Translate

Jumat, 01 November 2013

YURISPRUDENSI Ttg GUGATAN

Yurisprudensi Daerah Istimewa Aceh (1977-1979)

Pihak yang berhak mengajukan surat gugatan.
- Tuntutan Penggugat untuk menghukum Tergugat membuka kembali gang jalan yang terletak di atas tanah milik Negara yang dikuasai Kota Madya tidak dapat dikiabulkan karena dalam hal ini yang dirugikan adalah Kota Madya dan Kota Madya berwenang untuk menyuruh membuka kembali gang tersebut.
(M.A. tgl. 31 Januari 1977 No. 748 K/Sip/1973)

Perubahan surat gugatan.
- Perubahan surat gugatan di muka persidangan dapat dibenarkan asal Tergugat tidak keberatan.
(M.A. tgl. 18 April 1977 No. 965 K/Sip/1977)

Perubahan gugatan.
- Penambahan gugatan yang disampaikan olel Penggugat di persidangan yang tidak bertentangan dengan hokum, dapat dikabulkan.  (P.T. Banda Aceh tgl. 14 April 1975 No. 26/1975)

Gugatan rekonvensi
- Gugatan rekonvensi dari Tergugat-Tergugat untuk memperoleh ganti rugi disebabkan adanya gugatan dari Penggugat terhadap Tergugat-Tergugat dipandang tidak beralasan, karena dihukumnya Tergugat-Tergugat untuk membayar hutang mereka kepada Penggugat.
(P.N.  Banda Aceh tgl. 5 Nopember 1973 No. 28/1973 Gg).

Lain-lain.
- Tuntutan provisional merupakan gugatan yang berdiri sendiri (een zelfstandige vordering) di samping gugatan pokok dan keputusannya merupakan eindvonnis.
(M.A. tgl. 18 April 1977 No. 1265 K/Sip/1975).

PEMBINAAN/YURISPRUDENSI DI SUMATERA BAGIAN SELATAN (1976/1977)

Syarat-syarat formil dari pada Surat Gugatan
- Surat gugatan yang dibubuhi tanda sidik jari Penggugat, akan tetapi tidak disahkan oleh pejabat yang berhak sebagaimana dimaksud oleh pasal 286 ayat 2 R.Bg jo pasal 1 Lembaran Negara Tahun 1916 No. 46, sebagaimana telah diubah dengan Lembaran Negara Tahun 1919 No. 776, maka gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima.
(P.T. Plg. Tgl. 26 Agustus 1972 Reg. No. 81/1972/PT.Perdt).

Isi surat gugatan
- Dalam hal istilah-istilah yang dipergunakan Penggugat di dalam surat permohonan gugatannya kurang tepat, akan tetapi berhubung  dengan baru terbentuknya Pengadilan Negeri Kayu Agung, maka lancarnya jalannya hokum, cukuplah ditinjau kepada isi tujuan surat gugat tersebut.
(P.T. Plg. Tgl. 14 Juli 1966 Reg. No. 41/1964/PT. Perdt).

- Dalam hal petitum yang bersifat alternative maka Hakim harus memilih petitum yang mana yang dapat dikabulkan.
(M.A. tgl. 20 Mei 1975 Reg. No. 132 K/Sip/1971).

- Permohonan Uitvoerbaar bij voorraad hanya dapat dikabulkan dalam hal sengketa terhadap barang jaminan tak bergerak yang berada dalam hubungan kontrak/sewa menyewa.
(M.A. tgl. 15 Oktober 1973 Reg. No. 689 K/Sip/1973)

- Tuntutan ganti rugi yang tidak dapat dibuktikan secara jelas dipersidangan harus ditolak.
(P.T. Plg. Tgl. 31 Maret 1973 Reg. No. 4/1973/PT. Perdt).

- Untuk menentukan berwenang atau tidaknya Pengadilan Negeri memeriksa dan mengadili suatu perkara dilihat dari pokok gugatan dari Penggugat.
(P.N. Jambi tgl. 23 Desember 1972 Reg. No. 72/PN/1972 Perdt).

- Tuntutan untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan 10% sebulan, karena obyek perjanjian adalah emas murni, tidak dapat diyakini oleh Hakim, oleh karenanya harus ditolak.
(P.T. Plg. Tgl. 28 Juli 1973 Reg. No. 94/1973/PT.Perdt)

Surat gugatan yang belum lengkap
- Dalam suatu perkara dimana Tergugat kemudian meninggal dunia, maka Pengadilan memerintahkan agar ahli warisnya diberitahu untuk menggantikannya kepada Panitera.
(P.T. Plg. Tgl 30 Januari 1973 Reg. No 1/1973/PT.Perdt)

Pengurangan gugatan (tuntutan) dalam surat gugatan di persdangan.
- Pengurangan gugatan yang bersifat merobah gugatan harus dikesampingkan dan karenanya sudah selayaknya tidak dapat diterima.
(P.T. Plg. Tgl. 13 Maret 1968 Reg.No : 10/1964/Perdt).



Pihak yang berhak mengajukan surat gugat
- Bilamana terdapat 2 orang Penggugat dalam perkara, baik dari dalil gugatan, maupun dari hasil pemeriksaan, ternyata salah seorang di antara penggugat tersebut tiada kepentingan untuk turut mengajukan gugatan, maka tuntutan dari penggugat yang tersebut belakangan tadi harus dinyatakan tidak dapat diterima.
(P.T. Plg. Tgl. 16 Juni 1966 Reg. No. 18/1965/PT. Perdt).

Perubahan gugatan
- Perubahan gugatan dalam surat gugatan dapat dikabulkan asal permohonan tersebut tidak merugikan tergugat secara tidak wajar.
(P.N. Curup tgl. 13-9-1967 Reg. No. 27/1967/Perdt).

Gugatan Ne Bis In Idem
- Dalam perkara warisan/perdata di mana sebelumnya telah pernah diajukan oleh Mahkamah Syariah berlakulah azas Ne Bis In Idem.
(P.T. Plg. Tgl. 27 Maret 1973 Reg. No. 107/1972/PT.Perdt)

- Dalam suatu perkara, dimana sebelumnya telah mendapat suatu putusan yang pasti (in van gewijsde) antara pihak-pihak yang sama maka gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvanklijk verklaard).
(M.A. tgl 25 Oktober 1972 Reg. No. 68 K/Sip/1972)

- Suatu gugatan yang telah mendapat Keputusan Hukum yang pasti yang dimajukan terhadap objek dan subjek yang sama, gugatan tersebut tidak dapat dimajukan lagi (Ne Bis In Idem).
(P.T. Plg. Tgl. 13 Agustus 1967 Reg. No. 143/1967/PT.Perdt).

- Terhadap perkara yang mengenai objek yang sama (yang itu-itu juga) tidak dapat dipertimbangkan untuk kedua kalinya.
(M.A. tgl. 2 Nopember 1966 Reg. no. 430 K/Sip/1966)

Gugatan rekonvensi
- Gugatan rekonvensi yang tidak disangkal harus dikabulkan.
(P.T. Plg. Tgl 3 Agustus 1968 Reg. No 89/1965/PT. Perdt)

- Gugatan rekonvensi yang tidak diajukan sekaligus bersama-sama dengan jawaban seperti diharuskan Undang-Undang pasal 158 (1) R.Bg harus dinyatakan tidak dapat diterima.
P.T. Plg. 30 Juli 1968 Reg. No. 8/1968/PT. Perdt)

- Pembebanan pembayaran sejumlah uang, meskipun tidak dituntut oleh tergugat rekonvensi dapat dibenarkan oleh hukum, karena pembebanan ini tidak merupakan pemberian lebih dari pada pertitum gugatan reconvensi, tetapi berupa pengurangan dari pada permohonan tersebut.
(P.T. Plg. Tgl. 10 Maret 1971 Reg. no. 114/1969/PT.Perdt)

Gugatan yang kedaluarsa.
- Dalam suatu gugatan perkara sengketa tanah, di mana penggugat sebelumnya tidak pernah mengajukan gugatan ataupun tuntutan berupa apapun juga di luar Pengadilan, haruslah dianggap bahwa tergugat telah dibiarkan secara terus menerus menguasai tanah sengketa dalam masa yang begitu lama, sehingga berdasarkan kedaluarsa gugatan penggugat harus ditolak.
(P.T. Plg. Tgl. 28 Juni 1968 No. 153/1967/PT.Perdt)

Gugatan yang tidak jelas.
- Dalam hal gugatan penggugat meragukan Hakim apakah betul-betul rumah yang disengketakan itu milik penggugat, walaupun ia telah mengajukan alat-alat bukti maka gugatan harus ditolak.
(P.T. Plg. 21 Januari 1970 Reg. No. 246 K/Sip/1969)

Lain-lain.
- Dalam suatu perkara/sengketa tanah, dengan tanpa mempersoalkan siapakah yang sebenarnya berhak atas tanah sengketa, maka keadaan status tanah sengketa harus dikembalikan kepada keadaan semula setelah hal tersebut dilaksanakan, maka siapapun yang kemudian berhak sebagai pemilik dapat mengajukan Gugatan Baru kepada yang berwajib.
(P.T. Plg tgl. 12 September 1966 Reg. No. 22/1964/PT. Perdt)

- Dalam suatu perkara bilamana tergugat adalah paman dari penggugat, apabila penggugat menuntut ganti kerugian, karena hasil sawah dan kebun kopi yang telah diambil tergugat, selama sawah dan kebon kopi tersebut dikerjakan oleh tergugat, sejak penggugat belum dewasa dan melihat hubungan keluarga/kekeluargaan kedua belah pihak, wajarlah seorang keponakan memberikan nafkah kepada pamannya, maupun sebaliknya, karena itu gugatan yang demikian itu harus dinyatakan tidak dapat diterima.
(P.T. Plg tgl. 29 Maret 1968 Reg. No. 15/1966/PT.Perdt)

- Dalam hal alat-alat bukti yang diajukan penggugat tidaklah membuktikan/mendukung dalil-dalil penggugat, maka gugatan harus ditolak.
(M.A. tgl. 21 Januari 1970 Reg. No. 246 K/Sip/1969)
- Suatu gugatan yang diajukan terhadap tanah sengketa, di mana sebenarnya jual beli yang terjadi antara tergugat dan penggugat hanyalah terhadap hak-hak yang terletak di atas tanah sengketa, bukanlah berarti jual beli terhadap tanahnya, karena itu gugatan penggugat harus ditolak.
(P.T. Plg tgl. 9 Maret 1967 Reg. No. 107/1966/PT. Perdt)

- Gugatan kembali yang tidak mengenai objeknya, sudah sepantasnya ditolak.
(P.T. Plg. Tgl. 15 Juli 1970 Reg. No. 22/1968/PT. Perdt).

- Berdasarkan keterangan para saksi yang diajukan penggugat-pembanding dan bukti surat jual beli, serta sumpah tambahan yang diucapkan penggugat ditambah dengan keterangan Tergugat-terbanding, Penggugat-pembanding telah berhasil membuktikan gugatannya, karena itu harus dikabulkan.
(P.T. Plg. Tgl. 15 Desember 1971 Reg. No. 40/1970/PT.Perdt)

- Dalam hal tanah sengketa yang didalilkan penggugat, tidak disangkal tergugat, harus dianggap benar bahwa tanah itulah yang disengketakan.
(P.N. Plg. Tgl. 9 November 1968 Reg. No. 86/1966/PN.Plg)

- Dalam hal gugatan penggugat sudah ditolak, maka keterangan tergugat dan saksi tergugat tidak perlu dipertimbangkan lagi.
(P.T. Plg. Tgl 6 Desember 1971 Reg. No. 60/1971/PT.Perdt)

- Dalam hal penggugat ternyata telah melakukan pelepasan hak (rechtsverwerking) dan tidak dapat membuktikan dalilnya, gugatan telah ditolak.
(P.T. Plg tgl. 6 Desember 1971 Reg. No. 60/1971/PT.Perdt)

- Dalam menanggapi petitum gugatan penggugat, hakim harus memberikan urutan yang systimatis.
(P.T. Plg tgl. 7 Desember 1971 Reg. No. 77/1971/PT.Perdt).

- Gugatan yang diajukan Penggugat terhadap Tergugat II dan III/Pembanding II dan III, harus ditolak seluruhnya dan sita konservatoir atas barang-barang milik Tergugat II dan III/ Pembanding II dan III harus diangkat, karena ternyata Tergugat II dan III/Pembanding II dan III, sebagai pemborong hanya dapat perintah dari Tergugat I/Pembanding untuk melakukan pembongkaran bangunan yang disewa oleh Penggugat dan kemudian membangun gedung baru.
(P.T. Plg.tgl. 16 Februari 1972 Reg. No. 53/1972/PT.Perdt).
- Dalam hal penggugat tidak menuntut bunga uang, Hakim banding tidak dapat memberikan keputusan yang lebih terhadap apa yang diminta.
(P.T. Plg.tgl. 30 Desember  1972 Reg. No. 110/1972/PT.Perdt) 

- Pengajuan penentuan waris menurut Hukum Islam di mana tidak dijelaskan di dalam posita gugatannya mengenai hubungan ahliw aris si pewaris dan ahli warisnya, adalah tidak terbukti menurut hukum.
(P.T. Plg tgl. 30 Maret 1973 Reg. No. 35/1973/PT.Perdt)

Yurisprudensi Wilayah Hukum PT Ujung Pandang Tahun 1975

Petitum yang bertentangan dengan posita.
- Petitum yang bertentangan dengan posita harus ditolak.
(PT. Ujung Pandang tgl. 8 April 1971 No. 64/1970/P.T/Pdt)

Surat Penggabungan Gugatan
- Pengadilan Negeri dapat menggabungkan beberapa gugatan yang ada hubungan bathin satu sama lain, jika pengabungan itu memudahkan proses dan menhindarkan kemungkinan putusan-putusan yang saling bertentangan.
(MA tgl. 13 Mei 1975 No. 880 K/Sip/1975)

Perubahan Gugatan
- Perubahan tuntutan tidak bertentangan dengan hukum axara perdata asal tidak merubah atau menyimpang dari kejadian materiil, walaupun tidak ada tuntutan subsidiair untuk peradilan yang adil.
(MA tgl. 20 Februari 1971 No. 209 K/Sip/1970)

Perobahan Pewaris
- Meskipun ada perobahan pewaris yaitu dari pewaris yang satu kepada pewaris yang lainnya, bilamana seorang ahli waris mempunyai hak yang sama kepada kedua pewaris tersebut, maka perobahan yang demikian tidak termasuk perobahan yang dimaksud dalam pasal 189 (3) R.Bg. (MA tgl 17 Juli 1965 No. K/Sip/1965)

Eksekusi dalam rekonvensi
- Tuntutan berupa gugatan dalam rekonvensi untuk mengeksekusi putusan Pengadilan Adat tidak dapat diperhatikan karena untuk itu harus ditempuh saluran eksekusi yang biasa berlaku. (PT Makasar tgl. 21 Agustus 1967 No. 191/1961/P.T/Pdt)

Gugatan rekonvensi yang telah diajukan dalam perkara lain.
- Gugatan balasan (rekonvensi) yang diajukan oleh tergugat kepada penggugat, dimana gugatan balasan tersebut oleh tergugat telah dimajukan dalam perkara lain, maka gugatan balasan tersebut tidak dapat dibenarkan.
(PT Makasar tgl. 12 Juli 1962 No. 271a/1959/PT/Pdt)

Gugatan rekonvensi yang tidak disebut
- Tergugat dianggap mengajukan gugatan rekonvensi, meskipun istilah rekonvensi tidak disebut, tetapi tergugat bermaksud demikian di dalam surat jawabannya.
Oleh karena itu meskipun tergugat tidak naik banding gugatan rekonvensi tetap diadili oleh Pengadilan Tinggi.
(PT Ujung Pandang tgl. 8 April 1971 No. 64/1970/PT/Pdt)

Obyek gugatan tidak jelas luas dan batasnya.
- Suatu gugatan terhadap tanah yang tidak jelas mengenai luas dan batasnya harus dinyatakan tidak dapat diterima.
(PN Sengkang tgl 18 Juli 1961 No. 15/1961)

Obyek gugatan tidak jelas jumlahnya.
- Permohonan penggugat agar tergugat dihukum membayar semua hasil yang dinikmatinya yang berasal dari obyek sengketa selama berada dalam kekuasaannya, akan tetapi tidak ada kepastian jumlahnya, tidak dapat dikabulkan, meskipun tergugat dikalahkan dalam perkara tersebut.
(PT Ujung Pandang tgl. 11 April 1967 No. 261/1965/PT/Pdt)

Hasil sengketa barang
- Gugatam untuk mengembalikan hasil dari pada tanah/sawah selama dikuasai tergugat, dimana sawah/tanah tersebut berada dalam tangan/penguasaan tergugat karena persetujuan penggugat sendiri harus di tolak.
(PT Makasar, tgl. 24 Januari 1968 No. 501/1963/PT/Pdt)



YURISPRUDENSI JAWA BARAT 1975/1976

Syarat-syarat formil daripada surat gugatan.
- Gugatan perkara hutang piutang dalam hal yang berhutang adalah dua orang, maka gugatan harus ditujukan kepada kedua orang tersebut. 
(PT Bandung tgl. 28 Maret 1973, No. 15/1973/Perd/PTB)

Isi surat gugatan.
- Dilakukannya suatu masa yang begitu lama tanpa suatu alasan yang sah sebelum diadakan gugatan, merupakan prasangka yang kuat akan ketidakbenaran dasar hukum penggugat untuk tuntutannya.
(MA tgl. 13 April 1976 No. 875 K/Sip/1973)

Surat gugatan yang belum lengkap.
- Gugatan pewarisan yang hanya dilakukan oleh ahli waris dari pihak ibu saja, sedangkan tidak terbukti tentang adanya ahliwaris dari pihak ayah, adalah tidak dapat diterima.
(MA tgl. 23 Maret 1976 No. 1178 K/Sip/1974)
- Gugatan yang tidak sempurna menurut ketentuan hukum acara karena adanya kekeliruan harus dinyatakan tidak dapat diterima.
(MA tgl. 20 Oktober 1976 No. 447 K/Sip/1976)

Pihak yang berhak mengajukan surat gugatan.
- Walaupun dalam posita gugatan dinyatakan bahwa yang mempunyai pihutang terhadap tergugat adalah penggugat dalam perkara ini sedangkan dari pengakuan tergugat serta dari surat bukti yang diajukan oleh penggugat sendiri ternyata bahwa yang mempunyai tagihan terhadap tergugat ialah suami penggugat, namun mengingat penggugat telah mendapat kuasa dari suaminya untuk menagih pihutangnya termaksud dank arena tergugat sendiri tidak pernah mengajukan keberatan terhadap gugatan termaksud diatas, maka penggugat untuk dirinya sendiri dapat menggugat tergugat diforum pengadilan.
(PN Bandung tgl. 27 September 1973 No. 464/72/C/Bdg)
- Apabila tanah-tanah sengketa yang semulanya adalah milik penggugat, tetapi sehubungan dengan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria, kemudian diatasnamakan anak-anak dari penggugat, maka tanah-tanah sengketa tersebut menurut hukum tidak lagi merupakan hak milik penggugat, melainkan menjadi hak milik masing-masing anak-anaknya, hingga masing-masing pemiliknya lalu yang berwenang untuk secara sendiri-sendiri menggugat masing-masing dalam perkara yang berdiri sendiri.
(MA tgl. 28 Januari 1976 No. 201 K/Sip/1974).

Perobahan surat gugatan.
- Dalam hal beberapa orang diantara para terbantah ternyata sudah meninggal dunia sewaktu pemeriksaan perkaranya belum lagi dimulai, Hakim akan mengundurkan persidangan agar pembantah mendapat kesempatan merubah surat gugatannya sepanjang mengenai para terbantahnya, yaitu mengganti para terbantahnya yang telah meninggal dunia dengan para ahli warisnya.
(MA tgl. 29 Desember 1975 No. 22 K/Sip/1974)
- Dalam hal dalam surat gugat penggugat sebagai petitum subsidiair mohon agar Hakim menambah gugatannya, apabila dianggapnya kurang, maka Hakim karena jabatannya dapat melengkapi gugatan penggugat.
(MA tgl. 14 Oktober 1975 No. 776 K/Sip/1974)
- Tuntutan yang diajukan sewaktu perkaranya berjalan dan tidak disebut-sebut dalam pokok gugatannya harus dikesampingkan.
(PN Bandung tgl. 14 Maret 1968 No. 154/1967/Sip)
- Permohonan penggugat yang diajukan sewaktu pemeriksaan perkara berlangsung untuk merubah “tanggal” yang tercantum dalam surat gugatnya, dapat dikabulkan, karena perubahan termaksud tidak merupakan perubahan yang merugikan kepentingan tergugat, baik dalam pembelaan maupun dalam pembuktiannya, sehingga tidak bertentangan dengan hukum acara.
(MA tgl. 29 Januari 1976 No. 823 K/Sip/1973)
- Perubahan gugatan yang masih mengenai kejadian materiil yang telah diajukan (hetzelfde materiele feit) serta dilakukan oleh penggugat sebelum ada jawaban dari pihak tergugat dianggap tidak merugikan pihak tergugat dalam haknya untuk membela diri.
(PT Bandung tgl. 24 April 1974 No. 1/1974/Perd/PTB)
- Perubahan surat gugat baik mengenai posita maupun petitanya yang diadakan setelah gugatan yang semula dibacakan dapat dibenarkan karena tergugat menyatakan tidak berkeberatan, pernyataan mana dapat disimpulkan bahwa kepentingan pihak tergugat tidak dirugikan oleh adanya perubahan tersebut di atas.
(PN Garut tgl. 6 April 1970 No. 37/1969/Perd.PN. Grt)
- Dua orang atau lebih bersama-sama secara renteng dapat dihukum untuk membayar ganti rugi, masing-masing atas dasarnya sendiri, yaitu yang satu atas yang lain atas dasar onrechtmatige daad.
(PT Bandung tgl. 21 Juni 1973 No. 216/1872/Perd/PTB)
- Apabila pihak tergugat menolaknya maka permohonan penggugat untuk mengubah petitum sewaktu pemeriksaan perkara sedang berlangsung tidak dapat dikabulkan oleh Pengadilan.
(PN Bandung tgl. 15 Nopember 1967 No. 193/1966/Sipil; PT Bandung tgl. 2 Nopember 1971 No. 214/1969/Perd/PTB).

- Permohonan untuk mengadakan penambahan dalam gugatan pada saat pihak berperkara lawan telah menyampaikan jawabannya, tidak dapat dikabulkan apabila pihak berperkara lainnya tidak menyetujuinya.
(PN. Indramayu tgl. 7 Januari 1974 No. 22/1973/Perd)
- Hakekat dari azas “NE BIS IN IDEM” adalah bahwa baik pihak yang berperkara maupun barang yang dipersengketakan adalah sama.
(PN Tangerang tgl. 30 Oktober 1969 No. 13 PN/TNG/1969/G; PT Bandung tgl. 11 Oktober 1973 No. 278/1972/Perd/PTB)
- Memori jawaban yang berisikan suatu tuntutan guna kepentingan pihak lain tanpa adanya kuasa untuk itu tidak dapat dianggap sebagai suatu gugatan balasan (dalam rekonpensi) dan tidak perlu dipertimbangkan serta diputuskan karena suatu gugatan balasan harus diajukan oleh yang berkepentingan sendiri atau oleh kuasanya.
(PT Bandung tgl. 23 September 1970 No. 160/1970/Perd/PTB)
- Permohonan terbantah yang hanya berisikan : “meminta agar bantahan pembantah ditolak”, bukan merupakan gugatan rekonpensi karena permohonan yang bersangkutan tidak nampak dengan tegas sebagai suatu gugatan rekonpensi. Oleh karena itu putusan Pengadilan Tinggi berupa tanggapan “gugatan rekonpensi” itu harus dibatalkan/dihapuskan
(MA tgl. 14 Januari 1976 No. 407 K/Sip/1974)
- Gugat balasan yang diajukan hnaya oleh sebagian dari para tergugat, tidak dengan sendirinya menjadikan, gugat balasan tersbeut tidak dapat diterima.
(PT Bandung tgl. 11 Desember 1973 No. 270/1972/Perd/PTB)
- Dalam gugatan yang menyangkut pembagian warisan harus diikut sertakan segenap ahliwaris karena itu gugat balasan tidak dapat diajukan hanya oleh sebagian dari ahliwaris saja, melainkan oleh seluruhnya.
(PN Ciamis tgl. 25 Januari 1972 No. 49/1971/Perd.G.Cms; PT Bandung tgl. 11 Desember 1973 No. 270/1972/Perd/PTB).
- Bantahan yang diajukan diforum Pengadilan harus dinyatakan tidak dapat diterima apabila causa untuk bantahan tadi sementara perkaranya berjalan hapus.
(PT Bandung tgl. 22 Februari 1973 No. 172/1972/Perd/PTB; MA tgl. 9 Juni 1976 No. 1130 K/Sip/1973)
- Eksepsi yang tidak mengenai ketidakwenangan Hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara yang bersangkutan (onbevoegheid van der rechter), menurut ketentuan dalam pasal 136 RIB harus diputuskan bersam-sama dengan pokok perkaranya.
(PN Bandung tgl. 16 April 1970 No. 82/1969 Sipil; PT Banding tgl. 24 April 1974 No. 1/1974/Perd.PTB)


YURISPRUDENSI SUMATERA UTARA BUKU III PERDATA

- “Penandatanganan surat gugat oleh beberapa orang penggugat, diantaranya ada menandatangani dengan cap jempol (karena buta huruf) dan ada menandatangani dengan tulisan, gugatan yang demikian dapat diterima, dan bertentangan dengan isi dan maksud pasal 144 dari R.Bg”.
(MA tgl. 17 September 1975 No. 819 K/Sip/1975)
- Meskipun gugatan rekonpensi belum diputus oleh judex facti, tetapi karena materiel bukan merupakan gugatan rekonpensi yang sungguh-sungguh, maka dianggap tidak ada gugatan rekonpensi.”
(MA tgl. …April 1975 No. 1154 K/Sip/1973)
- Tuntutan hasil bola pinang (pauh) dari sebidang tanah yang tidak diperiksa dan dipertimbangkan oleh Pengadilan Negeri, harus dinyatakan tidak dapat diterima”.
(MA tgl. 31 Desember 1973 No. 886 K/Sip/1973)
- Gugatan agar putusan dapat dijalankan dengan serta merta (bij vorraad) yang belum memenuhi syarat-syarat yang dikehendaki oleh pasal 191 (1) R.Bg harus ditolak.
(MA tgl. 13 Juni 1974 No. 499 K/Sip/1974)
- Gugatan ganti kerugian yang belum diperiksa dan dipertimbangkan oleh Pengadilan Negeri harus dinyatakan tidak dapat diterima.
(MA tgl. 13 Juni 1974 No. 499 K/Sip/1974)
- Suatu gugatan ganti kerugian yang belum diperiksa dan dipertimbangkan harus dinyatakan tidak dapat diterima.
(MA tgl. 31 Desember 1973 No. 886 K/Sip/1973)
- Gugatan terhadap hak milik atas sebidang sawah dapat disertai dengan gugatan hasil-hasil sawah tersebut.
(MA tgl. 12 Desember 1970 No. 617 K/Sip/1970)
- Gugatan yang dimajukan oleh kuasa dengan dasar surat kuasa umum, harus dinyatakan tidak dapat diterima.
(MA tgl. 25 Juli 1974 No. 531 K/Sip/1973)
- Gugatan untuk membayar uang paksa harus ditolak krena in casu keputusan dapat dilaksanakan oleh alat-alat perlengkapan Negara.
(MA tgl. 9 Desember 1970 No. 526 K/Sip/1970)


YURISPRUDENSI BALI 1965/1974

- Bilamana dalil gugatan yang dimajukan oleh Penggugat tidak dibantah oleh Tergugat maka dalill gugatan dipandang dapat terbukti.
(PN Singaraja tgl. 8 Januari 1963 No. 174/Pdt/1962/SG; PT Denpasar tgl. 11 Maret 1968 No. 272/PTD/1966/Pdt).
- Apabila salah satu pihak dalam suatu perkara mengemukakan suatu dalil ternyata tidak disangkal dengan tegas oleh pihak yang lain, maka dalil yang dikemukakannya itu dapat dipandang terbukti.
(PN Singaraja tgl. 2 Maret 1965 No. 28/Pdt/1965; PT Denpasar tgl. 2 Mei 1967 No. 385/PTD/1966/Pdt). 
- Keahliwarisan seseorang dianggap terbukti apabila tidak dibantah oleh pihak lawannya.
(PN Denpasar tgl. 15 Februari 1966 No. 40/Pdt/1964)
- Gugatan dikabulkan apabila dalil-dalil gugatan diakui atau setidak-tidaknya tidak dibantah oleh pihak lawan.
(PT Denpasar tgl. 7 September 1972 No. 268/PTD/1968/Pdt)
- Gugatan adalah dianggap terbukti, apabila gugatan itu oleh tergugat diakui sepenuhnya.
(PN Negara tgl. 20 Maret 1968 No. 5/Pdt/1968; PT Denpasar tgl. 30 Agustus 1971 No. 132/PTD/1968/Pdt).
- Apabila dalil-dalil yang dikemukakan oleh Penggugat tidak dibantah oleh tergugat, maka dalil-dalil tersebut dipandang diakui kebenarannya secara diam-diam oleh tergugat.
(PN Tabanan tgl. 19 April 1970 No. 20/Pdt/Tbn/1970; PT Denpasar tgl. 22 Desember 1972 No. 69/PTD/1970/Pdt).
- Keakhliwarisan adalah syah, apabila tidak dibantah oleh pihak lawan.
(PN SIngaraja tgl. 21 Februari 1962 No. 107/Pdt/1961/Sg; PT Denpasar tgl. 23 Desember 1971 No. 230/PTD/1971/Pdt).
- Kedudukan seseorang sebagai akhli waris dianggap terbukti apabila tidak dibantah oleh pihak lawannya.
(PT Denpasar tgl. 28 Februari 1972 No. 249/PTD/1971/Pdt).
- Dalil-dalil gugatan dianggap telah diakui apabila tergugat tidak secara tegas telah membantah dalil-dalil tersebut.
(PN Tabanan tgl. 8 Februari 1971 No. 4/Pdt/Tbn/1971)
- Gugatan ditolak apabila penggugat yang dibebani pembuktian tidak berhasil membuktikan dalil gugatannya.
(PN Karangasem tgl. 3 Desember 1963 No. 752/K.A./1962)
- Kebenarang dalil bantahan Tergugat terhadap dalil gugatan Penggugat adalah irrelevant dan berlebihan dapat dikesampingkan, apabila Tergugat dalam hal ini tidak mengajukan gugatan reconvensi. (PT Denpasar tgl. 28 Februari 1971 No. 249/PTD/1971/Pdt)

Rabu, 30 Oktober 2013

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA



BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian dan Istilah Yang Digunakan

1. Hukum Acara  Peradilan Tata Usaha Negara
Adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum tata usaha negara atau hukum administrasi negara (menurut Wiryono Projodikoro).
Untuk hukum acara yang berlaku di peradilan Tata Usaha Negara, tidak dapat begitu saja menggunakan istilah hukum acara tata usaha negara, seperti halnya hukum acara perdata dan hukum acara pidana. Hal ini disebabkan karena didalam hukum tata usaha negara istilah Hukum Acara Tata Usaha Negara itu mempunyai arti tersendiri yaitu peraturan yang mengatur tentang tata cara pembuatan suatu ketetapan atau keputusan tata usaha negara. Aturan ini biasanya secara inklusif ada didalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pembuatan ketetapan atau keputusan tata usaha negara tersebut.

2. Tata Usaha Negara
Adalah Administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Yang dimaksud dengan urusan pemerintahan ialah kegiatan yang bersifat eksekutif.

3. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
Adalah badan atau pejabat yang melaksanakan  urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Keputusan Tata Usaha Negara
      Adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN yang berisi tindakan-tindakan hukum tata usaha negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. 
Istilah penetapan tertulis terutama menunjuk pada isi dan bukan kepada bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara.
Persyaratan tertulis itu diharuskan untuk kemudahan segi pembuktian oleh karena itu sebuah memo atau nota dapat memenuhi syarat tertulis tersebut dan akan merupakan suatu keputusan badan atau pejabat tata usaha negara apabila sudah jelas mengenai :
a) Badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkannya.
b) Maksud serta mengenai hal apa isi tulisan itu
c) Kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan di dalamnya.

Tindakan Hukum Tata Usaha Negara 
Adalah Perbuatan hukum badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang bersumber pada suatu ketentuan hukum tata usaha negara yang dapat menimbulkan hak atau kewajiban kepada orang lain.
bersifat konkrit  artinya obyek yang diputuskan dalam keputusan tata usaha negara tidak abstrak tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan. Umpamanya keputusan mengenai rumah A, izin usaha si B pemberhentian si D sebagai pegawai negeri.
Bersifat Individual artinya bahwa keputusan tata usaha negara itu tidak ditujukan untuk umum tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju.
Bersifat final artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum.

Apabila badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan keputusan tata usaha negara. Jika suatu badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan di maksud telah lewat waktu, maka badan atau pejabat tata usaha negara tersebut dianggap telah menolak, dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.

5. Sengketa Tata Usaha Negara
Adalah sengketa yang timbul dalam bidang TUN antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat TUN baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan TUN, termasuk sengkata kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Istilah sengketa yang dimaksud disini mempunyai arti khusus sesuai dengan fungsi peradilan tata usaha negara yaitu menilai perbedaan pendapat mengenai penerapan hukum.

6. Gugatan
Adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap badan atau pejabat TUN dan diajukan kepengadilan untuk mendapatkan keputusan. Istilah gugatan yang dimaksudkan disini mempunyai arti khusus sesuai dengan fungsi peradilan tata usaha negara dalam administrasi negara pemerintah banyak mengisi hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat tidak jarang dalam kasus tertentu keputusan TUN mengakibatkan kerugian bagi seseorang badan hukum perdata tertentu dan karenanya memerlukan koreksi serta pelurusan dalam segi penerapan hukumnya.

7. Tergugat
Adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata.

B. Sumber Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara 

1. Undang-Undang No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
2. Undang-Undang No.9  tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
3. Undang-Undang No.14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
4. Undang-Undang No.5 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No.5 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
5. Undang-Undang No.14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman.
6. Yurisprudensi.
7. Surat Edaran Mahkamah Agung ( SEMA ).

C. Asas - Asas yang Berlaku dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.

1. Pada peradilan tata usaha negara, hakim berperan aktif dalam proses persidangan guna memperoleh suatu kebenaran materiil untuk itu sistem pembuktian yang dipakai adalah pembuktian bebas.
2. Suatu gugatan tata usaha negara pada dasarnya tidak bersifat menunda pelaksanaan keputusan atau tindakan badan atau pejabat tata usaha negara..
3. Bagi mereka yang tidak pandai membaca dan menulis di bantu oleh panitera pengadilan untuk merumuskan gugatannya.
4. Warga pencari keadilan dari golongan masyarakat yang tidak mampu diberikan kesempatan untuk berperkara secara cuma-cuma.
5. Apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak atas permohonan penggugat, ketua pengadilan dapat menentukan dilakukannya pemeriksaan dengan acara cepat.
6. Penggugat dapat mengajukan gugatannya kepada pengadilan tata usaha negara yang paling dekat dengan tempat kediamannya untuk kemudian diteruskan kepengadilan yang berwenang mengadilinya.
7. Dalam hal tertentu gugatan dimungkinkan untuk diadili oleh pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat.
8. Badan atau pejabat tata usaha negara yang dipanggil sebagai saksi diwajibkan untuk datang sendiri.

Di samping asas-asas tersebut di atas diperadilan tata usaha negara juga diberlakukan asas peradilan cepat, murah, biaya ringan. Pasal 4 UU No.14 tahun 1970 para pihak harus didengar, sidang terbuka untuk umum, peradilan yang berjenjang, penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan obyektif, musyawarah untuk mencapai mufakat.

D. Pejabat Pengadilan dalam Peradilan Tata Usaha Negara.

1. Hakim, yang bertugas  memeriksa dan  memutus (mengadili) perkara;
2. Panitera, yang bertugas mencatat semua kejadian dalam sidang dan semua Tanya jawab yang terjadi serta melakukan pemanggilan kepada para pihak yang beperkara dan saksi-saksi atas perintah Hakim.
3. Juru Sita, yang bertugas menegaskan dan membuat berita acara untuk dikirimkan kepada atasan tergugat dan instansi lain terkait, apabila tergugat tidak melaksanakan isi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

E. Susunan Perisdangan Dalam Peradilan Tata Usaha Negara.

1. Pengadilan memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara dengan tiga orang hakim, dan salah seorang diantaranya ditunjuk sebagai hakim ketua sidang yang bertugas memimpin sidang dan wajib menjaga supaya tata tertib dalam persidangan ditaati setiap orang dan segala perintahnya dilaksanakan dengan baik (Pasal 68 UPTUN).
2. pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan hakim tunggal (pasal 99 ayat 1 UPTUN).

F. Susunan Badan Pengadilan

Susunan Badan Pengadilan terdiri atas:
1. Pengadilan Tata Usaha Negara, yang merupakan pengadilan tingkat pertama;
2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, yang merupakan pengadilan tingkat kedua;
3. Mahkamah Agung yang merupakan pengadilan tingkat kasasi.

Gugatan Dalam Pengadilan Tata Usaha Negara

BABA II
TENTANG GUGATAN

A. Para Pihak Yang Berperkara.

Didalam peradilan Tata Usaha Negara sudah ditentukan dengan pasti siapa yang bisa bertindak sebagai pihak Tergugat dan siapa yang bisa bertindak sebagai Pihak Penggugat.
Tergugat adalah badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang telah mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya. Sedangkan Penggugat adalah Orang atau Badan Hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan Tata Usaha Negara  (Pasal 1 angka 6 jo pasal 53 (1) UPTN). Dengan demikian didalam peradilan Tata Usaha Negara tidak dikenal gugat balik atau rekonpensi.

B. Alasan-Alasan Gugatan.

Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam mengajukan gugatan adalah :
1. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan-peraturan perundangan yang berlaku.
Keputusan tata usaha negara dikatakan bertentangan dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku apabila:
a. Bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat prosedural atau formal.
Contoh: Sebelum keputusan Pemberhentian dikeluarkan seharusnya pegawai yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
b. Bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan Perundang-undangan yang bersifat materiil/substansial.
Contoh: Keputusan ditingkat banding administratif, yang telah salah menyatakan gugatan Penggugat diterima atau tidak diterima.
c. Dikeluarka oleh Pejabat TUN yang tidak berwenang.
Contoh: Peraturan dasarnya telah menunjuk pejabat lain yang berwenang untuk mengambil keputusan.

2. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Yang dimaksud dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik adalah meliputi asas:
- Kepastian hukum;
- Tertib penyelenggaraan negara;
- Kepentingan umum;
- Keterbukaan;
- Proporsionalitas;
- Profesionalitas;
- Akuntabilitas

Sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Yang dimaksud dengan asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan dalam penyelenggara Negara.

Yang dimaksud dengan asas Penyelenggaraan Negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.

Yang dimaksud dengan asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan efektif.
Yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.

Yang dimakud dengan asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggaraan negara.

Yang dimaksud dengan asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yang dimaksud dengan asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

C. Isi Gugatan

1. Identitas para pihak yaitu nama, kewarganegaraan, tempat, dan pekerjaan penggugat atau kuasanya. Nama, jabatan dan tempat tinggal tergugat.
2. Posita  (dasar gugatan).
3. Petitum (apa yang dituntut).

D. Mengajukan Gugatan.

Gugatan yang diajukan kepada Pengadilan yang berwenang dalam bentuk tertulis, karena gugatan itu akan menjadi pegangan bagi Pengadilan dan para pihak selama pemeriksaan. Seorang penggugat yang buta huruf dapat meminta bantuan kepada Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara untuk membuat dan merumuskan gugatannya.
Setelah penggugat membayar uang muka biaya perkara yang besarnya ditaksir oleh panitera, gugatan dicatat dalam daftar perkara. Persekot biaya perkara ini nantinya akan diperhitungkan dengan biaya perkara sebagaimana dicantumkan dalam amar putusan pengadilan.
Biaya perkara ini dibebankan pada pihak yang kalah (pasal 111 UPTUN). Rincian biaya tersebut terdiri dari:
a. Biaya Kepaniteraan;
b. Biaya saksi, ahli, dan alih bahasa, dengan catatan bahwa pihak yang meminta pemeriksaan lebih dari lima orang saksi, harus membayar biaya untuk saksi yang lebih itu, meskipun pihak tersebut dihilangkan.
c. Biaya pemeriksaan ditempat lain dari ruang sidang dan biaya lain yang diperlukan bagi pemutusan sengketa atas perintah Hakim Ketua Sidang.

Dalam hal Penggugat tidak mampu, yang dinyatakan dengan surat keterangan dari Kepala Desa atau Lurah dapat mengajukan permohonan kepada ketua Pengadilan untuk berperkara dengan cuma-cuma.
Permohonan untuk berperkara dengan cuma-cuma ini harus diperiksa dan ditetapkan oleh Pengadilan sebelum pokok sengketa diperiksa. Penetapan Pengadilan yang telah mengabulkan permohonan penggugat untuk berperkara dengan cuma-cuma tersebut tidak hanya berlaku ditingkat pertama, tetapi juga berlaku ditingkat banding dan kasasi.

E. Kuasa Hukum

Dalam bersengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara para pihak dapat didampingi atau diwakili oleh seseorang atau beberapa orang kuasa hukum. Pemberian kuasa ini dapat dilakukan dengan surat kuasa khusus atau dapat dilakukan secara lisan dipersidangan. Untuk surat kuasa yang dibuat di luar negeri bentuknya harus memenuhi persyaratan dinegara yang bersangkutan dan diketahui perwakilan negara Republik indonesia dinegara tersebut serta kemudian harus diterjemahkan kedalam bahasa indonesia oleh penterjemah resmi  (Pasal 57 UPTUN).
Apabila dalam persidangan  seorang kuasa melakukan tindakan yang melampau batas wewenangnya pemberi kuasa dapat mengajukan sangkalan secara tertulis disertai tuntutan agar tindakan kuasa tersebut dinyatakan batal oleh Pengadilan. Apabila sangkalan sebagaimana dimaksud diatas, dikabulkan, maka Hakim wajib menetapkan dalam putusan yang dimuat dalam Berita Acara sidang bahwa tindakan kuasa itu dinyatakan batal, selanjutnya dihapus dari berita acara pemeriksaan putusan tersebut dibacakan atau diberitahukan kepada para pihak yang bersangkutan (pasal 48 UPTUN).
  
F. Pengadilan Yang Berwenang Memeriksa Gugatan.

1. Gugatan sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Tergugat.
Yang dimaksud dengan tempat kedudukan Tergugat adalah tempat kedudukan secara nyata atau tempat kedudukan menurut hukum. 
2. Apabila Tergugat lebih dari satu badan atau pejabat Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum pengadilan, gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu badan atau pejabat tata usaha negara.
3. Dalam hal tempat kedudukan tergugat tidak berada dalam daerah hukum pengadilan tempat kediaman Penggugat, maka gugatan diajukan ke Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan.
Tanggal diterimanya gugatan oleh Pengadilan tersebut dianggap sebagai tanggal diajukannya gugatan kepada Pengadilan yang berwenang.
Panitera Pengadilan tersebut berkewajiban memberikan petunjuk secukupnya kepada Penggugat mengenai gugatan penggugat tersebut.
Setelah gugatan itu ditandatangani oleh Penggugat, atau kuasa hukum, atau dibubuhi cap jempol penggugat yang tidak pandai baca tulis, dan dibayar uang muka biaya perkara, maka panitera yang bersangkutan:
a. Mencatat gugatan tersebut dalam daftar perkara khusus untuk itu.
b. Memberikan tanda bukti pembayaran uang muka biaya perkara dan mencantumkan nomor register perkara yang bersangkutan.
c. Meneruskan gugatan tersebut kepada Pengadilan yang bersangkutan.
Cara pengajuan gugatan tersebut diatas tidak mengurangi kompentensi relatif pengadilan yang berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan gugatan itu. 
4. Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa tata usaha negara yang bersangkutan yang diatur dengan peraturan pemerintah, gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat.
5. Apabila penggugat dengan tergugat berkedudukan atau berada diluar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta.
Penggugat yang berada diluar negeri dapat mengajukan gugatannya dengan surat atau menunjuk seseorang yang diberi kuasa yang berada di Indonesia.
6. Apabila tergugat berkedudukan didalam negeri dan penggugat diluar negeri gugatan diajukan kepada Pengadilan di tempat kedudukan Tergugat (Pasal 54 (6) PTUN).
   
G. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara.

1. Tidak termasuk keputusan tata usaha negara adalah:
a. Keputusan tata usaha negara yang merupakan perbuatan hukum perdata.
b. Keputusan tata usaha negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum.
c. Keputusan tata usaha negara yang memerlukan persetujuan.
d. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan kitab undang-undang hukum pidana atau kitab undang-undang hukum acara pidana, peraturan perundang-undangan yang lain yang bersifat hukum pidana.
e. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Keputusan tata usaha negara mengenai tata usaha TNI.
g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum.
2. Peradilan tata usaha negara tidak berwenang mengadili suatu sengketa tata usaha negara dalam hal keputusan tata usaha negara itu dikeluarkan:
a. Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam/keadaan luar biasa yang membahayakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 49 UPTUN).
Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara atau kepentingan masyarakat bersama dan atau kepentingan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Mengenai kompetensi ini UU No.5 tahun 1986 masih bersifat mendua karena masih memberikan kewenangan kepada badan-badan lain (peradilan semu)  diluar pengadilan yang ada dilingkungan peradilan tata usaha negara untuk mengadili sengketa tata usaha negara tertentu.
Menurut pasal 48 UPTUN yang menyebutkan:
a. Dalam hal suatu badan atau pejabat tata usaha negara diberi wewenang oleh/berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa tata usaha negara tertentu maka sengketa-sengketa tata usaha negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administrasi yang tersedia.
b. Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud diatas, jika seluruh upaya administratif telah diselesaikan.
Yang dimaksud upaya administratif adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh seseorang atau badan hukum perdata apabila ia merasa tidak puas terhadap suatu keputusan tata usaha negara. Prosedur tersebut dilaksanakan di lingkungan instansi yang bersangkutan.
Upaya adminstratif terdiri dari:
1. Keberatan adminstratif diajukan kepada atasan pejabat yang mengeluarkan keputusan tata usaha negara yang bersangkutan.
2. Banding administratif dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain yang mengeluarkan keputusan tata usaha negara yang bersangkutan.
Seperti: Keputusan Majelis Pertimbangan Pajak, Badan Pertimbangan kepegawaian, Panitia Perselisihan Perburuhan, Panitia Urusan Perumahan dan lain-lain.

Untuk sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud diatas, yang berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan pada tingkat pertama adalah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
Sengketa tersebut baru dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara setelah menempuh semua upaya administratif yang dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dibuatnya keputusan tata usaha negara yang bersangkutan.
Seandainya para pihak masih merasa tidak puas atas putusan Pengadilan Tinggi Usaha Negara tersebut dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (Pasal 51 UPTUN).
Disamping mengadili pada tingkat pertama sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud diatas, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga berwenang:
a. Memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara di tingkat banding;
b. Memeriksa dan memutus ditingkat pertama dan akhir sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan tata usaha negara didalam daerah hukumnya.
4. Untuk dapat diajukan ke Peradilan Tata Usaha Negara, suatu keputusan tata usaha negara harus bersifat tertulis, konkrit, individual, dan final serta masih dalam tenggang waktu 90 hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat tata usaha negara (Pasal 55 UPTUN).
Bagi pihak yang namanya tersebut dalam keputusan tata usaha negara yang digugat, maka tenggang waktu 90 hari itu dihitung sejak hari diterimanya keputusan tata usaha negara yang digugat.
Dalam hal yang hendak digugat itu merupakan keputusan menurut ketentuan:
a. Pasal 3 ayat (2) UPTUN, maka tenggang waktu 90 hari itu dihitung setelah lewatnya tenggang waktu yang ditentukan dalam peraturan dasarnya, yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan;
b. Pasal 3 (3) UPTUN, maka tenggang waktu 90 hari itu dihitung setelah lewatnya batas waktu empat bulan yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan.
Dalam hal peraturan dasarnya menentukan bahwa suatu keputusan itu harus diumumkan, maka tenggang waktu 90 hari itu dihitung sejak hari pengumuman tersebut.

H. Gugatan Tidak Menunda Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara 

Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya keputusan atau tindakan badan atau pejabat tata usaha negara yang digugat.
Penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan keputusan tata usaha negara itu ditunda selama pemeriksaan sengketa tata usaha negara sedang berjalan sampai ada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
Permohonan tersebut dapat diajukan sekaligus dalam gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketa.
Permohonan penundaan dimaksud:
a. Dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika keputusan tata usaha negara yang digugat itu tetap dilaksanakan.
b. Tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut. 
Dalam hukum acara tata usaha negara badan atau pejabat tata usaha negara itu selalu berkedudukan sebagai pihak yang mempertahankan keputusan yang telah dikeluarkannya terhadap tuduhan penggugat bahwa keputusan yang digugat itu melawan hukum.
Akan tetapi selama hal itu belum diputus oleh Pengadilan, maka keputusan tata negara harus dianggap menurut hukum.
Dan proses dimuka pengadilan tata usaha negara, memang dimaksudkan untuk menguji apakah dugaan bahwa keputusan tata usaha negara yang digugat itu melawan hukum beralasan atau tidak. Itulah dasar hukum acara tata usaha negara yang bertolak dari anggapan bahwa keputusan tata usaha negara itu selalu menurut hukum. Dari segi perlindungan hukum, maka hukum acara tata usaha negara, yang merupakan sarana hukum untuk dalam keadaan konkrit meniadakan anggapan tersebut. Oleh karena itu, pada asasnya selama hal tersebut belum diputuskan oleh Pengadilan, maka keputusan tata usaha negara yang digugat itu tetap dianggap menurut hukum dapat dilaksanakan.
Akan tetapi dalam keadaan tertentu, penggugat dapat mengajukan permohonan agar selama proses berjalan, keputusan tata usaha negara yang digugat itu diperintahkan ditunda pelaksanannya.













Pemeriksaan Persidangan Dalam Pengadilan TUN

BAB III
PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN

A. Pemeriksaan Pendahuluan
Pemeriksaan pendahuluan ini terdiri dari:
1. Rapat permusyawaratan (pasal 62 UUPTUN);
2. Pemeriksaan Persiapan (pasal 63 UUPTUN).

Rapat Permusyawaratan.
Rapat permusyawaratan juga disebut DISMISSEL PROCESS, dalam rapat permusyawarata ini Ketua Pengadilan memeriksa gugatany yang masuk apakah gugatan tersebut telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara dan apakah termasuk wewenangnya untuk mengadili. Dalam rapat permusyawaratan Ketua Pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar dalam hal:
1. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara.
Pokok gugatan adalah fakta yang dijadikan dasar gugatan. Atas dasar fakta tersebut Penggugat mendalilkan adanya suatu hubungan hukum tertentu dan oleh karenanya mengajukan tuntutannya.
2. Syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 UPTN tidak dipenuhi oleh Penggugat sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatkan.
3. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.
4. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh keputusan tata usaha negara yang digugat.
5. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewatnya.
Penetapan ketua pengadilan tata usaha negara mengenai hal ini diucapkan dalam rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan dengan memanggil kedua belah pijhak untuk mendengarkannya.
Pemanggilan kedua belah pihak dilakukan dengan surat tercatat oleh panitera pengadilan atas perintah Ketua Pengadilan. Terhadap perintah ketua pengadilan itu dapat diajukan perlawanan kepada pengadilan dalam tenggang waktu 14 hari setelah diucapkan. Perlawanan tersebut diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 UPTUN.
Perlawanan tersebut diperiksa dan diputus dengan acara cepat. Dalam hal perlawanan dimaksud dibenarkan oleh Pengadilan maka penetapan ketua pengadilan tata usaha negara yang diambil dalam rapat permusyawatan tersebut dinyatakan gugur demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut acara biasa. Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum seperti: banding dan kasasi karena putusan tersebut dianggap sebagai putusan tungkat pertama dan terakhir, sehingga telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pemewriksaan persiapan
Sebelum pemneriksaan pokok dimulai, hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas.
Dalam pemeriksaan persiapan dimaksud diadakan mengingat penggugat di pengadilan tata usaha negara pada umumnya adalah warga masyarakat yang mempunyai kedudukan yang lemah bila dibandingkan dengan kedudukan tergugat sebagai pejabat tata usaha negara. Dalam posisi yang lemah tersebut sangat sulit bagi penggugat untuk mendapatkan informasi dan data yang diperlukan dari badan atau pejabat tata usaha negara yang digugat. Dalam pemeriksaan persiapan hakim diharapkan akan berperan aktif dalam pemeriksaan sengketa. Kepada hakim diberikan kemungkinan untuk mengadakan atau dapat meminta penjelas dari badan atau pejabat tata usdaha negara yang bersangkutan demi lengkapnya data yang diperlukan untuk gugatan itu. Hal ini untuk mengimbangi dan mengatasi kesulitan penggugat dalam mendapatkan informasi atau data yang diperlukan dalam pengajuan gugatan yang dimaksud.
Dalam pemeriksaan persiapan hakim:
1. Wajib memberi nasehat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapi dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu 30 hari;
2. Dapat meminta penjelasan kepada badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan;
3. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud diatas penggugat belum menyempurnakan gugatannya, maka hakim menyatakan dengan putusan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima kalau penggugat baru sekali diberi kesempatan untuk memperbaiki gugatannya.
4. Terhadap putusan sebagaimana dimaksud diatas, tidak dapat digunakan upaya hukum tetapi dapat diajukan gugatan baru.
Untuk menjaga obyektivitas dalam persidangan dan untuk memenuhi rasa keadilan dari masing-masing pihak, seorang hakim yang telah ditunjuk untuk memeriksa suatu sengketa tata usaha negara, wajib mengundurkan diri apabila  (pasal 78 UPTUN):
a. Terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau isteri meskipun telah bercerai, dengan salah seorang hakim anggota atau panitera lainnya.
b. Terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan tergugat, penggugat atau penasehat hukum.
Kewajiban mengundurkan diri ini juga berlaku bagi panitera. Hakim dan panitera yang bersangkutan harus diganti dengan yang lain, yang tidak terikat dalam hubungan sebagaimana disebut diatas. Kewajiban mengundurkan diri ini juga berlaku dalam hal Hakim atau Panitera berkepentingan langsung atau tidak langsung atas suatu sengketa.
  Apabila dalam hal ini terdapat keraguan atau perbedsaan pendapat, maka pejabat pengadilan yang berwenang menetapkannya. Yang dimaksdu pejabat pengadilan yang berwenang dalam hal ini ialah pejabat yang menurut hirarkinya, berkedudukan lebih tinggi dari hakim yang bersangkutan. Apabila sengketa itu diperiksa Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, maka pejabat yang berwenang menetapkannya adalah Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, dan apabila yang bertindak memeriksa sengketa tersebut adalah ketua Poengadilan tata Usaha Sendiri, maka pejabat yang berwenang menetapkannya adalah Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara dimana daerah hukumnya terletak pengadilan tata usaha negara yang bersangkutan.
Kalau seandainay sampai terjadi hakim dan panitera yang mempunyai hubungan sebagaimana dijelaskan diatas tadi ternyata tidak mengundurkan diri atau tidak diganti dengan yang lain, sengketa harus dibatalkan dan dan segera diadakan pemeriksaan ulang dengan susunan majelis yang lain (Pasal 79 UPTUN).

B. Pemeriksaan Dengan Acara Biasa

1. Penetapan hari Sidang dan Pemanggilan
Setelah gugatan dicatat dalam daftar perkara, hakim menentukan hari, jam dan temapt sidang. Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 hari sesudah gugatan dicatat, hakim memanggil kedua belah pihak untuk hadir dipersidangan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan.
Dalam menentukan hari sidang ini hakim harus mempertimbangkan jarak tempat tinggal para pihak dengan tempat tinggal persidangan dan tenggang waktu antara pemanggilan para pihak dengan hari persidangan tidak boleh kurang dari enam hari, terkecuali dalam sengketa yang diperiksa dengan acara cepat.
Pemanggilan terhadap pihak yang bersangkutan dianggap sah apabila masing-masing telah menerima surat panggilan yang dikirimkan dengan surat tercatat.
Bilamana slaah satu pihak yang bersengketa berada diluar negeri, pemanggilan dilakukan melalui departemen luar negeri. Ketua Pengadilan yang bersangkutan melakukan pemanggilan dengan cara meneruskan surat penetapan hari sidang beserta salinan gugatan kepada derpartemen luar negeri RI.
Selanjutnya departemen luar negeri segera menyampaikan surat penetapan hari sidang beserta salinan gugatan tersebut melalui perwakilan RI di luar negeridalam wilayah tempat yang bersangkutan berkedudukan atau berada. selanjutnya petugas perwakilan RI yang bersangkutan dalam jangka waktu tujuh hari sejak dilakukan pemanggilan tersebut wajib memberikan laporan kepada pengadilan yang bersangkutan.

2. Hadir tidaknya para pihak diperidangan
Pengadilan bersidang pada hari yang ditentukan dalam surat pemanggilan. Pada permulaan sidang, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum. Tetapi apabila majelis hakim memandang bahwa sengketa yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, sidang dapat dinyatakan tertutup untuk umum. Dalam hal tidak ada alasan yang dapat digunakan untuk menyatakan sidang tertutup untuk umum dan pada waktu pembukaan sidang Haskim Ketua sidang tidak menyatakan sidang terbuka untuk umum, maka putusan yang diambil dalam persidangan dapat dinyatakan batal demi hukum.
Bila pada sidang pertama ternyata penggugat atau kuasanya tidak hadir, maka dilakukanlah pemanggilan kedua. Setelah pemanggilan kedua disampaikan secara patut, ternyata penggugat atau kuasanya tetap tidak hadir tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, gugatan dinyatakan gugur dan penggugat harus membayar biaya perkara. Setelah penggugat dinyatakan gugur penggugat berhak memasukkan gugatannya sekali lagi setelah membayar uang muka biaya perkara (Pasal 71 UPTUN).
Apabila tergugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan dua kali berturut-turut walaupun telah dipanggil secara patut, dan tidak menanggapi gugatan tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, maka Hakim Ketua sidang dengan surat penetapan meminta atasan tergugat memerintahkan tergugat untuk hadir dan menanggapi gugatan. Setelah lewat waktu dua bulan sejak dikirimnya penetapan tersebut ternyata tidak ada berita baik dari tergugat maupun dari atasan tergugat, maka Hakim Ketua Sidang menetapkan hari sidang berikutnya dan pemeriksaan sengketa dilanjutkan menurut acasra biasa tanpa hadirnya tergugat.
Dalam sidang tanpa hadirnya tergugat ini putusan terhadap pokok gugatan dapat dijatuhkan setelah pemeriksaan mengenai segi pembuktiannya dilaksanakan secara tuntas.
Apabila dalam suatu sengketa terdapat beberapa orang tergugat dan pada hari sidang pertama ternyata mereka atau kuasanya tidak hadir tanpa suatu alasan yang dapat dipertanggung jawabkan walaupun mereka telah dipanggil secara patut, sidang ditunda sampai pada hari yang ditentukan oleh ketua sidang. Penundaan sidang ini diberitahukan kepada para pihak yang hadir, sedang terhadap pihak yang tidak hadir oleh Hakim Ketua Sidang diperintahkan untuk dipanggil sekali lagi. Seandainya mereka telah dipanggil secara patut tetap tidak hadir tanpa sesuatu alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, sidang dilanjutkan tanpa kehadirannya (Pasal 73 UPTUN).
Adakalanya suatu proses pemeriksaan sengketa tata usaha negara tidak dapat diselesaikan dalam satu kali persidangan, sehingga persidangan terpaksa dilanjutkan pada hari persidangan berikutnya. Hari persidangan berikutnya ini diberitahukan kepada kedua belah pihak dan pemberitahuan ini dianggap sama dengan pemanggilan. 

3. Jawaban, Perubahan dan Pencabutan Gugatan
Setelah sidang dibuka oleh Hakim Ketua sidang pemeriksaan sengketa dimulai dengan membacakan gugatan dan surat yang memuat jawabannya oleh Hakim Ketua Sidang. Seandainya belum ada surat jawaban dari Tergugat maka pihak tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan jawaban secara langsung. Selanjutnya hakim ketua sidang memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk menjelaskan perlunya hal yang diajukan masing-masing (Pasal 74 UPTUN).
Penggugat sew3aktu-waktu dapat mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawaban. Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan itu, pencabutan gugatan oleh penggugat akan dikabulkan oleh pengadilan hanya apabila disetujui pihak tergugat (pasal 76 UPTUN).      

4. Eksepsi
Dalam persidangan dapat diajukan eksepsi (tangkisan) yaitu:
a. Eksepsi tentang kewenangan absolut
Kewenangan absolut pengadilan dapat diajukan setiap saat selama pemeriksaan, dan meskipun tidak ada eksepsi tentang kewenangan absolut pengadilan, apabila Hakim mengetahui hal itu ia karena jabatannya wajib menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili sengketa yang bersangkutan.
b. Eskers tentang kewenangan relatif
Kewenangan relatif pengadilan dapat diajukan sebelum disampaikan jawaban atas pokok sengketa, dan eksepsi tersebut harus diputus sebelum pokok sengketa diperiksa.
c. Eksepsi yang lain yang tidak mengenai pokok kewenangan pengadilan hanya dapat diputus bersama pokok sengketa.

5. Proses Dengan Tiga Pihak
Dalam proses pemeriksaan sengketa tata usaha negara dimungkinkan adanya pihak ketiga yaitu orang atau badan hukum perdata untuk ikut serta atau diikutsertakan dalam proses pemeriksaan suatu sengketa yang sedang berjalan. Hal ini daitur dalam pasal 83 UPTUN, uang berbunyi:
1. Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa hakim, dapat masuk dalam sengketa tata usaha negara dan bertindak sebagai:
a. Pihak yang membela haknya, atau 
b. Peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa.
2. Permohonan sebagaimana dimaksud diatas dapat dikabulkan atau ditolak oleh pengadilan dengan putusan yang dicantumkan dalam Berita Acara Sidang.
3. Permohonan banding terhadap putusan pengadilan sebagaimana dimaksud diatas tidak dapat diajukan sendiri, tetapi harus diajukan bersama-sama dengan permohonan banding terhadap putusan akhir terhadap pokok sengketa.
Dari ketentuan tersebut diatas jelas bagi kita bahwa ikut sertanya pihak ketiga dalam proses pemeriksaan sengketa tata usaha negara yang sedang berjalan di pengadilan tata usaha negara, dimungkinkan sebagai berikut:
1. Pihak ketiga itu dengan kemauan sendiri ingin mempertahankan atau membela hak dan kepentingannya agar ia jangan sampai dirugikan oleh putusan pengadilan dalam sengketa yang sedang berjalan. 
Untuk itu ia harus mengajukan permohonan dengan mengemukakan alasan serta hal yang dituntutnya. Putusan sela pengadilan atas permohonan tersebut dimasukkan dalam berita acara sidang.
Apabila permohonan itu dikabulkan, ia dipihak ketiga akan berkedudukan sebagai pihak yang mandiri dalam proses perkara itu dan disebut penggugat intervensi.
Apabila permohonan itu tidak dikabulkan, maska terhadap putusan sela pengadilan itu tidak dapat dimohonkan banding. Dan pihak ketiga tersebut masih dapat mengajukan baru diluar proses yang sedang berjalan asalkan ia dapat menunjukkan bahwa ia berkepentingan untuk mengajukan gugatan itu dan gugatannya memenuhi syarat.
Contoh: A menggugat agar keputusan Badan Pertanahan Nasional yang berisi pencabutan sertifikat tanah atas namanya dinyatakan batal. Pencabutan tersebut dilakukan karena cara peroleh sertifikat si A itu tidak melalui prosedur peraturan perundang-undangan yang berlaku. B yang mengetahui gugatan si A tersebut merasa berkepentingan untuk mempertahankan atau membela haknya karena ia merasa yang paling berhak atas tanah tersebut sebagai ahli waris tunggal dari pewaris yang semula memiliki tanah itu. 

2. Adakalanya maksudnya pihak ketiga dalam proses perkara yang sedang berjalan itu karena permintaan salah satu pihak (penggugat atau tergugat).
Disini pihak yang memohon agar pihak ketiga itu diikutsertakan dalam proses perkara, dimaksudkan agar pihak ketiga selama proses tersebut bergabung dengan dirinya untuk memperkuat posisi hukum dalam sengketanya.
Contoh: a. A menggugat agara keputusan Badan Pertanahan Nasional yang berisi pencabutan sertifikat atas namanya dinyatakan batal. A memperoleh sertifikat tersebut dengan jalan membeli tanah dari C, oleh karena itu ia mengajukan permohonan agar C ditarik dalam proses perkara bergabung dengannya untuk memperkuat posisi gugatannya.
Kedudukan C dalam proses itu adalah Penggugat II Intervensi.
b. A menggugat agar keputusan Badan Pertanahan Nasional yang berisi pencabutan sertifikat tanah atas namanya dinaytakan batal. Apabila tergugat ingin membuktikan alasan pencabutan sertifikat atas nama A bahwa pencabutan tersebut atas laporan C, yang menyatakan bahwa ialah yang berhak atas tanah tersebut, maka tergugat dapat mengajukan permohonan agar C ditarik dalam proses bergabung dengannya sebagai tergugat II intervensi.
3. Masuknya pihak ketiga ke dalam proses perkara yang sedang berjalan dapat terjadi atas prakarsa Hakim yang memeriksa perkara itu.
Contoh: A menggugat Kotamadya agar izin mendirikan bagunan atas nama B dibatalkan. Putusan Pengadilan atas gugatan tersebut akan menyangkut kepentingan B walaupun ia berada di luar proses. Apabila B tidak diikutsertakan dalam proses tersebut ybtyk mempertahankan haknya, hal ini akan merugikan kepentingannya. Sekalipun B tidak memasuki proses atas prakarsanya sendiri, dalam hal yang demikian maka hakim yang memeriksa perkara itu atas prakarsanya dapat menetapkan agar B ditarik sebagai pihak dalam proses tersebut. B yang tidak ingin izin mendirikan bangunannya dibatalkan tentu akan bergabung dengan tergugat sebagai tergugat II intervensi.

C. Pemeriksaan Dengan Acara Cepat
Dalam hal ada keentingan penggugat yang cukup mendesak, penggugat dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat, baik proses pemeriksaannya maupun pemutusannya. Kepentingan yang cukup mendesak ini dapat disimpulkan dari alasan-alasan penggugat yang dikemukakan dalam permohonannya (Pasal 98 UPTUN). 
Sebagai contoh yaitu adanya gugatan terhadap keputusan tata usaha negara yang berisikan perintah pembongkaran bangunan atau rumah yang ditempati oleh penggugat. Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sesudah permohonannya diterima, Ketua Pengadilan mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan atau tidaknya permohonan tersebut. terhadap penetapan ini tidak dapat digunakan upaya hukum yaitu banding dan kasasi.
Kalau seandainya permohonan untuk diadakan pemeriksaan acara cepat dikabulkan oleh pengadilan, maka pemeriksaan sengketa dilakukan dengan hakim tunggal. Ketua pengadilan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya penetapan yang mengabulkan permohonan penggugat untuk diadakan pemeriksaan sengketa dengan acara cepat, menetukan hari, tanggal, waktu dan tempat sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan sebagaimana dilakukan dalam pemeriksaan sengketa dengan acara biasa. Tenggang waktu untuk jawaban pembuktian bagi kedua belah pihak, masing ditentukan tidak melebihi  14 (empat belas) hari (Pasal 99 UPTUN). 




Terkait Pembuktian dalam Persidangan Peradilan TUN

BAB IV
PEMBUKTIAN

A. Beban dan Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Tata Usaha Negara
Suatu masalah yang sangat penting dalam hukum pembuktian adalah masalah beban pembuktian. Pembagian beban pembuktian ini harus dilakukan dengan adil dan tidak berat sebelah, karena suatu pembagian beban pembuktian yang berat sebelah berarti apriori menejrumuskan pihak yang menerima beban yang terlampau berat dalam jurang kekalahan. Menurut pasal 107 UPTUN, Hakim memutuskan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim.
Dalam penjelsan pasal ini disebutkan bahwa pasal ini merupakan ketentuan dalam rangka usaha menemukan kebenaran materiil. Berbeda dengan sistem hukum pembuktian dalam hukum acara perdata, maka dengan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi dalam pemeriksaan tanpa bergantung pada fakta dan hal yang diajukan oleh para pihak, Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dapat memutuskan sendiri:
1. Apa yang harus dibuktikan;
2. Siapa yang harus dibebani pembuktian, hala apa yang harus dibuktikan oleh pihak yang berperkara dan hal apa saja yang harus dibuktikan oleh Hakim sendiri;
3. Alat bukti mana saja yang diutamakan untuk dipergunakan dalam pembuktian;
4. Kekuatan pembuktian bukti yang telah diajukan.
Mengingat masalah pembagian beban pembuktian ini, adalah merupakan masalah yang sulit menyelesaikannya, maka pembuat undang-undang melimpahkan sepenuhnya kepada hakim Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menentukan sendiri masalah beban pembuktian tersebut.
Mengingat begitu besarnya wewenang yang dimiliki oleh Hakim Peradilan tata Usaha Negara didalam menentukan beban pembuktian ini, maka dituntut agar Hakim Penmgadilan Tata Usaha Negara didalam menggunakan wewenangnya tersebut haruslah bersikap arif dan bijaksana dan tetap berpegang pada prinsip keadilan, sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Hal ini hanya tergantung pada kwalifikasi intelektual yang dimiliki seorang hakim, malahan sangat tergantung pada kwalifikasi moral yang dimilikinya. Seorang hakim yang tidak jujur akan dengan mudah melakkuan tindakan yang bisa merugikan salah satu pihak dengan menguntungkan pihak lain yang diinginkannya.

B. Alat-Alat Bukti
Menurut pasal 100 UPTUN alat – alat bukti yang dapat digunakan dalam proses pemeriksaan sengketa tata usaha negara adalah:
1. Surat atau tulisan;
2. Keterangan ahli;
3. Keterangan saksi;
4. Pengakuan para pihak;
5. Pengetahuan hakim.
Dalam hal yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan lagi dimuka persidangan.

C. Surat atau Tulisan
Seperti kita ketahui sengketa tata usaha negara selalu dikaitkan dengan adanya suatu keputusan tata usaha negara. Untuk memudahkan pembuktian dipersidangan, secara umum ditentukan bahwa keputusan tata usaha negara yang dapat digugat di pengadilan tata usaha negara adalah keputusan tertulis atau dalam bentuk surat. Oleh karena itu surat atau tulisan adalah merupakan salah satu alat bukti yang penting dalam pemeriksaan sengketa tata usaha negara (pasal 101 UPTUN).
Surat sebagai alat bukti terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu:
1. Akta otentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud digunakan sebagai alat bukti tentang kejadian atau peristiwa hukum yang tercantum didlamnya.
Akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna dimana hakim harus mempercayai apa yang tercantum dalam akta tersebut, sepanjang tidak ada bukti lain yang menyatakan ketidakbenarannya.
Akta otentik mempunyai tiga macam pembuktian:
a. Kekuatan pembuktian formal.
Membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah menerangkan aa yang ditulis dalam akte tersebut.
b. Kekuatan pembuktian materiil.
Membuktikan antara para pihak bahwa benar-benar peristiwa yang tersebut didalam akte tersebut telah terjadi.
c. Kekuatan mengikat.
Membuktikan bahwa antara para pihak dan pihak ketiga, bahwa pada tanggal tersebut dalam akta yang bersangkutan telah menghadap kepada pejabat umum tadi dan menerangkan apa yang telah tertulis didalam akta tersebut. oleh karena menyangkut pihak ketiga maka disebutkan bahwa akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian keluar.
2. Akta dibawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk digunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum didalamnya. 
Kekuatan pembuktian dari akta dibawah tangan hampir sama dengan akta otentik, asal saja isi dan tandatangan yang tercantum didalamnya diakui oleh pihak-pihak yang membuatnya. Hanya saja akte dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian keluar sebagaimana halnya akta otentik.
3. Surat-surat lain yang bukan akta adalah merupakan alat bukti bebas dimana hakim tidak diharuskan menerima dan mempercayainya.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya hakim dalam persidangan dipengadilan tata usaha negara, harus aktif didalam menemukan kebenaran. Sehubungan dengan hal ini demi kelancaran pemeriksaan suatu sengketa, hakim ketua sidang berhak didalam sidang memberikan petunjuk kepada para pihak yang bersengketa mengenai upaya hukum dan alat bukti yang dapat digunakan oleh mereka dalam sengketa (Pasal 80 UPTUN).
Apabila hakim ketua sidang memandang perlu untuk kepentingan pemeriksaan dapat memerintahkan pemeriksaan terdapat surat yang dipegang oleh pejabat tata usaha negara atau pejabat yang lain yang menyimpan surat, atau meminta penjelasan dan keterangan tentang sesuatu yang berkaitan dengan sengketa. Selain itu hakim ketua sidang dapat memerintahkan suapaya surat tersebut diperlihatkan kepada pengadilan dalam persidangan yang akan ditentukan untuk itu. Apabila surat tersebut merupakan bagian dari sebuah daftar, sebelum diperlihatkan oleh penyimpannya, dibuat salinan surat itu sebagai ganti yang asli selama surat yang asli belum diterima kembali dari pengadilan. Jika pemeriksaan tentang kebenaran suatu surat menimbulkan persangkaan terhadap orang yang masih hidup bahwa surat itu dipalsukan olehnya , hakim ketua sidang dapat mengirimkan surat tersebut kepada penyidik yang berwenang dan pemeriksaan sengketa tata usaha negara dapat ditunda sampai putusan perkara pidananya mendapat kekuatan huukum tetap (pasal 85 UPTUN).

D. Keterangan Ahli
Menurut pasal 102 UPTUN, yang dimaksud dengan keterangan ahli adalah pendapat orang  yang diberikan dibawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.
Ketarangan ahli dan keterangan saksi pada hakekatnya adalah berbeda. Saksi memberikan jawaban atas pertanyaan apa yang telah terjadi dan dialaminya sendiri, sedangkan ahli memberikan jawaban atas pertanyaan bagaimana pendapatnya terhadap apa yang telah terjadi.
Kehadiran seorang ahli dipersidangan adalah atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya hakim ketua sidang dapat menunjukkan seseorang atau beberapa orang ahli untuk memberikan keterangan baik dengan surat maupun lisan, yang dikuatkan dengan sumpah atau janji menurut kebenaran sepanjang pengetahuan dan pengalamannya (Pasal 103 UPTUN). Keterangan ahli diperlukan untuk menambah keyakinan hakim mengenai suatu persoalan dibidang tertentu, yang memang hanya bisa dijelaskan oleh ahli dibidang yang bersangkutan. Umpamanya ahli dibidang perbankan, ahli dibidang komputer, ahli balistik dan lain-lain. Dalam hal ini keterangan juru taksir dapat digolongkan sebagai keterangan ahli.
Semua ketentuan mengenai larangan menjadi saksi sebagaimana diatur dalam pasal 88 UPTUN, juga berlaku bagi seseorang yang akan memberikan pendapatnya sebagai keterangan ahli.

E. Keterangan Saksi
Menurut pasal 104 UPTUN keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat atau didengar oleh saksi sendiri.
Kehadiran saksi dipersidangan adalah atas permintaan salah satu pihak atau karena abatannya hakim Ketua Sidang dapat memerintahkan seorang saksi untuk didengar dalam persidangan.
Bila seorang saksi telah dipanggil secara patut, ternyata tidak hadir di persidangan tanpa suatu alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dan hakim cukup pula alasan untuk menyangka bahwa saksi tadi sengaja tidak datang, maka Hakim Ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi dibawa oleh polisi ke persidangan. Dari hal ini jelas bagi kita bahwa menjadi saksi adalah merupakan suatu kewajiban hukum bagi setiap warga negara, sehingga seseorang tidak dapat menolak menjadi saksi terkecuali bagi mereka yang diperkenankan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Seandainya seorang saksi tidak bertempat tinggal didaerah hukum pengadilan yang bersangkutan, saksi tersebut tidak diwajibkan datang ke persidangan. Dalam hal ini pemeriksaan saksi dapat dilakukan oleh pengadilan tata usaha negara yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman saksi.
Bilamana seorang saksi tidak dapat hadir dipersidangan karena halangan yang dapat dibenarkan oleh hukum, umpamanya saksi sudah sangat uzur karena tua, atau menderita penyakit yang menyebabkan ia tidak dapat hadir dipersidangan, hakim bersama dengan panitera datang ketempat kediaman saksi yang bersangkutan untuk mengambil sumpah atau janji dan sekaligus mendengar keterangannya.
Pemeriksaan saksi dilakukan dengan memanggil saksi kepersidangan seorang demi seorang. Setelah saksi berada dihadapan sidang Hakim Ketua sidang menanyakan kepada saksi identitasnya, yaitu nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kewarganegaraan, tempat tinggal, agama atau kepercayaan, pekerjaan, derajat hubungan keluarga dan hubungan kerja dengan tergugat ataupun penggugat. Sebelum memberikan keterangan dipersidangan seorang saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama dan kepercayaannya, dengan dihadiri oleh para pihak yang bersengketa. Dan apabila para pihak telah dipanggil secara patut dan ternyata tidak hadir dipersidangan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka saksi dapat didengar keterangannya tanpa hadirnya pihak yang bersengketa.
Menurut pasal 88 UPTUN, yang tidak boleh didengar sebagai saksi adalah:
a. Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke atas atau kebawah sampai derajad kedua dari salah satu pihak yang bersengketa;
b. Isteri atau suami salah satu pihak yang bersengketa, meskipun sudah bercerai;
c. Anak  yang belum berusia 17 (tujuh belas) tahun;
d. Orang sakit ingatan.
Dismaping itu ada pula orang yang dapat diminta pengunduran diri dari kewajiban untuk menjadi saksi ialah:
a. Saudara laki-laki dan perempuan, ipar laki-laki dan perempuan salah satu pihak;
b. Setiap orang yang karena martabat, pekerjaan atau jabatannya diwajibkan merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan martabat, pekerjaan atau jabatannya itu.
Pekerjaan atau jabatan yang menentukan adanya kewajiban untuk menyimpan rahasia sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, seperti kedudukan seorang pastor yang menerima pengakuan dosa atau seorang tokoh pimpinan masyarakat yang banyak mengetahui rahasia anggota masyarakat. Seandaianya hal ini tidak ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka penilaian terhadap ada atau tidaknya dasar kewajiban untuk merahasiakan sesuatu diserahkan pada pertimbangan hakim.
Setelah saksi mengucapkan sumpah dan janji menurut agama dan kepercayaannya barulah dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan kepadanya oleh para pihak yang bersangkutan dan pertanyaan ini disampaikan melalui hakim Ketua Sidang. Dan hakim Ketua Sidang dapat menolak suatu pertanyaan kalau pertanyaan tersebut menurut pertimbangannya tidak ada kaitannya dengan sengketa yang sedang diperiksa.