Anda mengatakan bahwa yang dijadikan jaminan adalah SHM.Kami beranggapan bahwa SHM yang Anda maksud adalah sertifikat hak atas tanah yaitu Sertifikat Hak Milik yang dijaminkan dengan hak tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”).
Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU Hak Tanggungan, hak tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut:
a. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;
b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan;
c. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.
Melihat pada ketentuan di atas, hak tanggungan tersebut hapus karena Anda sudah melunasi utang Anda.
Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) UU Hak Tanggungan, setelah hak tanggungan hapus, Kantor Pertanahan mencoret catatan hak tanggungan pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya. Dengan hapusnya hak tanggungan, sertifikat hak tanggungan tersebut akan ditarik dan bersama-sama buku tanah hak tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan (Pasal 22 ayat (2) UU Hak Tanggungan).
Jika sertifikat hak tanggungan karena sesuatu sebab tidak dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, hal tersebut dicatat pada buku tanah hak tanggungan (Pasal 22 ayat (3) UU Hak Tanggungan).
Permohonan pencoretan hak tanggungan diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertifikat hak tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditor bahwa hak tanggungan hapus. Baikkarena piutang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan itu sudah lunas, atau ada pernyataan tertulis dari kreditor bahwa hak tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan hak tanggungan itu telah lunas atau karena kreditor melepaskan hak tanggungan yang bersangkutan (Pasal 22 ayat (4) UU Hak Tanggungan).
Dalam perkara ini, Anda sebagai pihak yang berkepentingan, dapat melakukan permohonan pencoretan hak tanggungan dengan melampirkan sertifikat hak tanggungan dan surat pernyataan dari kreditor bahwa utang Anda telah lunas.
Dengan dicoretnya hak tanggungan, Anda sebagai pemilik tanah tersebut akan mendapatkan kembali hak atas tanah Anda sepenuhnya tanpa ada beban di atas tanah tersebut.
Mengenai kreditor yang tidak juga memberikan sertifikat hak milik Anda dan sertifikat hak tanggungan, J. Satrio dalam bukunya Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan (Buku 2) (hal. 298) mengatakan bahwa dalam hal sertifikat hak tanggungan tidak disertakan bersama-sama dengan permohonan roya, maka yang demikian itu tidak menghalangi pelaksanaan roya; dan hal itu cukup dicatat saja pada buku tanah hak tanggungan. Ini juga sesuai dengan pengaturan dalam Pasal 22 ayat (3) UU Hak Tanggungan.
Sedangkan mengenai pengembalian sertifikat hak atas tanah (SHM) kepada debitor, berdasarkan UU Hak Tanggungan, SHM tidak dibutuhkan untuk mencoret hak tanggungan. Akan tetapi, J. Satrio masih dalam buku yang sama mengatakan bahwa sekalipun tidak disebutkan dalam Pasal 22 ayat (4) UU Hak Tanggungan, tentunya juga dilampirkan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Ini karena sertifikat hak atas tanah (yang merupakan salinan buku tanah) harus disesuaikan dengan buku tanah sebagai induknya.
Karena pada dasarnya dalam UU Hak Tanggungan tidak diatur mengenai keharusan melampirkan sertifikat hak atas tanah, maka tidak ada ketentuan yang mengatur dalam hal kreditor tidak mau bekerja sama memberikan sertifikat atas tanah kepada debitor untuk melakukan pencoretan hak tanggungan.
Dalam UU Hak Tanggungan diatur jika kreditor tidak bersedia memberikan pernyataan tertulis bahwa hak tanggungan telah hapus karena utang sudah lunas, debitor (yang berkepentingan) dapat mengajukan permohonan perintah pencoretan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat hak tanggungan yang bersangkutan didaftar (Pasal 22 ayat (5) UU Hak Tanggungan).
Hal serupa juga dikatakan oleh Kartini Muljadi dan Gunawan Widjajadalam bukunya yang berjudul Hak Tanggungan (hal. 272-273), sebagaimanapernah dikutip dalam artikel Arti Istilah Roya, yang mengatakan bahwa untuk keperluan pencoretan hak tanggungan, pemberi hak tanggungan diperbolehkan untuk mempergunakan semua sarana hukum yang diperbolehkan (termasuk permohonan perintah pencoretan kepada Ketua Pengadilan Negeri), dan karenanya juga mempergunakan semua alat bukti yang diperkenankan yang membuktikan telah hapusnya hak tanggungan tersebut.
Jika kreditor tetap tidak mengembalikan sertifikat hak atas tanah Anda (SHM Anda), Anda dapat mencoba meminta dengan cara kekeluargaan. Akan tetapi jika cara tersebut tetap tidak berhasil, Anda dapat melakukan gugatan perdata atas dasar perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Sebagaimana dikatakan dalam artikel yang berjudul Hukum Menahan Surat Berharga Milik Karyawan yang Sudah Berhenti Bekerja, perbuatan melawan hukum adalah apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum pada umumnya. Hukum bukan saja berupa ketentuan-ketentuan undang-undang, tetapi juga aturan-aturan hukum tidak tertulis, yang harus ditaati dalam hidup bermasyarakat. Kerugian yang ditimbulkan itu harus disebabkan karena perbuatan yang melawan hukum itu; dan perbuatan itu harus ada hubungannya yang langsung; kerugian itu disebabkan karena kesalahan pembuat. Kesalahan adalah apabila pada pelaku ada kesengajaan atau kealpaan (kelalaian). Lebih jauh, simak Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
J. Satrio. 1998. Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku 2. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar