BAB IV
PEMBUKTIAN
A. Beban dan Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Tata Usaha Negara
Suatu masalah yang sangat penting dalam hukum pembuktian adalah masalah beban pembuktian. Pembagian beban pembuktian ini harus dilakukan dengan adil dan tidak berat sebelah, karena suatu pembagian beban pembuktian yang berat sebelah berarti apriori menejrumuskan pihak yang menerima beban yang terlampau berat dalam jurang kekalahan. Menurut pasal 107 UPTUN, Hakim memutuskan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti berdasarkan keyakinan Hakim.
Dalam penjelsan pasal ini disebutkan bahwa pasal ini merupakan ketentuan dalam rangka usaha menemukan kebenaran materiil. Berbeda dengan sistem hukum pembuktian dalam hukum acara perdata, maka dengan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi dalam pemeriksaan tanpa bergantung pada fakta dan hal yang diajukan oleh para pihak, Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dapat memutuskan sendiri:
1. Apa yang harus dibuktikan;
2. Siapa yang harus dibebani pembuktian, hala apa yang harus dibuktikan oleh pihak yang berperkara dan hal apa saja yang harus dibuktikan oleh Hakim sendiri;
3. Alat bukti mana saja yang diutamakan untuk dipergunakan dalam pembuktian;
4. Kekuatan pembuktian bukti yang telah diajukan.
Mengingat masalah pembagian beban pembuktian ini, adalah merupakan masalah yang sulit menyelesaikannya, maka pembuat undang-undang melimpahkan sepenuhnya kepada hakim Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menentukan sendiri masalah beban pembuktian tersebut.
Mengingat begitu besarnya wewenang yang dimiliki oleh Hakim Peradilan tata Usaha Negara didalam menentukan beban pembuktian ini, maka dituntut agar Hakim Penmgadilan Tata Usaha Negara didalam menggunakan wewenangnya tersebut haruslah bersikap arif dan bijaksana dan tetap berpegang pada prinsip keadilan, sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Hal ini hanya tergantung pada kwalifikasi intelektual yang dimiliki seorang hakim, malahan sangat tergantung pada kwalifikasi moral yang dimilikinya. Seorang hakim yang tidak jujur akan dengan mudah melakkuan tindakan yang bisa merugikan salah satu pihak dengan menguntungkan pihak lain yang diinginkannya.
B. Alat-Alat Bukti
Menurut pasal 100 UPTUN alat – alat bukti yang dapat digunakan dalam proses pemeriksaan sengketa tata usaha negara adalah:
1. Surat atau tulisan;
2. Keterangan ahli;
3. Keterangan saksi;
4. Pengakuan para pihak;
5. Pengetahuan hakim.
Dalam hal yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan lagi dimuka persidangan.
C. Surat atau Tulisan
Seperti kita ketahui sengketa tata usaha negara selalu dikaitkan dengan adanya suatu keputusan tata usaha negara. Untuk memudahkan pembuktian dipersidangan, secara umum ditentukan bahwa keputusan tata usaha negara yang dapat digugat di pengadilan tata usaha negara adalah keputusan tertulis atau dalam bentuk surat. Oleh karena itu surat atau tulisan adalah merupakan salah satu alat bukti yang penting dalam pemeriksaan sengketa tata usaha negara (pasal 101 UPTUN).
Surat sebagai alat bukti terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu:
1. Akta otentik, yaitu surat yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum, yang menurut peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu dengan maksud digunakan sebagai alat bukti tentang kejadian atau peristiwa hukum yang tercantum didlamnya.
Akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna dimana hakim harus mempercayai apa yang tercantum dalam akta tersebut, sepanjang tidak ada bukti lain yang menyatakan ketidakbenarannya.
Akta otentik mempunyai tiga macam pembuktian:
a. Kekuatan pembuktian formal.
Membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah menerangkan aa yang ditulis dalam akte tersebut.
b. Kekuatan pembuktian materiil.
Membuktikan antara para pihak bahwa benar-benar peristiwa yang tersebut didalam akte tersebut telah terjadi.
c. Kekuatan mengikat.
Membuktikan bahwa antara para pihak dan pihak ketiga, bahwa pada tanggal tersebut dalam akta yang bersangkutan telah menghadap kepada pejabat umum tadi dan menerangkan apa yang telah tertulis didalam akta tersebut. oleh karena menyangkut pihak ketiga maka disebutkan bahwa akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian keluar.
2. Akta dibawah tangan, yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud untuk digunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum yang tercantum didalamnya.
Kekuatan pembuktian dari akta dibawah tangan hampir sama dengan akta otentik, asal saja isi dan tandatangan yang tercantum didalamnya diakui oleh pihak-pihak yang membuatnya. Hanya saja akte dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian keluar sebagaimana halnya akta otentik.
3. Surat-surat lain yang bukan akta adalah merupakan alat bukti bebas dimana hakim tidak diharuskan menerima dan mempercayainya.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya hakim dalam persidangan dipengadilan tata usaha negara, harus aktif didalam menemukan kebenaran. Sehubungan dengan hal ini demi kelancaran pemeriksaan suatu sengketa, hakim ketua sidang berhak didalam sidang memberikan petunjuk kepada para pihak yang bersengketa mengenai upaya hukum dan alat bukti yang dapat digunakan oleh mereka dalam sengketa (Pasal 80 UPTUN).
Apabila hakim ketua sidang memandang perlu untuk kepentingan pemeriksaan dapat memerintahkan pemeriksaan terdapat surat yang dipegang oleh pejabat tata usaha negara atau pejabat yang lain yang menyimpan surat, atau meminta penjelasan dan keterangan tentang sesuatu yang berkaitan dengan sengketa. Selain itu hakim ketua sidang dapat memerintahkan suapaya surat tersebut diperlihatkan kepada pengadilan dalam persidangan yang akan ditentukan untuk itu. Apabila surat tersebut merupakan bagian dari sebuah daftar, sebelum diperlihatkan oleh penyimpannya, dibuat salinan surat itu sebagai ganti yang asli selama surat yang asli belum diterima kembali dari pengadilan. Jika pemeriksaan tentang kebenaran suatu surat menimbulkan persangkaan terhadap orang yang masih hidup bahwa surat itu dipalsukan olehnya , hakim ketua sidang dapat mengirimkan surat tersebut kepada penyidik yang berwenang dan pemeriksaan sengketa tata usaha negara dapat ditunda sampai putusan perkara pidananya mendapat kekuatan huukum tetap (pasal 85 UPTUN).
D. Keterangan Ahli
Menurut pasal 102 UPTUN, yang dimaksud dengan keterangan ahli adalah pendapat orang yang diberikan dibawah sumpah dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengalaman dan pengetahuannya.
Ketarangan ahli dan keterangan saksi pada hakekatnya adalah berbeda. Saksi memberikan jawaban atas pertanyaan apa yang telah terjadi dan dialaminya sendiri, sedangkan ahli memberikan jawaban atas pertanyaan bagaimana pendapatnya terhadap apa yang telah terjadi.
Kehadiran seorang ahli dipersidangan adalah atas permintaan kedua belah pihak atau salah satu pihak atau karena jabatannya hakim ketua sidang dapat menunjukkan seseorang atau beberapa orang ahli untuk memberikan keterangan baik dengan surat maupun lisan, yang dikuatkan dengan sumpah atau janji menurut kebenaran sepanjang pengetahuan dan pengalamannya (Pasal 103 UPTUN). Keterangan ahli diperlukan untuk menambah keyakinan hakim mengenai suatu persoalan dibidang tertentu, yang memang hanya bisa dijelaskan oleh ahli dibidang yang bersangkutan. Umpamanya ahli dibidang perbankan, ahli dibidang komputer, ahli balistik dan lain-lain. Dalam hal ini keterangan juru taksir dapat digolongkan sebagai keterangan ahli.
Semua ketentuan mengenai larangan menjadi saksi sebagaimana diatur dalam pasal 88 UPTUN, juga berlaku bagi seseorang yang akan memberikan pendapatnya sebagai keterangan ahli.
E. Keterangan Saksi
Menurut pasal 104 UPTUN keterangan saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat atau didengar oleh saksi sendiri.
Kehadiran saksi dipersidangan adalah atas permintaan salah satu pihak atau karena abatannya hakim Ketua Sidang dapat memerintahkan seorang saksi untuk didengar dalam persidangan.
Bila seorang saksi telah dipanggil secara patut, ternyata tidak hadir di persidangan tanpa suatu alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dan hakim cukup pula alasan untuk menyangka bahwa saksi tadi sengaja tidak datang, maka Hakim Ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi dibawa oleh polisi ke persidangan. Dari hal ini jelas bagi kita bahwa menjadi saksi adalah merupakan suatu kewajiban hukum bagi setiap warga negara, sehingga seseorang tidak dapat menolak menjadi saksi terkecuali bagi mereka yang diperkenankan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Seandainya seorang saksi tidak bertempat tinggal didaerah hukum pengadilan yang bersangkutan, saksi tersebut tidak diwajibkan datang ke persidangan. Dalam hal ini pemeriksaan saksi dapat dilakukan oleh pengadilan tata usaha negara yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman saksi.
Bilamana seorang saksi tidak dapat hadir dipersidangan karena halangan yang dapat dibenarkan oleh hukum, umpamanya saksi sudah sangat uzur karena tua, atau menderita penyakit yang menyebabkan ia tidak dapat hadir dipersidangan, hakim bersama dengan panitera datang ketempat kediaman saksi yang bersangkutan untuk mengambil sumpah atau janji dan sekaligus mendengar keterangannya.
Pemeriksaan saksi dilakukan dengan memanggil saksi kepersidangan seorang demi seorang. Setelah saksi berada dihadapan sidang Hakim Ketua sidang menanyakan kepada saksi identitasnya, yaitu nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kewarganegaraan, tempat tinggal, agama atau kepercayaan, pekerjaan, derajat hubungan keluarga dan hubungan kerja dengan tergugat ataupun penggugat. Sebelum memberikan keterangan dipersidangan seorang saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama dan kepercayaannya, dengan dihadiri oleh para pihak yang bersengketa. Dan apabila para pihak telah dipanggil secara patut dan ternyata tidak hadir dipersidangan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka saksi dapat didengar keterangannya tanpa hadirnya pihak yang bersengketa.
Menurut pasal 88 UPTUN, yang tidak boleh didengar sebagai saksi adalah:
a. Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke atas atau kebawah sampai derajad kedua dari salah satu pihak yang bersengketa;
b. Isteri atau suami salah satu pihak yang bersengketa, meskipun sudah bercerai;
c. Anak yang belum berusia 17 (tujuh belas) tahun;
d. Orang sakit ingatan.
Dismaping itu ada pula orang yang dapat diminta pengunduran diri dari kewajiban untuk menjadi saksi ialah:
a. Saudara laki-laki dan perempuan, ipar laki-laki dan perempuan salah satu pihak;
b. Setiap orang yang karena martabat, pekerjaan atau jabatannya diwajibkan merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan martabat, pekerjaan atau jabatannya itu.
Pekerjaan atau jabatan yang menentukan adanya kewajiban untuk menyimpan rahasia sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, seperti kedudukan seorang pastor yang menerima pengakuan dosa atau seorang tokoh pimpinan masyarakat yang banyak mengetahui rahasia anggota masyarakat. Seandaianya hal ini tidak ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka penilaian terhadap ada atau tidaknya dasar kewajiban untuk merahasiakan sesuatu diserahkan pada pertimbangan hakim.
Setelah saksi mengucapkan sumpah dan janji menurut agama dan kepercayaannya barulah dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan kepadanya oleh para pihak yang bersangkutan dan pertanyaan ini disampaikan melalui hakim Ketua Sidang. Dan hakim Ketua Sidang dapat menolak suatu pertanyaan kalau pertanyaan tersebut menurut pertimbangannya tidak ada kaitannya dengan sengketa yang sedang diperiksa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar