Dalam hal ini karena yang dijaminkan adalah tanah, maka tanah tersebut dijaminkan dengan hak tanggungan.
Sebagaimana terdapat dalam Pasal 8 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (“UUHT”) pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum berarti pemberi hak tanggungan adalah pihak yang dapat bertindak bebas atas tanah tersebut.
Menurut J. Satrio, S.H., dalam bukunya yang berjudul Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku I (hal. 249-250), melakukan perbuatan hukum atau tindakan hukum merupakan tindakan yang bisa meliputi bidang yang sangat luas, bisa meliputi tindakan-tindakan pengurusan (beheer) maupun tindakan-tindakan pemilikan (beschikking).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan tindakan pengurusan (beheer) adalah tindakan mempertahankan suatu kekayaan atau membuat suatu kekayaan memberikan suatu hasil, termasuk menguangkan kekayaan itu sesuai dengan tujuannya. Sedangkan tindakan pemilikan (beschikking) merupakan tindakan yang membawa (atau bisa membawa) akibat perubahan, tanpa ada keharusan untuk melakukan tindakan tersebut, perubahan itu bisa berupa bertambah atau bahkan berkurangnya suatu kekayaan atau bagian kekayaan tertentu, seperti tindakan menjual, menghibahkan, menukarkan, atau membebani.
Menurut J. Satrio, S.H., tindakan membebani termasuk dalam tindakan pemilikan, karena tindakan tersebut bisa merupakan suatu tindakan permulaan, yang berakhir dengan hilang/hapusnya hak atas benda jaminan yang bersangkutan sebagai bagian dari kekayaan seseorang. Jadi, yang dimaksud dengan kewenangan mengambil tindakan hukum dalam Pasal 8 UUHT adalah kewenangan untuk mengambil tindakan pemilikan (Ibid, hal. 251).
Pihak yang dapat melakukan tindakan pemilikan adalah pihak yang mempunyai hak milik. Ini karena berdasarkan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria(“UU Pokok Agraria”) hak milik adalah hak terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.
Pasal 20 UU Pokok Agraria:
Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.
Pasal 6 UU Pokok Agraria:
Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Kami beranggapan maksud dari pernyataan ‘tanah tersebut dimiliki oleh 3 (tiga) orang’ adalah ketiga nama orang tersebut tercantum dalam sertifikat hak atas tanah sebagai pemilik tanah. Selain itu kami berasumsi juga dalam sertifikat tersebut tidak diberikan kepada setiap orang dengan menyebutkan besarnya bagian masing-masing orang sebagaimana terdapat dalam Pasal 31 ayat (5) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Oleh karena tanah tersebut dimiliki oleh 3 (tiga) orang dan tidak ada pembagian secara jelas, maka yang berwenang untuk melakukan tindakan hukum atas tanah tersebut adalah ketiga-tiganya secara bersama-sama.
Ini berarti tidak dapat diletakkan jaminan hak tanggungan di atas tanah tersebut oleh satu orang saja. Kecuali kedua orang yang lain telah memberikan surat kuasa khusus kepada satu orang tersebut untuk bertindak untuk dan atas nama mereka untuk menjaminkan tanah tersebut.
Karena pemberian hak tanggungan dilakukan dengan akta PPAT, maka sebagaimana dikatakan dalam Pasal 101 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (“Permen Agraria 3/1997”), jika dalam pemberian hak tanggungan tersebut, 2 (dua) orang pemegang hak atas tanah yang lain tidak dapat hadir, maka perbuatan hukum tersebut dapat dilakukan oleh orang yang dikuasakan oleh pemegang hak atas tanah dengan surat kuasa tertulis.
Pasal 101 ayat (1) Permen Agraria 3/1997:
Pembuatan akta PPAT harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau orang yang dikuasakan olehnya dengan surat kuasa tertulis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun kuasa untuk melakukan tindakan hukum yang berhubungan dengan hak atas tanah yang dapat mengakibatkan hilang atau hapusnya hak seseorang atas tanah tersebut, menggunakan surat kuasa dalam bentuk akta notaris. Ini karena akta notaris memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Dan dengan digunakannya akta notaris, berarti jelas bahwa pemegang hak atas tanah yang tidak dapat hadir pada saat pemberian hak tanggungan, memang datang dan memberikan kuasanya di depan notaris dan disaksikan oleh para saksi.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
4. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
Referensi:
J. Satrio. 1997. Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku I. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
www.hukumonline.com
1480 HITS
DI: PERTANAHAN & PERUMAHAN
SUMBER DARI: BUNG POKROL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar