"Anak saya umur 17 tahun, kelas 3 SMU, bernama Rizaq. Tadi siang berkelahi dengan anak kelas 1 SMU yang masih berumur 15 tahun (nama Hamdan) gara-gara rebutan pacar. Perkelahian tersebut mengakibatkan Hamdan luka lebam di pipi sebelah kiri. Pihak sekolah tidak berhasil menyelesaikan masalah tersebut sehingga tadi siang ayah dari Hamdan melaporkan Ke Polres Jember, apa tindakan yang harus saya lakukan? Musyawarah kekeluargaan sudah sulit dicapai. Dan bagaimana nasib ancaman hukuman anak saya yang sebentar lagi mau ujian akhir"?
*********************************************************************************************************************************
Perkelahian yang dilakukan oleh anak Anda hingga berujung pada luka lebam di pipi anak yang berkelahi dengannya, dikenal sebagai tindak pidana penganiayaan yang ancaman pidananya terdapat dalam Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Jika luka lebam di pipi orang tersebut tidak menjadi halangan baginya untuk melakukan pekerjaannya, maka perbuatan anak Anda terhadap orang tersebut digolongkan sebagai penganiayaan ringan yang diatur dalam Pasal 352 ayat (1) KUHP:
“Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.”
Hal lain yang penting dibahas adalah baik anak Anda yang berumur 17 tahun maupun anak lain yang berumur 15 tahun, dalam hukum keduanya masih berstatus sebagai anak. Ini karena dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) dikatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Perlu Anda ketahui, ancaman pidana penjara bagi anak yang melakukan tindak pidana adalah setengah dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang yang sudah dewasa sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (“UU Pengadilan Anak”).
Dengan demikian, ancaman pidana bagi penganiayaan ringan yang dilakukan oleh anak Anda terhadap adik kelasnya adalah pidana penjara paling lamasetengah dari tiga bulan, yakni 1,5 bulan.
Jika segala upaya penyelesaian secara kekeluargaan telah Anda tempuh namun tidak berujung pada perdamaian, wajar saja jika orang tua korban melaporkan anak Anda kepada pihak yang berwajib untuk diproses secara hukum.
Perlu diketahui, berdasarkan Pasal 16 ayat (3) UU Perlindungan Anak,penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
Dengan demikian, dalam hal ini, memang penegak hukumlah (hakim) yang menentukan bagaimana pemidanaan yang ditujukan kepada anak Anda. Namun, dalam hal ini hakim perlu mempertimbangkan hal lain, yakni kepentingan anak Anda yang sebentar lagi akan menempuh ujian akhir di sekolahnya.
Sehubungan dengan nasib pendidikannya, Pasal 29 ayat (9) UU Pengadilan Anak mengatakan bahwa selama anak nakal berstatus sebagai klien pemasyarakatan, dapat mengikuti pendidikan sekolah. Menurut penjelasan pasal ini, yang dimaksud dengan "pendidikan sekolah" adalah pendidikan yang dilaksanakan di sekolah sebagaimana dimaksud dalamUndang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasionalyang telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (“UU Sisdiknas”). Akan tetapi, ini hanya berlaku bagi anak yang dijatuhi pidana bersyarat oleh Hakim, yakni apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun. Selengkapnya dapat Anda simak dalam artikel Pidana Bersyarat.
Pengaturan khusus mengenai kepentingan sekolah anak yang berhadapan dengan hukum, berdasarkan huruf G mengenai Tugas dan Wewenang Kementerian Pendidikan Nasional Lampiran Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Penanganan Anak Yang Berhadapan dengan Hukum (“Permen Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 15/2010”) yang kami akses dari laman resmi Kementerian Hukum dan HAM, dikatakan bahwa salah satu tugas Kementerian Pendidikan Nasional adalahmemfasilitasi penyediaan dukungan sarana/prasarana pendidikan sesuai kebutuhan penyelenggaraan layanan pendidikan bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum (“ABH”) yang dilangsungkan di dalam LAPAS/RUTAN anak.
Lebih lanjut dalam Permen Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 15/2010 dikatakan bahwa salah satu tugas dan kewenangan dinas pendidikan daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dan/atau satuan pendidikan/sekolah dalam penanganan ABH (dalam hal anak sebagai pelaku), meliputi ABH berstatus sebagai tersangka dan ditahan di RUTAN anak atau di kepolisian, adalah diharapkan dinas pendidikan atau sekolah, orang tua, dan kepolisian atau pihak RUTAN harus tetap mengupayakan anak tidak kehilangan hak-haknya untuk mengikuti setiap kegiatan pembelajaran, termasuk keikutsertaannya dalam evaluasi pembelajaran, seperti ulangan harian, ulangan semester, ujian akhir sekolah atau ujian akhir nasional.
Jadi, apabila nantinya kasus anak Anda bergulir hingga ke ranah hukum yang berujung pada pemidanaan terhadap anak Anda, mengenai ujian akhir yang akan dihadapi anak Anda pada dasarnya tetap difasilitasi oleh dinas pendidikan daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dan/atau satuan pendidikan/sekolah karena merupakan lingkup kewenangannya dan hal tersebut harus diupayakan pula oleh dinas pendidikan atau sekolah, orang tua, dan kepolisian atau pihak RUTAN.
Pelaksanaan UAN di penjara tak jauh berbeda dengan di sekolah umum. Selama ujian, para siswa diawasi tim pemantau independen. Materi yang diujikan pun sama persis dengan materi yang diujikan di sekolah umum.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
4. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Penanganan Anak Yang Berhadapan dengan Hukum.
Referensi:
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2010/bn513-2010.pdf, diakses pada 8 Januari 2014 pukul 18.16 WIB;
Klinik Hukumonline.
442 HITS
DI: HUKUM PIDANA
SUMBER DARI: BUNG POKROL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar