat-pembanding dan bukti surat jual beli, serta sumpah tambahan yang diucapkan penggugat ditambah dengan keterangan Tergugat-terbanding, Penggugat-pembanding telah berhasil membuktikan gugatannya, karena itu harus dikabulkan.
(P.T. Plg. Tgl. 15 Desember 1971 Reg. No. 40/1970/PT.Perdt)

- Dalam hal tanah sengketa yang didalilkan penggugat, tidak disangkal tergugat, harus dianggap benar bahwa tanah itulah yang disengketakan.
(P.N. Plg. Tgl. 9 November 1968 Reg. No. 86/1966/PN.Plg)

- Dalam hal gugatan penggugat sudah ditolak, maka keterangan tergugat dan saksi tergugat tidak perlu dipertimbangkan lagi.
(P.T. Plg. Tgl 6 Desember 1971 Reg. No. 60/1971/PT.Perdt)

- Dalam hal penggugat ternyata telah melakukan pelepasan hak (rechtsverwerking) dan tidak dapat membuktikan dalilnya, gugatan telah ditolak.
(P.T. Plg tgl. 6 Desember 1971 Reg. No. 60/1971/PT.Perdt)

- Dalam menanggapi petitum gugatan penggugat, hakim harus memberikan urutan yang systimatis.
(P.T. Plg tgl. 7 Desember 1971 Reg. No. 77/1971/PT.Perdt).

- Gugatan yang diajukan Penggugat terhadap Tergugat II dan III/Pembanding II dan III, harus ditolak seluruhnya dan sita konservatoir atas barang-barang milik Tergugat II dan III/ Pembanding II dan III harus diangkat, karena ternyata Tergugat II dan III/Pembanding II dan III, sebagai pemborong hanya dapat perintah dari Tergugat I/Pembanding untuk melakukan pembongkaran bangunan yang disewa oleh Penggugat dan kemudian membangun gedung baru.
(P.T. Plg.tgl. 16 Februari 1972 Reg. No. 53/1972/PT.Perdt).
- Dalam hal penggugat tidak menuntut bunga uang, Hakim banding tidak dapat memberikan keputusan yang lebih terhadap apa yang diminta.
(P.T. Plg.tgl. 30 Desember  1972 Reg. No. 110/1972/PT.Perdt) 

- Pengajuan penentuan waris menurut Hukum Islam di mana tidak dijelaskan di dalam posita gugatannya mengenai hubungan ahliw aris si pewaris dan ahli warisnya, adalah tidak terbukti menurut hukum.
(P.T. Plg tgl. 30 Maret 1973 Reg. No. 35/1973/PT.Perdt)

Yurisprudensi Wilayah Hukum PT Ujung Pandang Tahun 1975

Petitum yang bertentangan dengan posita.
- Petitum yang bertentangan dengan posita harus ditolak.
(PT. Ujung Pandang tgl. 8 April 1971 No. 64/1970/P.T/Pdt)

Surat Penggabungan Gugatan
- Pengadilan Negeri dapat menggabungkan beberapa gugatan yang ada hubungan bathin satu sama lain, jika pengabungan itu memudahkan proses dan menhindarkan kemungkinan putusan-putusan yang saling bertentangan.
(MA tgl. 13 Mei 1975 No. 880 K/Sip/1975)

Perubahan Gugatan
- Perubahan tuntutan tidak bertentangan dengan hukum axara perdata asal tidak merubah atau menyimpang dari kejadian materiil, walaupun tidak ada tuntutan subsidiair untuk peradilan yang adil.
(MA tgl. 20 Februari 1971 No. 209 K/Sip/1970)

Perobahan Pewaris
- Meskipun ada perobahan pewaris yaitu dari pewaris yang satu kepada pewaris yang lainnya, bilamana seorang ahli waris mempunyai hak yang sama kepada kedua pewaris tersebut, maka perobahan yang demikian tidak termasuk perobahan yang dimaksud dalam pasal 189 (3) R.Bg. (MA tgl 17 Juli 1965 No. K/Sip/1965)

Eksekusi dalam rekonvensi
- Tuntutan berupa gugatan dalam rekonvensi untuk mengeksekusi putusan Pengadilan Adat tidak dapat diperhatikan karena untuk itu harus ditempuh saluran eksekusi yang biasa berlaku. (PT Makasar tgl. 21 Agustus 1967 No. 191/1961/P.T/Pdt)

Gugatan rekonvensi yang telah diajukan dalam perkara lain.
- Gugatan balasan (rekonvensi) yang diajukan oleh tergugat kepada penggugat, dimana gugatan balasan tersebut oleh tergugat telah dimajukan dalam perkara lain, maka gugatan balasan tersebut tidak dapat dibenarkan.
(PT Makasar tgl. 12 Juli 1962 No. 271a/1959/PT/Pdt)

Gugatan rekonvensi yang tidak disebut
- Tergugat dianggap mengajukan gugatan rekonvensi, meskipun istilah rekonvensi tidak disebut, tetapi tergugat bermaksud demikian di dalam surat jawabannya.
Oleh karena itu meskipun tergugat tidak naik banding gugatan rekonvensi tetap diadili oleh Pengadilan Tinggi.
(PT Ujung Pandang tgl. 8 April 1971 No. 64/1970/PT/Pdt)

Obyek gugatan tidak jelas luas dan batasnya.
- Suatu gugatan terhadap tanah yang tidak jelas mengenai luas dan batasnya harus dinyatakan tidak dapat diterima.
(PN Sengkang tgl 18 Juli 1961 No. 15/1961)

Obyek gugatan tidak jelas jumlahnya.
- Permohonan penggugat agar tergugat dihukum membayar semua hasil yang dinikmatinya yang berasal dari obyek sengketa selama berada dalam kekuasaannya, akan tetapi tidak ada kepastian jumlahnya, tidak dapat dikabulkan, meskipun tergugat dikalahkan dalam perkara tersebut.
(PT Ujung Pandang tgl. 11 April 1967 No. 261/1965/PT/Pdt)

Hasil sengketa barang
- Gugatam untuk mengembalikan hasil dari pada tanah/sawah selama dikuasai tergugat, dimana sawah/tanah tersebut berada dalam tangan/penguasaan tergugat karena persetujuan penggugat sendiri harus di tolak.
(PT Makasar, tgl. 24 Januari 1968 No. 501/1963/PT/Pdt)








YURISPRUDENSI JAWA BARAT 1975/1976

Syarat-syarat formil daripada surat gugatan.
- Gugatan perkara hutang piutang dalam hal yang berhutang adalah dua orang, maka gugatan harus ditujukan kepada kedua orang tersebut. 
(PT Bandung tgl. 28 Maret 1973, No. 15/1973/Perd/PTB)

Isi surat gugatan.
- Dilakukannya suatu masa yang begitu lama tanpa suatu alasan yang sah sebelum diadakan gugatan, merupakan prasangka yang kuat akan ketidakbenaran dasar hukum penggugat untuk tuntutannya.
(MA tgl. 13 April 1976 No. 875 K/Sip/1973)

Surat gugatan yang belum lengkap.
- Gugatan pewarisan yang hanya dilakukan oleh ahli waris dari pihak ibu saja, sedangkan tidak terbukti tentang adanya ahliwaris dari pihak ayah, adalah tidak dapat diterima.
(MA tgl. 23 Maret 1976 No. 1178 K/Sip/1974)
- Gugatan yang tidak sempurna menurut ketentuan hukum acara karena adanya kekeliruan harus dinyatakan tidak dapat diterima.
(MA tgl. 20 Oktober 1976 No. 447 K/Sip/1976)

Pihak yang berhak mengajukan surat gugatan.
- Walaupun dalam posita gugatan dinyatakan bahwa yang mempunyai pihutang terhadap tergugat adalah penggugat dalam perkara ini sedangkan dari pengakuan tergugat serta dari surat bukti yang diajukan oleh penggugat sendiri ternyata bahwa yang mempunyai tagihan terhadap tergugat ialah suami penggugat, namun mengingat penggugat telah mendapat kuasa dari suaminya untuk menagih pihutangnya termaksud dank arena tergugat sendiri tidak pernah mengajukan keberatan terhadap gugatan termaksud diatas, maka penggugat untuk dirinya sendiri dapat menggugat tergugat diforum pengadilan.
(PN Bandung tgl. 27 September 1973 No. 464/72/C/Bdg)
- Apabila tanah-tanah sengketa yang semulanya adalah milik penggugat, tetapi sehubungan dengan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, kemudian diatasnamakan anak-anak dari penggugat, maka tanah-tanah sengketa tersebut menurut hukum tidak lagi merupakan hak milik penggugat, melainkan menjadi hak milik masing-masing anak-anaknya, hingga masing-masing pemiliknya lalu yang berwenang untuk secara sendiri-sendiri menggugat masing-masing dalam perkara yang berdiri sendiri.
(MA tgl. 28 Januari 1976 No. 201 K/Sip/1974).

Perobahan surat gugatan.
- Dalam hal beberapa orang diantara para terbantah ternyata sudah meninggal dunia sewaktu pemeriksaan perkaranya belum lagi dimulai, Hakim akan mengundurkan persidangan agar pembantah mendapat kesempatan merubah surat gugatannya sepanjang mengenai para terbantahnya, yaitu mengganti para terbantahnya yang telah meninggal dunia dengan para ahli warisnya.
(MA tgl. 29 Desember 1975 No. 22 K/Sip/1974)
- Dalam hal dalam surat gugat penggugat sebagai petitum subsidiair mohon agar Hakim menambah gugatannya, apabila dianggapnya kurang, maka Hakim karena jabatannya dapat melengkapi gugatan penggugat.
(MA tgl. 14 Oktober 1975 No. 776 K/Sip/1974)
- Tuntutan yang diajukan sewaktu perkaranya berjalan dan tidak disebut-sebut dalam pokok gugatannya harus dikesampingkan.
(PN Bandung tgl. 14 Maret 1968 No. 154/1967/Sip)
- Permohonan penggugat yang diajukan sewaktu pemeriksaan perkara berlangsung untuk merubah “tanggal” yang tercantum dalam surat gugatnya, dapat dikabulkan, karena perubahan termaksud tidak merupakan perubahan yang merugikan kepentingan tergugat, baik dalam pembelaan maupun dalam pembuktiannya, sehingga tidak bertentangan dengan hukum acara.
(MA tgl. 29 Januari 1976 No. 823 K/Sip/1973)
- Perubahan gugatan yang masih mengenai kejadian materiil yang telah diajukan (hetzelfde materiele feit) serta dilakukan oleh penggugat sebelum ada jawaban dari pihak tergugat dianggap tidak merugikan pihak tergugat dalam haknya untuk membela diri.
(PT Bandung tgl. 24 April 1974 No. 1/1974/Perd/PTB)
- Perubahan surat gugat baik mengenai posita maupun petitanya yang diadakan setelah gugatan yang semula dibacakan dapat dibenarkan karena tergugat menyatakan tidak berkeberatan, pernyataan mana dapat disimpulkan bahwa kepentingan pihak tergugat tidak dirugikan oleh adanya perubahan tersebut di atas.
(PN Garut tgl. 6 April 1970 No. 37/1969/Perd.PN. Grt)
- Dua orang atau lebih bersama-sama secara renteng dapat dihukum untuk membayar ganti rugi, masing-masing atas dasarnya sendiri, yaitu yang satu atas yang lain atas dasar onrechtmatige daad.
(PT Bandung tgl. 21 Juni 1973 No. 216/1872/Perd/PTB)
- Apabila pihak tergugat menolaknya maka permohonan penggugat untuk mengubah petitum sewaktu pemeriksaan perkara sedang berlangsung tidak dapat dikabulkan oleh Pengadilan.
(PN Bandung tgl. 15 Nopember 1967 No. 193/1966/Sipil; PT Bandung tgl. 2 Nopember 1971 No. 214/1969/Perd/PTB).

- Permohonan untuk mengadakan penambahan dalam gugatan pada saat pihak berperkara lawan telah menyampaikan jawabannya, tidak dapat dikabulkan apabila pihak berperkara lainnya tidak menyetujuinya.
(PN. Indramayu tgl. 7 Januari 1974 No. 22/1973/Perd)
- Hakekat dari azas “NE BIS IN IDEM” adalah bahwa baik pihak yang berperkara maupun barang yang dipersengketakan adalah sama.
(PN Tangerang tgl. 30 Oktober 1969 No. 13 PN/TNG/1969/G; PT Bandung tgl. 11 Oktober 1973 No. 278/1972/Perd/PTB)
- Memori jawaban yang berisikan suatu tuntutan guna kepentingan pihak lain tanpa adanya kuasa untuk itu tidak dapat dianggap sebagai suatu gugatan balasan (dalam rekonpensi) dan tidak perlu dipertimbangkan serta diputuskan karena suatu gugatan balasan harus diajukan oleh yang berkepentingan sendiri atau oleh kuasanya.
(PT Bandung tgl. 23 September 1970 No. 160/1970/Perd/PTB)
- Permohonan terbantah yang hanya berisikan : “meminta agar bantahan pembantah ditolak”, bukan merupakan gugatan rekonpensi karena permohonan yang bersangkutan tidak nampak dengan tegas sebagai suatu gugatan rekonpensi. Oleh karena itu putusan Pengadilan Tinggi berupa tanggapan “gugatan rekonpensi” itu harus dibatalkan/dihapuskan
(MA tgl. 14 Januari 1976 No. 407 K/Sip/1974)
- Gugat balasan yang diajukan hnaya oleh sebagian dari para tergugat, tidak dengan sendirinya menjadikan, gugat balasan tersbeut tidak dapat diterima.
(PT Bandung tgl. 11 Desember 1973 No. 270/1972/Perd/PTB)
- Dalam gugatan yang menyangkut pembagian warisan harus diikut sertakan segenap ahliwaris karena itu gugat balasan tidak dapat diajukan hanya oleh sebagian dari ahliwaris saja, melainkan oleh seluruhnya.
(PN Ciamis tgl. 25 Januari 1972 No. 49/1971/Perd.G.Cms; PT Bandung tgl. 11 Desember 1973 No. 270/1972/Perd/PTB).
- Bantahan yang diajukan diforum Pengadilan harus dinyatakan tidak dapat diterima apabila causa untuk bantahan tadi sementara perkaranya berjalan hapus.
(PT Bandung tgl. 22 Februari 1973 No. 172/1972/Perd/PTB; MA tgl. 9 Juni 1976 No. 1130 K/Sip/1973)
- Eksepsi yang tidak mengenai ketidakwenangan Hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan (onbevoegheid van der rechter), menurut ketentuan dalam pasal 136 RIB harus diputuskan bersam-sama dengan pokok perkaranya.
(PN Bandung tgl. 16 April 1970 No. 82/1969 Sipil; PT Banding tgl. 24 April 1974 No. 1/1974/Perd.PTB)



YURISPRUDENSI SUMATERA UTARA BUKU III PERDATA

- “Penandatanganan surat gugat oleh beberapa orang penggugat, diantaranya ada menandatangani dengan cap jempol (karena buta huruf) dan ada menandatangani dengan tulisan, gugatan yang demikian dapat diterima, dan bertentangan dengan isi dan maksud pasal 144 dari R.Bg”.
(MA tgl. 17 September 1975 No. 819 K/Sip/1975)
- Meskipun gugatan rekonpensi belum diputus oleh judex facti, tetapi karena materiel bukan merupakan gugatan rekonpensi yang sungguh-sungguh, maka dianggap tidak ada gugatan rekonpensi.”
(MA tgl. …April 1975 No. 1154 K/Sip/1973)
- Tuntutan hasil bola pinang (pauh) dari sebidang tanah yang tidak diperiksa dan dipertimbangkan oleh Pengadilan Negeri, harus dinyatakan tidak dapat diterima”.
(MA tgl. 31 Desember 1973 No. 886 K/Sip/1973)
- Gugatan agar putusan dapat dijalankan dengan serta merta (bij vorraad) yang belum memenuhi syarat-syarat yang dikehendaki oleh pasal 191 (1) R.Bg harus ditolak.
(MA tgl. 13 Juni 1974 No. 499 K/Sip/1974)
- Gugatan ganti kerugian yang belum diperiksa dan dipertimbangkan oleh Pengadilan Negeri harus dinyatakan tidak dapat diterima.
(MA tgl. 13 Juni 1974 No. 499 K/Sip/1974)
- Suatu gugatan ganti kerugian yang belum diperiksa dan dipertimbangkan harus dinyatakan tidak dapat diterima.
(MA tgl. 31 Desember 1973 No. 886 K/Sip/1973)
- Gugatan terhadap hak milik atas sebidang sawah dapat disertai dengan gugatan hasil-hasil sawah tersebut.
(MA tgl. 12 Desember 1970 No. 617 K/Sip/1970)
- Gugatan yang dimajukan oleh kuasa dengan dasar surat kuasa umum, harus dinyatakan tidak dapat diterima.
(MA tgl. 25 Juli 1974 No. 531 K/Sip/1973)
- Gugatan untuk membayar uang paksa harus ditolak krena in casu keputusan dapat dilaksanakan oleh alat-alat perlengkapan Negara.
(MA tgl. 9 Desember 1970 No. 526 K/Sip/1970)






YURISPRUDENSI BALI 1965/1974

- Bilamana dalil gugatan yang dimajukan oleh Penggugat tidak dibantah oleh Tergugat maka dalill gugatan dipandang dapat terbukti.
(PN Singaraja tgl. 8 Januari 1963 No. 174/Pdt/1962/SG; PT Denpasar tgl. 11 Maret 1968 No. 272/PTD/1966/Pdt).
- Apabila salah satu pihak dalam suatu perkara mengemukakan suatu dalil ternyata tidak disangkal dengan tegas oleh pihak yang lain, maka dalil yang dikemukakannya itu dapat dipandang terbukti.
(PN Singaraja tgl. 2 Maret 1965 No. 28/Pdt/1965; PT Denpasar tgl. 2 Mei 1967 No. 385/PTD/1966/Pdt). 
- Keahliwarisan seseorang dianggap terbukti apabila tidak dibantah oleh pihak lawannya.
(PN Denpasar tgl. 15 Februari 1966 No. 40/Pdt/1964)
- Gugatan dikabulkan apabila dalil-dalil gugatan diakui atau setidak-tidaknya tidak dibantah oleh pihak lawan.
(PT Denpasar tgl. 7 September 1972 No. 268/PTD/1968/Pdt)
- Gugatan adalah dianggap terbukti, apabila gugatan itu oleh tergugat diakui sepenuhnya.
(PN Negara tgl. 20 Maret 1968 No. 5/Pdt/1968; PT Denpasar tgl. 30 Agustus 1971 No. 132/PTD/1968/Pdt).
- Apabila dalil-dalil yang dikemukakan oleh Penggugat tidak dibantah oleh tergugat, maka dalil-dalil tersebut dipandang diakui kebenarannya secara diam-diam oleh tergugat.
(PN Tabanan tgl. 19 April 1970 No. 20/Pdt/Tbn/1970; PT Denpasar tgl. 22 Desember 1972 No. 69/PTD/1970/Pdt).
- Keakhliwarisan adalah syah, apabila tidak dibantah oleh pihak lawan.
(PN SIngaraja tgl. 21 Februari 1962 No. 107/Pdt/1961/Sg; PT Denpasar tgl. 23 Desember 1971 No. 230/PTD/1971/Pdt).
- Kedudukan seseorang sebagai akhli waris dianggap terbukti apabila tidak dibantah oleh pihak lawannya.
(PT Denpasar tgl. 28 Februari 1972 No. 249/PTD/1971/Pdt).
- Dalil-dalil gugatan dianggap telah diakui apabila tergugat tidak secara tegas telah membantah dalil-dalil tersebut.
(PN Tabanan tgl. 8 Februari 1971 No. 4/Pdt/Tbn/1971)
- Gugatan ditolak apabila penggugat yang dibebani pembuktian tidak berhasil membuktikan dalil gugatannya.
(PN Karangasem tgl. 3 Desember 1963 No. 752/K.A./1962)
- Kebenarang dalil bantahan Tergugat terhadap dalil gugatan Penggugat adalah irrelevant dan berlebihan dapat dikesampingkan, apabila Tergugat dalam hal ini tidak mengajukan gugatan reconvensi. (PT Denpasar tgl. 28 Februari 1971 No. 249/PTD/1971/Pdt)