Translate

Selasa, 14 Januari 2014

Bagaimana Menggugat Konsorsium?

Yth. Hukum Online, Saya ingin menanyakan dasar hukum atas pembentukan sebuah konsorsium, khususnya jika peserta konsorsium terdiri dari perusahaan Indonesia dan perusahaan asing. Jika terdapat gugatan dari pihak ketiga asing, bisakah menggugat konsorsium tersebut ataukah harus menggugat satu per satu peserta konsorsium? Terima kasih sebelumnya atas jawaban yang diberikan. Salam,
Terima kasih atas pertanyaan yang disampaikan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
 
a.       Dasar Hukum Pembentukan Konsorsium
 
Konsorsium atau yang biasa di kenal dengan Joint Operation (non integrated system/non-administrative/bukan badan hukum) adalah suatu kesepakatan bersama subjek hukum untuk melakukan suatu pembiayaan, atau kesepakatan bersama antara subjek hukum untuk melakukan suatu pekerjaan bersama–sama dengan porsi-porsi pekerjaan yang sudah di tentukan dalam perjanjian.
 
Konsorsium dalam Hukum Dagang dikenal dengan Persekutuan Perdata (Maatschap). Persekutuan perdata (Maatschap) bukanlah suatu badan hukum atau rechtpersoon, melainkan hanya dilahirkan dari perjanjian-perjanjian para pendirinya saja (subjek-subjek Hukum).
 
Konsorsium bisa dilakukan antara perusahaan-perusahaan lokal atau pun perusahan lokal dengan perusahaan asing. Salah satu contoh yang dapat kita lihat untuk konsorsium antara perusahan lokal dengan asing adalah dalam kasus tender pengadaan kapal pendukung kegiatan lepas pantai jenis liquefied petroleum gas floating storage and offloading (“LPG FSO”).
 
Sehingga untuk mengetaui dasar hukum apa yang digunakan dalam pembentukan konsorsium maka tidak bisa lepas dari syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdatajuncto 1338 KUHPerdata.
 
b.       Gugatan terhadap Konsorsium
 
Jika kita merujuk kepada ketentuan Pasal 163 HIR yang mengatur;
 
Barang siapa mengaku mempunyai suatu hak, atau menyebutkan suatu kejadian untuk meneguhkan hak itu atau untuk membantah hak orang lain, harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu.”
(Vide Pasal 1865 KUHPerdata)
 
Jika kita melihat ketentuan dalam pasal tersebut maka siapa pun (subjek hukum) yang merasa mempunyai suatu tuntutan kepada “subjek hukum” lainnya dapat mengajukan tuntutan tersebut di muka pengadilan sepanjang dapat membuktikan dalilnya dengan melihat ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 118 HIR.
 
Seperti telah dijelaskan di atas, esensi dari konsorsium adalah suatu persekutuan perdata (maatschap) yang lahir dari persetujuan antara subjek-subjek hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 1320juncto 1338 KUHPerdata. Dengan demikian, konsorsium bukanlah merupakan badan hukum atau subjek hukum, namun hanya merupakan bentuk kerja sama antara anggotanya (subjek hukum) yang mempunyai tujuan sama, dan oleh karenannya setiap anggota-anggota konsorsium bertanggung jawab atas setiap perbuatan yang dilakukannya.
 
Karena konsorsium bukanlah suatu subjek hukum, maka tuntutan-tuntutan pihak ketiga tidak dapat ditujukan kepada konsorsium melainkan kepada masing-masing anggota konsorsium yang dinilai telah menimbulkan kerugian kepada pihak ketiga tersebut.
 
Demikian penjelasan dari kami semoga bermanfaat.
 
Terima kasih.
 
Dasar hukum:
1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek,Staatsblad 1847 No. 23)
2.      Het Herzien Inlandsch Reglement (HIR) / Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (RIB), (S. 1848 No. 16, S.1941 No. 44)
Klinik Hukumonline.
http://images.hukumonline.com/frontend/lt4dedde9e1cb1b.jpg

9484 HITS
DI: HUKUM PERDATA
SUMBER DARI: ADISURYO PRASETIO & CO 

Langkah Hukum Jika Barang yang Dikirim Berbeda dengan yang Dipesan

Saya memesan keramik pada produsen keramik, lalu barang sampai dan tidak sesuai dengan keinginan saya, kualitasnya rendah tidak seperti yang sebelumnya disepakati. Lalu saya kembalikan keramik tersebut dengan mentranfer Rp100 juta agar dikirim keramik yang saya inginkan, tetapi ternyata tidak dikirim-kirim. Bisakah saya tuntut dalam ranah pidana yaitu penipuan?
Anda bisa menuntut secara pidana terhadap produsen keramik tersebut berdasarkan Pasal 383 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang berbunyi:
 
“Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli:
1. karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli;
2. mengenai jenis, keadaan atau jumlah barang yang diserahkan, dengan menggunakan tipu muslihat.”
 
Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, yang dimaksud “sengaja menyerahkan barang lain daripada yang telah disetujui” misalnya membeli seekor kuda yang tertentu sudah kejadian, tetapi dalam mengirimkannya kuda itu ditukar dengan yang lain (biasanya lebih jelek).
 
Jadi Anda dapat menuntut produsen keramik tersebut karena produsen tersebut memberikan keramik dengan kualitas yang lebih rendah, tidak seperti yang telah diepakati sebelumnya.
 
Selain itu Anda juga dapat menuntut secara perdata untuk mendapatkan ganti rugi dengan gugatan wanprestasi atas dasar perjanjian jual beli antara Anda dengan produsen keramik. Lebih lanjut Anda dapat membaca dalam artikel Gagal Menyerahkan Seluruh Pesanan Pada Waktunya, Termasuk Penipuan?
 
Akan tetapi, sebelum Anda melakukan gugatan perdata atas dasar wanprestasi, Anda harus terlebih dahulu melakukan somasi kepada produsen keramik tersebut untuk menyerahkan barangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Jika somasi atau peringatan itu tidak dihiraukan, maka Anda dapat menggugat produsen keramik tersebut untuk memenuhi prestasinya. Soal hal-hal apa saja yang dapat Anda tuntut dari pihak yang wanprestasi, simak artikel Jika TKW di Luar Negeri Ingin Gugat Pacar di Indonesia.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
 
Dasar Hukum:
Klinik Hukumonline.
http://images.hukumonline.com/frontend/lt4b46e0113e026.gif

1516 HITS
DI: HUKUM PIDANA
SUMBER DARI: BUNG POKROL

Dasar Hukum Mengikuti Ujian Akhir Bagi Pelajar yang Ditahan

"Anak saya umur 17 tahun, kelas 3 SMU, bernama Rizaq. Tadi siang berkelahi dengan anak kelas 1 SMU yang masih berumur 15 tahun (nama Hamdan) gara-gara rebutan pacar. Perkelahian tersebut mengakibatkan Hamdan luka lebam di pipi sebelah kiri. Pihak sekolah tidak berhasil menyelesaikan masalah tersebut sehingga tadi siang ayah dari Hamdan melaporkan Ke Polres Jember, apa tindakan yang harus saya lakukan? Musyawarah kekeluargaan sudah sulit dicapai. Dan bagaimana nasib ancaman hukuman anak saya yang sebentar lagi mau ujian akhir"?
*********************************************************************************************************************************
Perkelahian yang dilakukan oleh anak Anda hingga berujung pada luka lebam di pipi anak yang berkelahi dengannya, dikenal sebagai tindak pidana penganiayaan yang ancaman pidananya terdapat dalam Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
 
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
 
Jika luka lebam di pipi orang tersebut tidak menjadi halangan baginya untuk melakukan pekerjaannya, maka perbuatan anak Anda terhadap orang tersebut digolongkan sebagai penganiayaan ringan yang diatur dalam Pasal 352 ayat (1) KUHP:
 
“Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.”
 
Hal lain yang penting dibahas adalah baik anak Anda yang berumur 17 tahun maupun anak lain yang berumur 15 tahun, dalam hukum keduanya masih berstatus sebagai anak. Ini karena dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) dikatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
 
Perlu Anda ketahui, ancaman pidana penjara bagi anak yang melakukan tindak pidana adalah setengah dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang yang sudah dewasa sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (“UU Pengadilan Anak”).
 
Dengan demikian, ancaman pidana bagi penganiayaan ringan yang dilakukan oleh anak Anda terhadap adik kelasnya adalah pidana penjara paling lamasetengah dari tiga bulan, yakni 1,5 bulan.
 
Jika segala upaya penyelesaian secara kekeluargaan telah Anda tempuh namun tidak berujung pada perdamaian, wajar saja jika orang tua korban melaporkan anak Anda kepada pihak yang berwajib untuk diproses secara hukum.
 
Perlu diketahui, berdasarkan Pasal 16 ayat (3) UU Perlindungan Anak,penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
 
Dengan demikian, dalam hal ini, memang penegak hukumlah (hakim) yang menentukan bagaimana pemidanaan yang ditujukan kepada anak Anda. Namun, dalam hal ini hakim perlu mempertimbangkan hal lain, yakni kepentingan anak Anda yang sebentar lagi akan menempuh ujian akhir di sekolahnya.
 
Sehubungan dengan nasib pendidikannya, Pasal 29 ayat (9) UU Pengadilan Anak mengatakan bahwa selama anak nakal berstatus sebagai klien pemasyarakatan, dapat mengikuti pendidikan sekolah. Menurut penjelasan pasal ini, yang dimaksud dengan "pendidikan sekolah" adalah pendidikan yang dilaksanakan di sekolah sebagaimana dimaksud dalamUndang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasionalyang telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (“UU Sisdiknas”). Akan tetapi, ini hanya berlaku bagi anak yang dijatuhi pidana bersyarat oleh Hakim, yakni apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun. Selengkapnya dapat Anda simak dalam artikel Pidana Bersyarat.
 
Pengaturan khusus mengenai kepentingan sekolah anak yang berhadapan dengan hukum, berdasarkan huruf G mengenai Tugas dan Wewenang Kementerian Pendidikan Nasional Lampiran Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Penanganan Anak Yang Berhadapan dengan Hukum (“Permen Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 15/2010”) yang kami akses dari laman resmi Kementerian Hukum dan HAM, dikatakan bahwa salah satu tugas Kementerian Pendidikan Nasional adalahmemfasilitasi penyediaan dukungan sarana/prasarana pendidikan sesuai kebutuhan penyelenggaraan layanan pendidikan bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum (“ABH”) yang dilangsungkan di dalam LAPAS/RUTAN anak.
 
Lebih lanjut dalam Permen Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 15/2010 dikatakan bahwa salah satu tugas dan kewenangan dinas pendidikan daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dan/atau satuan pendidikan/sekolah dalam penanganan ABH (dalam hal anak sebagai pelaku), meliputi ABH berstatus sebagai tersangka dan ditahan di RUTAN anak atau di kepolisian, adalah diharapkan dinas pendidikan atau sekolah, orang tua, dan kepolisian atau pihak RUTAN harus tetap mengupayakan anak tidak kehilangan hak-haknya untuk mengikuti setiap kegiatan pembelajaran, termasuk keikutsertaannya dalam evaluasi pembelajaran, seperti ulangan harian, ulangan semester, ujian akhir sekolah atau ujian akhir nasional.
Jadi, apabila nantinya kasus anak Anda bergulir hingga ke ranah hukum yang berujung pada pemidanaan terhadap anak Anda, mengenai ujian akhir yang akan dihadapi anak Anda pada dasarnya tetap difasilitasi oleh dinas pendidikan daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dan/atau satuan pendidikan/sekolah karena merupakan lingkup kewenangannya dan hal tersebut harus diupayakan pula oleh dinas pendidikan atau sekolah, orang tua, dan kepolisian atau pihak RUTAN.
 
Pelaksanaan UAN di penjara tak jauh berbeda dengan di sekolah umum. Selama ujian, para siswa diawasi tim pemantau independen. Materi yang diujikan pun sama persis dengan materi yang diujikan di sekolah umum.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar hukum:
4.    Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Penanganan Anak Yang Berhadapan dengan Hukum.
 
Referensi:
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2010/bn513-2010.pdf, diakses pada 8 Januari 2014 pukul 18.16 WIB;
Klinik Hukumonline.
http://images.hukumonline.com/frontend/lt4b46e0113e026.gif

442 HITS
DI: HUKUM PIDANA
SUMBER DARI: BUNG POKROL

Jumat, 10 Januari 2014

Jenis-Jenis Hak Atas Tanah dan Pengaturannya

Posted by:  In: Peraturan TerkaitPertanahan | comment : 0

Dita yang baru saja menerima warisan sebuah rumah kuno bergaya Art Deco di sebidang tanah seluas 500 m2 bertanya kepada saya, ”Mbak Irma, tolong jelaskan dong apa saja ya jenis kebijakan hak tanah itu? Aku bingung nih, menurut ibuku tanah yang diwariskan ke aku ini masih berstatus Hak Guna Bangunan dan sebentar lagi akan habis masanya. Aku ada rencana mau bikin usaha di rumah itu, bisa gak sih?”
Sebelum menjawab pertanyaan Dita, ada hal yang sebaiknya kita ketahui lebih dulu:
Apa sih landasan kebijakan hak atas tanah itu?
Landasannya adalah Ketentuan Pokok yang terdapat dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dan UU No. 5 tahun 1960 pasal 2 (ayat 2) – UUPA yang menyatakan bahwa Negara berhak untuk mengatur pemilikan, peruntukan, peralihan dan pendaftaran atas hak bangsa Indonesia.

Mengapa harus diatur ya?
Apabila tidak ada pengaturan dari negara, tentunya peruntukkan dan pemilikan tanah akan menjadi kacau sebab setiap orang pasti ingin memiliki tanah yang lebih dan lebih luas.

Apa saja Ketentuan mengenai hak-hak atas tanah itu?
Berdasarkan Pasal 4, 6 dan 9 – UUPA, ditentukan bermacam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, Tanah dapat diberikan dan dimiliki oleh perseorangan maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Di pasal 6 juga ditegaskan bahwa hanya WNI yang dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2. Setiap warga negara Indonesia baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh hak atas tanah serta mendapat manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Di pasal 9 juga dinyatakan bahwa hak-hak atas tanah apapun yang dipunyai oleh seseorang, kelompok, badan hukum, dll harus berfungsi sosial. Maksudnya, Hak atas tanah apa pun yang ada pada seseorang, tidak dapat dibenarkan akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadi, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari hak atas tanah tersebut, sehingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun masyarakat dan Negara. Kalau diihat dari ketentuan ini bukan lantas berarti kepentingan perseorangan akan terdesak oleh kepentingan umum (masyarakat), karena UUPA juga memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan harus saling mengimbangi, hingga pada akhirnya akan tercapai tujuan pokok : kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya.

Lalu, dengan ketentuan tadi mbak, apa saja sih Landasan Hukum Pemberian Hak Atas Tanah itu?
1. PP No. 40 Tahun 1996 tentang Pemberian HGU, HGB dan HP.
2. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan, Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara
3. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

Kalau begitu, apa saja jenis Hak – Hak Atas Tanah itu ?
Sesuai Pasal 4 jo. Pasal 16 jo. Pasal 53 jo. PP 40/1996 dan PP 41/1996 jo. Negara memberikan berbagai jenis hal atas tanah yang terdiri dari: (1) hak individual yang bersifat perdata;(2) hak pengelolaan yaitu hak istimewa yang diberikan oleh negara pada instansi-instansi tertentu untuk dikelola dan diambil manfaat atasnya.;(3) tanah wakaf yaitu hak atas tanah yang semula merupakan hak primer (HM, HGB, HGU, HP atau tanah girik) dan kemudian diwakafkan atau diserahkan oleh pemiliknya kepada badan keagamaan ataupun badan sosial lainnya untuk di wakafkan

Lalu, hak apa saja yang masuk ke dalam hak individual?
Hak individual yang bersifat perdata terdiri dari:

(1) hak primer yaitu hak yang langsung diberikan oleh negara kepada pemegang haknya yang meliputi:
(a) Hak milik yang merupakan hak terkuat dan terpenuh dan bisa dimiliki turun temurun tanpa ada batas waktu berakhirnya. Diatasnya bisa dibebani oleh hak-hak sekunder yang lebih rendah seperti HGB, HGU, Hak Pakai, Hak Sewa dan Hak Numpang karang.
(b) Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak yang diberikan oleh negara untuk dapat mendirikan bangunan di atas tanah-tanah yang dikuasai oleh negara untuk jangka waktu tertentu yaitu maksimal 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun. Jika sudah lewat pengguna hak ini dapat mengajukan pembaruan hak selama 30 tahun lagi.
(b) Hak Guna Usaha (HGU) adalah hak yang diberikan oleh negara untuk mengolah/ mengusahakan tanah-tanah tertentu dengan luas minimal 5 ha dan biasanya digunakan untuk perkebunan dan pertanian.
(c) Hak Pakai terdiri dua macam: Hak Pakai atas tanah negara yang dikuasai langsung oleh negara dan tidak memiliki nilai ekonomis yaitu Hak Pakai atas tanah negara bagi instansi-instansi pemerintah spt TNI, departemen, kantor perwakilan negara lain (kedutaan besar/ konsulat); Hak Pakai atas tanah negara yang memiliki nilai ekonomis, maksudnya bisa diperjualbelikan atau dialihkan kepada orang/ pihak lainnya.

(2) Hak Sekunder (Derivatif) yaitu hak yang timbul atau dibebankan diatas hak atas tanah yang sudah ada. Hak ini bisa timbul karena perjanjian antara pemilik tanah sebagai pemegang hak primer dan calon pemegang Hak Sekunder.
Yang termasuk Hak atas tanah ini antara lain:

(a) Hak sekunder yang ditumpangkan di atas hak lain yang memiliki derajat yang lebih tinggi misalnya HGB/HGU/Hak Pakai di atas tanah Hak Milik
(b) Hak Sewa di atas tanah Hak Milik/ HGB/ HG/ Hak Pengelolaan atas tanah negara
(c) Hak Sewa atas tanah pertanian
(d) Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
(e) Hak usaha bagi hasil
(f) Hak menumpang (Hak Numpang Karang)
(g) Hak Jaminan atas tanah,yang terdiri dari gadai dan hak tanggungan.

Bagaimana mengenai pertanyaan Dita tadi apakah ia bisa membuat usaha di atas tanah HGB itu?
Merujuk pada Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 tahun 1998 tentang pemberian Hak Milik atas Tanah untuk rumah tinggal dapat diajukan permohonan peningkatan statusnya menjadi Hak Milik. Jika Dita ingin menggunakannya sebagai tempat usaha (berupa ruko atau kantor) maka Dita tetap hanya boleh memegang HGB. Jadi Dita cukup memperpanjang masa HGB rumah warisan dari ibunya itu.

Pensertifikatan Tanah Secara Sporadik

Posted by:  In: Pertanahan |

documentSehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai proses pensertifikatan tanah adat atau tanah2 lain yang belum bersertifikat, maka melanjutkan pembahasan saya sebelumnya pada artikel: “Bagaimana Cara Mensertifikatkan Tanah Girik?”, berikut saya memberikan tambahan penjelasan mengenai tata cara mensertifikatkan tanah.
Dalam pasal 13 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, dikenal 2 macam bentuk pendaftaran tanah, yaitu:
1. Pendaftaran tanah secara sistematik, yaitu pendaftaran tanah yang
didasarkan pada suatu  rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah
yang ditetapkan oleh Menteri
2. Pendaftaran tanah secara sporadik.
Untuk desa/kelurahan yang belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran
tanah secara sistematik tersebut.
Apakah beda antara kedua system pendaftaran tanah tersebut? Inti perbedaannya adalah padainisiatif pendaftarKalau yang berinisiatif untuk mendaftarkannya adalah pemerintah, dimana dalam suatu wilayah tertentu, secara serentak semua tanah dibuatkan sertifikatnya, maka hal tersebut disebut pendaftaran secara sistematis. Hal ini yang oleh orang awam sering di istilahkan sebagai: “Pemutihan”.
Jika inisiatif untuk mendaftarkan tanah berasal dari pemilik tanah tersebut sedangkan setelah menunggu beberapa waktu tidak ada program pemerintah untuk mensertifikatkan tanah di wilayah tersebut, maka pemilik tanah dapat ber inisiatif untuk mengajukan pendaftaran/pensertifikatan tanahnya pada Kantor Pertanahan setempat. Hal inilah yang disebut pendaftaran tanah secara sporadic.
Kegiatan Pendaftaran Tanah (pasal 14 – 22 PP 24/1997) sendiri terbagi atas:
1. Pembuatan peta dasar pendaftaran
Pada proses ini, dilakukan pemasangan, pengukuran, pemetaan dan
pemeliharaan titik dasar teknik nasional. Dari Peta dasar inilah dibuatkan
peta pendaftaran
2. Penetapan batas bidang-bidang tanah
Agar tidak terjadi sengketa mengenai batas kepemilikan tanah di suatu tempat, antara pemilik dengan pemilik lain yang bersebelahan, setiap diwajibkan untuk dibuatkan batas-batas pemilikan tanah (berupa patok2 dari besi atau kayu).
Dalam penetapan batas2 tersebut, biasanya selalu harus ada kesepakatan mengenai batas2 tersebut dengan pemilik tanah yang bersebelahan, yang dalam bahasa hukumnya dikenal dengan istilahcontradictio limitative.
3. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta
pendaftaran
Dari batas-batas tersebut, dilakukan pengukuran untuk diketahui luas
pastinya. Apabila terdapat perbedaan luas antara luas tanah yang tertera
pada surat girik/surat kepemilikan lainnya dengan hasil pengukuran Kantor
Pertanahan, maka pemilik tanah bisa mengambil 2 alternatif:
a. setuju dengan hasil pengukuran kantor pertanahan
Jika setuju, maka pemilik tanah tinggal menanda-tangani pernyataan
mengenai luas tanah  yang dimilikinya dan yang akan diajukan sebagai
dasar pensertifikatan.
b. mengajukan keberatan dan meminta dilakukannya pengukuran ulang
tanah-tanah yang berada di sebelah tanah miliknya.
Untuk mencegah terjadinya sengketa mengenai batas-batas tersebut, maka
pada waktu dilakukannya pengukuran oleh kantor pertanahan, biasanya
pihak kantor pertanahan mewajibkan pemilik tanah (atau kuasanya) hadir
dan menyaksikan pengukuran tersebut, dengan dihadiri pula oleh RT/RW
atau wakil dari kelurahan setempat.
4. Pembuatan daftar tanah
Bidang-bidang tanah yang sudah dipetakan atau dibubuhkan nomor
pendaftarannya pada peta  pendaftaran dibukukan dalam daftar tanah
5. Pembuatan surat ukur.
Pembuatan Surat Ukur merupakan produk akhir dari kegiatan pengumpulan dan pendaftaran tanah, yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan sertifikat tanah.
Apakah syarat-syaratnya untuk mengajukan permohonan pendaftaran secara sporadik?
1. Surat Permohonan dari pemilik tanah untuk melakukan pensertifikatan tanah milknya
2. Surat kuasa (apabila pengurusannya dikuasakan kepada orang lain).
3. Identitas diri pemilik tanah (pemohon), yang dilegalisir oleh pejabat umum yang berwenang (biasanya notaries) dan atau kuasanya
a. untuk perorangan: foto copy KTP dan KK sedangkan untuk
b. badan hukum (dalam hal ini PT/Yayasan/Koperasi): anggaran dasar
berikut seluruh perubahan- perubahannya dan pengesahannya dari
Menteri yang berwenang
4. Bukti hak atas tanah yang dimohonkan, yaitu berupa:
a. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan swapraja yang bersangkutan
b.sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan PMA No. 9/1959
c. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya.
d. Petok pajak bumi/Landrente, girik, pipil, ketitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya PP No. 10/1961
e.  Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya PP No. 10/1961 dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
f.  Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
g.  Akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan PP No. 28/1977 dengan disert5ai alas hak yang diwakafkan, atau risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum di bukukan dengan disertai alas hak yang di alihkan, atau
h. Surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah, atau
i. Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
j. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan dan dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang, atau
k. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI, dan Pasal VII ketentuan-ketentuan konversi UUPA, atau
l. Surat-surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum diberlakukannya UUPA (dan dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang – dalam hal ini biasanya Lurah setempat), atau
4. Bukti lainnya, apa bila tidak ada surat bukti kepemilikan, yaitu berupa: Surat Pernyataan Penguasaan Fisik lebih dari 20 tahun secara terus menerus dan surat keterangan Kepala Desa/Lurah disaksikan oleh 2 orang tetua adat/penduduk setempat
5. Surat Pernyataan telah memasang tanda batas
6. Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan
7. Foto copy SK Ijin Lokasi dan surat keterangan lokasi (apabila pemohon adalah Badan Hukum).
# # #
About The Author: Irma Devita


Eigendom, Erfpacht, Opstal

Posted by:  In: ARTIKEL TERBARUOthersPertanahan | comment : 1


Berikut ini adalah artikel kiriman dari Bp. Bambang Sukamto, SH dari PT. KTU Verluis Indonesia.
Masalah Eigendom verponding yang sering diucapkan oleh sementara orang,baik itu awam atau orang instansi berdasarkan pengalaman kerja kami yang sekian lama,pada dasarnya mereka kurang  mengerti arti inti hukum dari  istilah itu apa lagi dengan kekuatan berdirinya Departemen Hukum Dan Hak Asasasi Manusia kini.
Di bawah ini kami ingin memberikan keterangan inti dari arti dan status hak kepemilikan tanah dan bangunan Eigendom dalam scope umum;
1 .Dalam bahasa Belanda  “ Eigendom” berarti sebagai suatu hak pemilikan tetap terhadap suatu aset tanah atau bangunan, biasanya di daftar Letter C.
2.Verponding adalah surat nomor tagihan pajak atas tanah /bangunan yang dimaksudkan.
3.Istilah Verponding ini kemudian diganti dengan Surat Pajak Hasil Bumi dan Bangunan yang sekarang kita kenal dengan nama SPPT PBB.
4.Istilah Eigendom atas tanah/bangunan hanyalah suatu istilah nama yang mana karena kurangnya penegasan pengetahuan umum bahasa dan hukum sering dipastikan milik Belanda/asing non Belanda.
5. Kalau kita –kita paham sekali,lalu bagaimana menyikapi masalah penyerobotan tanah Eigendom dimana pemiliknya adalah jelas-jelas WNI? Kita bisa mengambil contoh kasus Tanah Eigendom milik pejuang  bangsa kita Alm Dr Soetama. Beliau semula memiliki tanah Eigendom seluas 7 Ha. Namun pada akhirnya hanya bersisa 2.400 M2 saja.
Ada pula tanah/bangunan Eigendom milik Alm R. Surya Gondo Kusuma (mantan Gubernur Jateng) yang begitu saja diduduki instansi Dinas Pembibitan Dep.Pertanian. Karena dikategorikan tanah bangunan milik Belanda, ahli waris pemilk hanya bisa gigit jari.
Ini kami paparkan karena kami adalah orang lapangan yang sehari-hari bergelut dengan masalah tersebut yang beraneka ragam bentuknya terhadap/pada setiap obyek.
6. Jadi pemilik-pemilik tanah bangunan Eigendom bisa saja;
    a. pemilik awal dahulu adalah orang asing yang berwarga negara RI di zaman Belanda.
    b. ahli waris orang tersebut yang WNI ,karena ahli waris itu seorang pribumi ( Nyai-
nyai ) apa lagi anak-anaknya. Dari pisahnya ikatan pernikahan setelah suami
meninggal  dunia maka status istri /ahli waris kembali menjadi pribumi.
    c. orang-orang WNI dan pribumi bangsa kita yang kebanyakan ekonominya lemah
hingga tidak mampu melaksanakan konversi/pendaftaran  ulang seperti kesempatan
dari negara tahun 1964 dan 1974.
Permasalahan yang sering terjadi di lingkungan perkotaan adalah: 90 % terjadi okupasi (pendudukan) terhadap tanah-tanah tersebut. Okupasi tersebut dilakukan baik oleh instansi maupun perorangan, yang terkadang bahkan dilakukan atas dasar rekomendasi dari P3MB. Hal ini sangat kuat dan secara tidak tertulis diakui oleh semua pihak. Sebab pada saat itu Presiden menyatakan bahwa negara dalam keadaan “Darurat  Perang” ( sepanjang ingatan kami, hal ini terjadi waktu kasus Irian Barat).
Sejak dari sinilah  timbul kerancuan-kerancuan mengenai pemilikan atas tanah-
tanah tersebut. Timbulnya salah pengertian mengenai Eigendom tersebut adalah
identik dengan Belanda. Dengan bukti dasar semu sejak pendudukan Jepang, Belanda-
(bahkan bangsa kita yang berpostur mirip Belanda-Arab) lari meninggalkan tanah dan
rumahnya mengungsi sampai keluar negeri. Sehingga mulai saat itu kalau ada rumah
kosong dipastikan milik orang Belanda atau mirip Belanda. Mereka semua lari
mengungsi karena takut dibantai oleh Jepang.
Sebagai lanjutan dari uraian keterangan kami tersebut di atas, sebenarnya banyak sekali contoh bukti kasus Eigendom dan sejenisnyayang kami tangani. Ada yang selesai dengan posisi ahli waris babak belur dan harus mau terima apa adanya.Terutama  tanah /bangunan yang dikuasai TNI/POLRI.
Semua ulasan ini kami sumbangkan kepada Bapak Joyo Winoto sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN)  guna bantuan menyikapi penataan sistem koordinasi antar instansi dan badan hukum legal dan sosialisasi kepada lurah-lurah /Kepala Desa karena 99% keruwetan mulai timbul dari level ini.
Mohon  perhatian bahwa di Kantor-kantor Kelurahan/Kepala Desa, sering kita temui bahwa Buku Letter C tidak ada. Dengan alasan dibawa oleh Lurah/Kepala Desa terdahulu dan (dinyatakan ) hilang. Inilah sumber dari gelapnya situasi dan kondisi. Menurut peraturan Undang-Undang Kepegawaian Negeri bukankah menghilangkan buku Letter C yang merupakan panduan kepemilikan utama dapat dikenakan berbagai sanksi, yang bahkan sampai dengan Pidana? Hal ini mohon benar-benar disikapi tegas.
Demikian ulasan kami semoga bisa membanntu kebijakan Reforma Agraria. Dengan point memediasi representasi legal menekan Opportunity lost ketitik nol dan obsesi 1000 Trilliun Rupiah masuk ke Sistem Ekonomi dan Politik di Indonesia.
Hormat kami.
Bambang Sukamto SH
PT Kantor Tata Usaha Versluis Indonesia
_______________________________________________________________________

Eigendom, Erfpacht, Opstal (2)

Sebelum kita melangkah lebih lanjut mengenai tanah-tanah berstatus Eigendom-Erfpacht-Opstaal dan Consesi serta bentuk-bentuk hak atas tanah lain sebelum dilakukannya konversi, terlebih dahulu kita harus melihat mengenai kesamaan istilah yang umum digunakan/dikenal oleh semua instansi-masyarakat-lembaga pada masa sebelum konversi tersebut, yaitu: TANAH/BANGUNAN HAK BARAT dan INLANDER .
Penggunaan istilah tersebut saat ini dirasakan tidak etis dan tidak proporsional secara hukum. Seharusnya disebutkan sebagai tanah (-tanah) milik bangsa Indonesia; kecuali jika memang dimiliki oleh warga negara asing. Mengenai hal tersebut harus dilakukan perubahan besar-besaran.
Secara umum hak2 atas tanah dan istilah2 tersebut (eigendom, erfpacht, Opstaal dsb) memang produk jaman Hindia Belanda. Sehingga dalam pengertian awam semua surat2 authentik yang berbau bahasa Belanda dikategorikan sebagai” Hak Barat.”
Karena saat ini Belanda sudah tidak menjajah lagi di Indonesia, tentunya penggunaan istilah2 belanda tersebut harus diterjemahkan /diadopsi kebahasa kita. Dengan demikian(maaf) hak2 tersebut tetap berlaku bagi orang2 yang sudah menerima pelimpahan hak/ahli warisnya yang pada umumnya orang2 bangsa kita juga,apa lagi kalau belandanya-inggrisnya-jepangnya-jermannya-amerikanya waktu itu sudah berstatus WNI. Kalau ini tidak difahami maka sama artinya membunuh hak2 bangsa kita sendiri.Tetapi disini ada satu gap, dimana:

1.Masyarakat kalangan bawah pada umumnya awam hukum.

2.Masyarakat kalangan intelektual pada umumnya paham hukum.
Kesenjangan inilah yang sering dipakai sebagai alasan dan proses untuk menguasai/memiliki objek2 Hak Barat tersebut oleh oknum2 tertentu.Lalu timbul satu pertanyaan,apabila dalam surat akte eigendom tersebut tertulis nama pemiliknya (yang terachir) jelas2 WNI pribumi(salah satu suku Indonesia) apakah juga dikategorikan milik Belanda?Mohon maaf sebelumnya,prinsip ini tidak sama dengan Undang2 kewarga negaraan.
Dalam undang2 kewarganegaraan, identitas nama/surat asing jelas dikategorikan orang asing. Tetapi apa jadinya kalau nama seseorang menunjukkan identitas orang Indonesia yang tanpa kita longok lebih dalam ternyata dia berkebangsaan asing?
Contohnya adalah: Tuan SUTO WIJOYO sebagaimana dibahas pada artikel sebelumnya. Tetapi ternyata dia warga negara Belanda,sebaliknya tuan KRAMER,tetapi ternyata dia WNI.
Bagaimana dan  yang mana status hak mereka/ahli warisnya yang harus kita akui ?Kalau istilah ini rancu..?
Jadi bagi penerima pelimpahan hak/ahli waris jangan kuatir surat eigendom itu tidak mempunyai kekuatan hukum.Karena kewarganegaraan pemilik pertama/pemberi waris/pemberi pelimpahan hak bisa dilacak .
Sumber: www.hukumonline.com /Artikel by.