Yurisprudensi Bali 1965-1974
- Pemilikan atas tanah dianggap tidak sah
apabila yang bersangkutan tidak dapat membuktikan atas haknya itu.
(PN Denpasar tgl. 15 Februari 1966 No.
40/Pdt/1964)
- Bahwa tanah dengan hak milik Indonesia (Bumi
putra) meungkin pula dimiliki secara sah oleh seorang bukan Indonesia asli
dengan tiada bertentangan dengan ketentuan-ketentuan S.. 1875 No. 179 dan S.
1923 No. 475, kecuali bila tanah itu didapatkan karena pengalihan hak oleh
seorang Indonesia
asli (Bumi putra) kepadanya atau perbuatan-perbuatan hukum lainnya.
(PT Denpasar tgl. 21 Februari 1967 No.
282/PTD/1965/Pdt; MA tgl. 17 Juli 1971 No. 457 k/Sip/1971)
- Ayahan ialah kewajiban sebagai pemilik
tanah untuk menyumbangkan tenaga dan lain-lain terhadap banjar dan desa dalam
rangka pelaksanaan azas kegotongroyongan di Bali.
(PT Denpasar tgl. 19 Juli 1969 No.
63/PTD/1966/Pdt)
- Sebidang tanah yang dikerjakan dan dihasili
secara turun temurun, terus menerus dan tidak terputus, maka orang-orang yang
mengerjakan dan menghasili tanah itulah yang sah sebagai pemilik dari tanah
tersebut.
(PN Tabanan tgl. 23 Desember 1972 No.
96/Pdt/Tbn/1972; PT Denpasar tgl. 21 Agustus 1973 No. 131/PTD/1973/Pdt)
- Menurut Hukum Adat Bali, seseorang dianggap
sebagai pemilik atas tanah, apabila telah menguasai dan menghasili secara
berturut-turut selama 10 tahun tanpa gangguan dari siapapun.
(PN Gianyar tgl. 30 Maret 1971 No.
8/Pdt/1971; PT. Denpasar tgl. 28 Februari 1971 No. 249/PTD/1971/Pdt)
- Seorang dianggap pemilik sebidang tanah,
apabila dia memegang dan menghasili tanah itu lebih dari 30 tahun dengan tidak
mendapat gangguan dari siapa-siapa.
(PN Singaraja tgl. 24 Maret 1961 No.
172/Pdt/Sg/1954; PT Denpasar tgl. 11 Nopember 1971 No. 167/PTD/1966/Pdt)
Yurisprudensi Jawa Barat 1975-1976
- Menurut Kekuatan Ordonansi No. 179 tahun
1875, tanggal 4 Agustus 1975 yang maksudnya sejiwa dengan ketentuan pasal 26
ayat 2 Undang-Undang No. 5 tahun 1960, pengalihan milik adapt atas tanah
melalui suatu transaksi dari bangsa Indonesia Bumi putra kepada bukan orang
Indonesia adalah batal menurut hukum dan hak milik yang semula melekat pada
tanah-tanah yang bersangkutan dengan sukarela telah dilebur oleh masing-masing
pemilik semula, dan tanah-tanah yang berkenaan menjadi tanah-tanah Negara yang
bebas.
(PN Sukabumi tgl. 10 Agustus 1967 No.
18/1966/Perd; PT Bandung tgl. 27 Juli 1972 No. 5/1972/Perd/PTB; MA tgl. 12
Februari 1976 No. 731/K/Sip/1973)
- Karena pengalihan milik adat atas tanah
dari bangsa Indonesia
kepada bukan orang Indonesia
melalui suatu transaksi adlaah batal menurut hukum, maka setiap perbuatan hukum
lainnya yang bermaksud memindahkan hak atas tanah yang bersangkutan adalah juga
batal menurut hukum..
(PN Sukabumi tgl. 10 Agustus 1967 No.
18/1966/Perd; PT Bandung tgl. 27 Juli 1972 No. 5/1972/Perd/PTB; MA tgl. 12
Februari 1976 No. 731/K/Sip/1973)
- Pengalihan milik adat atas tanah yang
dilarang oleh Ordonansi No. 179 th. 1875, tanggal 4 Agustus 1975 hanya
melahirkan hak atas tanah yang bersangkutan dengan memberikan kesempatan untuk
mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk memperoleh suatu hak tertentu
atas tanah tadi.
(PN Sukabumi tgl. 10 Agustus 1967 No.
18/1966/Perd; PT Bandung tgl. 27 Juli 1972 No. 5/1972/Perd/PTB; MA tgl. 12
Februari 1976 No. 731/K/Sip/1973)
- Dalam hal pemegang tanah kasikepan
meninggal dunia dan belum ada sikep lain yang ditunjuk oleh rapat desa untuk
memegangnya, sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, rapat desa tidak
berwenang untuk menentukan pemegang selanjutnya.
(PN Kuningan tgl. 20 Oktober 1970 No.
23/1970/PN.Kng; PT Bandung tgl. 18 Mei 1972 No. 86/1971/Perd/PTB)
- Karena penggugat baru pada tahun 1972
menuntut pengembalian sawah sengketa dari tergugat yang menguasainya sejak
tahun 1930, maka penggugat nampaknya telah melepaskan haknya atas sawah
sengketa itu.
(PN Garut tgl. 14 Maret 1973 No.
95/1972/Perd.PN..Grt)
- Dalam suasana hukum adat transaksi jual
beli sawah atau tanah yang dilakukan ditempat lain serta tidak pula dilaporkan
kepada Kepala Desa dari Desa dalam Wilayah administrasi mana sawah atau tanah
yang bersangkutan terletak adalah tidak sah.
(PN Serang tgl. 31 Mei 1969 No.
48/1968.Perd.Srg; PT Bandung tgl. 29 Mei 1972 No. 117/1971/Perd/PTB; MA tgl. 24
Juli 1975 No. 101/K/Sip/1975)
- Walaupun ternyata menurut hukum bahwa
penggarapan sawah sengketa dilakukan oleh pihak ketiga tanpa izin serta tidak
dikehendaki oleh yang berhak, namun mempehatikan kebiasaan didaerah Tasikmalaya
penggarap yang bersnagkutan harus dianggap maparo maka hasil padi dari sawah
yang bersangkutan harus di bagi dua, sebagian untuk yang berhak atas sawahnya
dan sebagian lagi untuk pihak penggarapnya..
(PN Tasikmalaya tgl. 9 Mei 1973 No
37/1973/Perd.PN.Tsm; PT Bandung tgl. 6 Mei 1974 No. 401/1973/Perd/PTB; MA tgl.
21 April 1977 No. 1329/K/Sip/1974)
- Dengan adanya hibah mutlak itu maka demi
keadilannya sawah sengketa haruslah dikembalikan pada penggugat asal, tetapi
sebaliknya tergugat-tergugat asalpun, sebagai pembeli-pembeli jujur seharusnya
tidak dirugikan, maka mengingat tergugat-tergugat asal telah menikmati hasil
tanah sengketa 22 tahun, adal.ah wajar pula untuk menganggap menghasilkan sawah
selama itu sebanding dengan jumlah harga pembeliannya dulu, hingga dengan
demikian tergugat-tergugat asal dapat dianggap tidak mengalami kerugian.
(PN Bandung tgl. 28 Januari 1975 No. 205/1974/Perd/PTB;
MA tgl. 14 Juli 1976 No. 1036/K/Sip/1975)
- Setelah berlakunya Undang-Undang Pokok
Agraria No. 5 tahun 1960 tanah-tanah kasikepan dikonversikan menjadi tanah hak
milik.
(PN Kuningan tgl. 20 Oktober 1970 No.
23/1970/PN. Kng; PT Bandung tgl. 18 Mei 1972 No. 86/1971/Perd/PTB)
- Jual-beli sawah/tanah yang disaksikan oleh
Kepala Desanya adalah sah menurut hukum.
(PN Serang 28 Oktober 1967 No.
20/1966.Perd.Srg; PT Bandung tgl. 15 Februari 1972 No. 375/1969/Perd/PTB; MA
tgl. 18 Mei 1977 No. 1173/K/Sip/1972)
- Karena ternyata bahwa penggugat, selaku
ahli waris tunggal, ketika membubuhkan cap jempolnya pada segel jual-beli sawah
sengketa sudah dewasa maka jual beli yang bersangkutan adalah sah.
(PN Purwakarta tgl. 20 Nopember 1969 No.
17/1969/Perdata; PT Bandung tgl. 11 Juli 1973 No. 99/1973/Perd/PTB)
- Karena adanya hibah mutlak yang terjadi secara
syah pada tahun 1945 maka pada saat dikukuhkan jual-beli para penjual ternyata pula
memiliki sawah yang bersangkutan, kepada tergugat asal, yaitu untuk memenuhi
unsur tunai dalam hukum Adat, harulah dianggap merupakan pernyerahan hak
pakainya semata-mata.
(PT Bandung tgl. 28 Januari 1975 No.
205/1974/Perd/PTB; MA tgl. 14 Juli 1976 No. 1036/K/Sip/1975)
- Suatu transaksi jual beli yang telah
memenuhi persyaratan Undang-Undang adalah syah dan tidak dapat dianggap sebagai
“pro forma”, sehingga sejak jual beli itu terjadi kedudukan pembeli bukan lagi
sebagai penggarap atau pemaro.
(PT Bandung tgl. 16 Oktober 1973 No.
58/1971/Perd/PTB; MA tgl. 20 April 1977 No. 502/K/Sip/1975)
- Dalam suasana hukum adat yang menentukan
ada ataupun tidak adanya transaksi jual beli adalah ijab Kabul antara pihak-pihak yang bersangkutan.
(PN Bandung tgl. 11 Oktober 1969 No.
172/Sipil; PT Bandung (sela) tgl. 5 Juni 1971 No. 58/1971/Perd/PTB; (terakhir)
tgl. 16 Oktober 1973 No. 58/1971/Perd/PTB)
- Belum adanya pembayaran harga barang yang
dijualbelikan ataupun belum adanya penyerahan secara phisik barang yang
bersangkutan tidak meniadakan transaksi jual beli yang telah ada.
(PN Bandung tgl. 11 Oktober 1969 No.
172/Sipil; PT Bandung (sela) tgl. 5 Juni 1971 No. 58/1971/Perd/PTB; (terakhir)
tgl. 16 Oktober 1973 No. 58/1971/Perd/PTB)
- Transaksi jual beli yang dilakukan antara
pembeli dan penjual yang dalam peristiwa jual-beli yang bersangkutan diwakili
oleh pembeli berdasarkan surat
kuasa yang sah adalah sah menurut hukum, asal tidak merugikan kepentingan
prinsipalnya.
(PN Bandung tgl. 20 April 1972 No.
189/1971/C/Bdg; PT Bandung tgl. 18 April 1973 No. 57/1973/Perd/PTB; MA tgl. 17
September 1975 No. 337/K/Sip/1974)
- Jual beli persil agraris eigendom yang
dilakukan dalam tahun 1932 secara dibawah tangan serta dihadapan kepala Desa
setempat adalah batal menurut hukum, walaupun demikian penguasaan persil yang
bersangkutan oleh pihak “Pembelinya” harus dianggap dilakukan te geode trouw
(itikad baik)
(PT Bandung tgl. 4 September 1973 No.
240/1972/Perd/PTB; MA tgl. 7 Januari 1976)
- Kenyataan bahwa penjual tanpa suatu alasan telah
membiarkan berlaku waktu yang cukup lama 7 (tujuh) tahun merupakan petunjuk
tentang telah terjadinya transaksi jual beli yang disangkalnya.
(PT Bandung tgl. 10 Oktober 1973 No.
24/1973/Perd/PTB)
Yurisprudensi Jawa Barat
1974-1975
- Sawah kanomeran di Jawa Barat merupakan
sawah milik desa yang diberikan hak garapnya kepada penduduk desa yang
bersangkutan.
(PN Ciamis tgl. 2 Mei 1967 No.
36/1966./Sip.cms; PT Bandung tgl. 22 April 1971 No. 42/1969/Perd/PTB; MA tgl.
23 Oktober 1972 No. 815 K/Sip/1971)
- Seorang penduduk desa yang mempunyai
kanomeran lebih dari satu (dapat) diperintahkan oleh Desa supaya sawah nomer
kelebihannya itu diserahkan kepada anaka sulungnya yang laki-laki, yang belum
mempunyai nomer atau anak perenpuan yang sudah bersuami dan belum mempunyai
nomer. Dalam hal tidak ada anak sama sekali, maka sawah kanomeran kelebihannya itu
dicabut oleh desa, yang kemudian menunjuk seorang penduduk desa menjadi
pemegang nomer.
(PT Bandung tgl. 22 April 1971 No.
42/1969/Perd/PTB; MA tgl. 23 Oktober 1972 No. 815 K/Sip/1971)
- Seorang penduduk desa hanya diperbolehkan
mempunyai satu sawah kanomeran saja (lihat Soepomo : Hukum Perdata Adat Jawa
Barat, terjemahan Ny. Nany Soewondo, halaman 126)
(PT Bandung tgl. 22 April 1971 No.
42/1969/Perd/PTB; MA tgl. 23 Oktober 1972 No. 815 K/Sip/1971)
- Tanah kanomeran tidak boleh dibagi
(dipercah-pecah), tetapi harus untuk dikuasai oleh nomer (orang) yang ditunjuk
oleh rapat desa.
(PT Bandung tgl. 22 April 1971 No.
42/1969/Perd/PTB; MA tgl. 23 Oktober 1972 No. 815 K/Sip/1971)
- Pihak yang mempeoleh hak (rechtsverkrijger)
atas suatu barang yang tidak bergerak harus dapat membuktikan asal yang sah
dari barang yang diperolehnya itu.
(PN Bogor tgl. 17 Desember 1968 No.
313/1962/Perdata; PT Bandung tgl. 21 September 1971 No. 81/1970/Perd/PTB)
- Dalam hal oleh tergugat secara melawan
hukum didirikan bangunan di atas tanah yang menjadi hak penggugat, maka selain
gugatan agar supaya tergugat mengosongkan tanah tersebut, penggugat berdasarkan
Undang-Undang berhak menuntut supaya bangunan-bangunan menjadi miliknya,
sebagai ganti rugi.
(MA tgl. 21 Mei 1973 No. 960 K/Sip/1972)
- Data mengenai luas tanah tercantum dalam buku
letter C Desa yang tidak sesuai dengan data kadaster karena belum dilakukan
pengukuran oleh kantor kadaster sebagai suatu instansi yang berwenang bukan
merupakan rumusan hak seseorang menurut hukum.
(PT Bandung tgl. 9 April 1971 No.
242/1970/Perd/PTB)
- Data tentang pengukuran tanah yang
dilakukan oleh kantor kadaster merupakan rumusan hak atas tanah seseorang
menurut hukum.
(PT Bandung tgl. 9 April 1971 No. 242/1970/Perd/PTB)
- Kantor Kadaster adalah instansi yang
berwenang untuk melakukan pengukuran secara resmi.
(PT Bandung tgl. 9 April 1971 No.
242/1970/Perd/PTB)
- Jika luas tanah yang tercantum dalam buku
letter C Desa tidak cocok dengan kenyataannya sebagai hasil pengukuran tanah, maka
yang harus dirobah adalah buku letter C Desa dan disesuaikan dengan kenyataan
tersebut.
(PT Bandung tgl. 9 April 1971 No.
242/1970/Perd/PTB)
- Suatu perjanjian sewa menyewa tanah antara
pemilik yang termasuk golongan Indonesia (Bumi putera) dan suatu perusahaan
asing yang dibuat di muka notaris dan mengandung syarat-syarat yang berisikan
pelepasan hak milik oleh pemilik tanah disertai pemberian kuasa kepada penyewa
tanah untuk memperoleh hak tertentu atas tanah yang bersangkutan, disusul oleh pembayaran
sejumlah uang oleh penyewa tanah kepada pemiliknya di samping uang sewa setiap
bulan, adalah sah dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, baik
menurut hukum yang lama (dalam hal ini S. 1875 No. 179 jo S. 1912-177), maupun menurut
Undang-Undang Pokok Agraria.
(PN Bogor tgl. 23 Juli 1970 No.
181/1968.Perd; PT Bandung tgl. 27 Oktober 1971 No. 37/1971/Perd/PTB; MA tgl. 17
September 1973 No. 625 K/Sip/1972)
- Jual beli tanah yang tidak dilakukan menurut
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku merupakan jual beli yang tidak sah.
(PN Indramayu tgl. 27 Agustus 1970 No.
21/1970/Pdt; PT. Bandung tgl. 23 Februari 1972 No. 95/1971/Perd/PTB)
- Menurut Hukum Adat suatu transaksi jual
beli yang memenuhi syarat-syarat terang dan tunai adalah sah walaupun harga
pembeliannya belum terbayar lunas, hal mana yang merupakan hutang uang dari
fihak pembeli kepada fihak penjualnya.
(PT Bandung tgl. 21 Desember 1972 No.
137/1972/Perd/PTB)
- Pembeli yang beritikad baik tidak
sepatutnya dibebani kewajiban untuk menyerahkan hasil panen dari tanah
sengketa.
(PN Kerawang tgl. 10 Desember 1970 No 6/1970/Perd/PN;
PT Bandung tgl. 11 September 1971 No. 125/1971/Perd/PTB)
- Pengertian pihak pembeli beritikad baik
dilindungi berarti bahwa dalam hal pembatalan suatu perjanjian jual beli fihak
pembeli bagaimanapun setidak-tidaknya akan menerima kembali uang pembeliannya.
(PN Indramayu tgl. 24 Mei 1971 No.
2/1971/Pdt; PT Bandung tgl. 21 September 1972 No. 109/1972/Perd/PTB; MA tgl 25
Juni 1973 No. 216 K/Sip/1973)
- Seorang pembeli tanah yang meskipun ia
mengetahui bahwa tanah yang bersangkutan hanya digarap oleh orang yang menjual
tanah tersebut kepadanya akan tetapi tidak menghubungi terlebih dahulu orang
yang menguasai tanah itu meskipun orang termaksud tinggal se-kecamatan,
melakukan pembelian itu tanpa itikad baik.
(PN Indramayu tgl. 24 Mei 1971 No.
2/1971/Pdt; PT Bandung tgl. 21 September 1972 No. 109/1972/Perd/PTB; MA tgl 25
Juni 1973 No. 216 K/Sip/1973)
- Dalam hal pembatalan suatu pembelian yang
dilakukan oleh pembeli yang tidak beritikad baik, maka pembelinya tidak perlu
dilindungi oleh hukum sehingga uang harga pembelian yang sudah dibayar oleh
pembeli yang tidak beritikad baik itupun tidak perlu dikembalikan.
(PN Indramayu tgl. 24 Mei 1971 No.
2/1971/Pdt; PT Bandung tgl. 21 September 1972 No. 109/1972/Perd/PTB; MA tgl 25
Juni 1973 No. 216 K/Sip/1973)
- Menurut hukum adat hak menebus dalam jual
beli gadai tidak mungkin lenyap dengan pengaruh lampau waktu (kadaluwarsa).
(PN Sumedang tgl. 25 Februari 1971 No.
5/1970/Perd/PN; PT Bandung tgl. 13 Desember 1971 No. 110/1971/Perd/PTB)
- Suatu perjanjian akad rawat tanah yang
dilaksanakan untuk waktu yang tertentu lebih-lebih untuk waktu kurang dari satu
panen, seperti halnya sekarang hanya untuk tiga bulan, apabila tidak dapat
ditebus, adalah suatu perjanjian hutang piutang yang terselubung (verkapte
schuld overeenkomst)
(PT Bandung tgl. 19 Mei 1971 No.
215/1970/Perd/PTB; MA tgl. 30 April 1973 No. 671 K/Sip/1972)
- Ciri penting daripada gadai tanah adalah
bahwa pemegang gadai, mendapat penguasaan penuh atas tanah tersebut, yaitu
seolah-olah tanah itu kepunyaannya sendiri dan bahwa tanah tersebut lalu
dikuasi oleh pembeli gadai dan selanjutnya semua orang di desa tersebut
bersikap terhadap barang yang digadai itu, seperti barang itu adalah kepunyaan
pembeli gadai. (lihat Soepomo : Hukum Adat Jawa Barat, halaman 200)
(PT Bandung tgl. 19 Mei 1971 No.
215/1970/Perd/PTB; MA tgl. 30 April 1973 No. 671 K/Sip/1972)
- Menurut Hukum Adat gadai yang diadakan
dengan jangka waktu tertentu hanya bermaksud bahwa jangka waktu tersebut adalah
sebagai jaminan bagi pemilik uang, bahwa dalam jangka waktu termaksud peminjam
uang akan menebus gadainya.
(PN Cianjur tgl. 15 Desember 1970 No.
130/Pdt/1970 PN.Td; PT Bandung tgl. 8 Juni 1972 No. 156/1971/Perd/PTB; MA tgl.
30 April 1973 No. 1161 K/Sip/1972)
- Menurut yurisprudensi Mahkamah Agung gadai
tanah yang berlangsung lebih dari 7 tahun, sesuai dengan pasal 7 Undang-Undang
No. 56 tahun 1960, harus dikembalikan kepada pemiliknya tanpa pembayaran uang
tebusan.
(PT Bandung tgl. 27 Juli 1972 No.
6/1972/Perd/PTB; MA tgl. 23 April 1973 No. 1177 K/Sip/1972)
- Gadai tanah pertanian yang berlangsung lebih
dari 7 (tujuh) tahun, sesuai dengan pasal 7 Undang-Undang No. 56 Prp. Tahun
1960, harus kembali kepada pemiliknya tanpa pembayaran uang tebusa.
(PT Bandung tgl. 30 Juni 1970 No.
25/1969/Perd/PTB)
- Berdasarkan ketentuan dalam pasal 7 dari
Undang-Undang No. 56 Peraturan Pemerintah tahun 1960, gadai tanah pertanian selama
lebih dari 7 tahun kembali kepada pihak pemiliknya tanpa uang tebusan.
(PN Sumedang tgl. 25 Februari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar