SALAH MENERAPKAN HUKUM PEMBUKTIAN
Abstrak Hukum:
• Mahkamah Agung dalam putusan kasasi telah membatalkan putusan Judex Facti – Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri – serta mengadili sendiri kasus pidana ini, yang amarnya sebagai berikut:
- Menyatakan bahwa kesalahan terdakwa, Utuh Hirang, atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah.
- Membebaskan terdakwa dari dakwaan tersebut.
- Memerintahkan agar terdakwa segera dibebaskan dari tahanan.
- Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
• Putusan Mahkamah Agung tersebut di atas, didasarkan atas pertimbangan yuridis yang pada intinya adalah sebagai berikut;
- Bahwa judex facti telah menerapkan suatu peraturan hukum, tidak sebagaimana mestinya, yaitu salah menerapkan peraturan hukum pembuktian.
- Bahwa judex facti telah mempersalahkan terdakwa tentang kejahatan tersebut hanya berdasarkan atas keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang saja, tanpa diperkuat oleh alat bukti yang sah.
- Bahwa dengan demikian, maka perbuatan pidana yang didakwakan kepada terdakwa tersebut adalah tidak terbukti secara sah, dan ia, terdakwa, harus dibebaskan.
• Pengadilan Negeri Tembilahan: No. 39/Pid/B/1984, tanggal 18 Oktober 1984.
• Pengadilan Tinggi Pekan Baru: No. 37/Pid/1984, tanggal 28 Nopember 1984.
• Mahkamah Agung RI: No. 131 K/Pid/1985, tanggal 12 Maret 1985. (Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun II No. 18 Maret 1987; hal.78).
MAHKAMAH AGUNG DALAM PEMERIKSAAN KASASI MENELITI DAN MENILAI PENERAPAN HUKUM PEMBUKTIAN DAN ALAT-ALAT BUKTI SERTA AD INFORMADUM.
Abstrak Hukum:
• Mahkamah Agung dalam putusan Kasasitelah menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Jaksa, akan tetapi menerima kasasi yang diajukan oleh Para terdakwa.
• Mahkamah Agung berpendirian bahwa putusan judex facti, Pengadilan Tinggi yang memperkuat putusan Pengadilan Negeri harus dibatalkan dan akan mengadili sendiri kasus ini, dengan amar putusan yang pada pokoknya sebagai berikut:
- Menyatakan para terdakwa tidak terbukti dengan sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Dakwaan Kesatu. Membebaskan terdakwa dari dakwaan ini.
- Menyatakan perbuatan para terdakwa seperti yang didakwakan dalam Dakwaan Kedua terbukti, akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan kejahatan atau pelanggaran. Melepaskan para terdakwa dari tuntutan hukum atas dakwaan kedua ini.
- Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. Membebankan biaya perkara kepada negara.
• Putusan Mahkamah Agung diatas didasari oleh pendirian bahwa putusan judex facti adalah salah dalam menerapkan hukum dengan pertimbangan hukum yang pada intinya sebagai berikut:
• Bahwa dalam Surat Dakwaan Kesatu, tidak dicantumkan secara tegas bahwa delict tersebut dilakukan “oleh” atau “atas nama” suatu Badan Hukum, ex pasal 15 (1) (2) UU No.7/1955, sehingga secara yuridis hal ini diartikan bahwa delict tersebut dilakukan oleh terdakwa secara pribadi, bukan oleh atau atas nama suatu Badan Hukum.
• Bahwa menurut Berita Acara persidangan ternyata delict yang didakwakan itu dilakukan oleh suatu Badan Hukum (PT Gunung Gahapi).
• Bahwa dengan alasan ini, para terdakwa secara pribadi tidak terbukti bersalah melakukan delict dalam Dakwaan Kesatu.
• Bahwa Mahkamah Agung telah menerima bahan-bahan bukti berupa Surat-surat resmi, yang meskipun menurut Hukum Acara, bahan tersebut hanya bersifat sebagai ”ad informandum” saja, namun akan diperhatikan dalam meninjau segi Keadilan.
• Bahwa Mahkamah Agung setelah meneliti seluruh berkas dengan seksama sesuai dengan ketentujan pasal 185 (6) jo pasal 188 (3) KUHAP, berpendapat:
• Bahwa menurujt putusan judex facti ada dua orang saksi (Hasnul dan Wajudi) yang menjadi dasar dalam membentuk keyakinannya sehingga terdakwa dinyatakan bersalah. Pada hal para saksi ini sering menjawab hal-hal yang tidak ditanyakan, seperti menghafal suatu pengarahan sebelumnya. Dan berdasar atas Surat Pengakuan yang dilampirkan dalam Memori Kasasi, para saksi mengakui telah diberikan pengarahan dan uang oleh saksi pelapor.
• Bahwa para saksi decharge dalam pertimbangan putusan yudex facti ternayta telah dikesampingkan dengan alasan mereka ada hubungan kerja dengan terdakwa. Dipihak lain putusan tersebut didasarkan atas keterangan saksi ade charge yang juga ada hubungan kerja dengan para terdakwa.
• Bahwa para saksi yang lain menyatakan barang yang diimport tersebut sesuai dengan PPUD.
• Bahwa judex facti dalam “pemeriksaan di tempat kejadian” dengan begitu saja cepat mengambil kesimpulan (bukan berdasar fakta), bahwa peralatan mesin dalam peti tersebut adalah barau tanpa diberikan alasan mengapa Hakim berkesimpulan demikian.
• Bahwa berdasar atas “bahan-bahan ad informandum” yang sudah ada sebelum kasus ini diputus oleh Pengadilan, yaitu berupa surat Pengkopkamtib yang menyatakan bahwa kasus ini bukan kasus penyelundupan serta adanya surat dari Pengkopkambtibda Medan yang menyatakan bahwa kasus ini timbul karena persaingan ekonomi antara dua perusahaan.
• Dengan pertimbangan hukum di atas ini, maka Mahkamah Agung telah memberikan putusan seperti diuraikan di atas.
• Bahwa kasus penyelundupan ini oleh Pengadilan Ekonomi Medan telah diberikan putusan yang pada pokoknya bahwa para terdakwa dinyatakan bersalah secara bersama-sama mengimport barang tanpa mengindahkan ketentuan dari Ordonansi dan Reglement yang terlampir padanya, ex pasal 55 (1) KUHPidana jo pasal 26-b-RO jo UU. 7/DRT/1955 jo UU 8/DRT jo UU.21/Prp/1959. Dan kepada para terdakwa masing-masing dijatuhi pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan serta denda masing-masing Rp. 5.000.000,- subs 6 6 bulan kurungan.
• Bahwa putusan Hakim Pertama ini kemudian dimohonkan banding, baik oleh Jaksa maupun oleh para Terdakwa. Dan Hakim Banding dalam putusannya telah menguatkan putusan Hakim Pertama.
• Pengadilan Negeri/Ekonomi Medan: No. 354/Ek/1983, tanggal 30 April 1984.
• Pengadilan Tinggi Medan: No. 02/Pid/Ek/1984, tanggal 6 Nopember 1984.
• Mahkamah Agung RI: No. 259 K/Pid/1985, tanggal 22 April 1986. (Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun III No.25 Oktober 1987; hal. 18).
SALAH MENERAPKAN HUKUM
- Sanksi delict sconomi bersifat komulatip -
Abstrak Hukum
Pengadilan Negeri Ekonomi Tarakan:
• Dalam persidangan di Pengadilan Negeri/Ekonomi di Tarakan, Terdakwa telah didakwa oleh Jaksa melakukan delict ekonomi berupa penyelundupan komoditi udang ke luar negeri yang inti dakwaannya sebagai berikut:
• Primair:
Bahwa Terdakwa pada tahun 1983 – 1984 di Tarakan berturut-turut dengan sengaja membujuk orang lain Hadam bin Ali untuk mengeluarkan (export) ke luar negeri Tawao-Malaysia dari wilayah RI, sejumlah komoditi export udang dengan menggunakan perahu motor, tanpa mengindahkan ketentuan hukum yang berlaku. –ex pasal 55 (1) ke 2 jo pasal 64 jo 65 KUHPidana jo pasal 26.b. RO jo UU 7/Drt/55 jo UU 8/Drt/1958 jo pasal 2 (1) Kepres 73/1967.
• Subsidiair:
• Bahwa terdakwa pada waktu dan tempat dalam dakwaan primair, dengan sengaja memberikan bantuan menyediakan kapal perahu motor beserta peralatannya kepada Hadam bin Ali untuk mengeluarkan (export) komoditi export udang ke luar Wilayah RI – Tawao - Malaysia, tanpa mengindahkan ketentuan hukum yang berlaku. Ex pasal 56 (1) jo UU No. 7/Drt/1955 jo ……dan seterusnya.
• Hakim Pertama setelah memeriksa perkara tersebut memberikan putusan yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti dengan sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ekonomi seperti dalam dakwaan primair, dengan dictum yang pokoknya sebagai berikut:
Dengan sengaja turut serta melakukan penyelundupan dengan jalan memberikan kesempatan, sarana atau menjanjikan sesuatu atau sengaja membujuk atau menganjurkan orang lain untuk melakukan perbuatan mengexport barang dengan tidak mengindahkan peraturan yang berlaku sebagaimana yang dimaksud dalam Rechten Ordonantie beserta lampirannya.
Menghukum terdakwa dengan hukuman penjara selama 3 bulan, dengan ketentuan hukuman tersebut tidak perlu dijalankan, kecuali bila dikemudian hari sebelum lewat waktu 9 bulan, terdakwa bersalah melakukan perbuatan yang dapat dihukum.
Barang bukti kapal motor dikembalikan kepada terdakwa.
Pengadilan Tinggi Samarinda
• Dalam putusan banding atas kasus ini, Hakim Tinggi memberikan putusan berupa menguatkan putusan Hakim Pertama dengan perbaikan sepanjang mengenai kwalifikasi delict dan barang bukti, dengan amar putusan yang intinya sebagai berikut:
• Menyatakan terdakwa terbukti menurut hukum dan keyakinan bersalah melakukan perbuatan pidana: “dengan sengaja turut serta melakukan penyelundupan”.
• Menghukum terdakwa dengan hukuman penjara selama 3 bulan, dengan ketentuan bahwa hukuman tersebut tidak perlu dijalankan, kecuali bila dikemudian hari ada perintah hakim, karena terpidana sebelum lampau waktu satu tahun melakukan delict.
• Barang bukti berupa perahu motor dirampas untuk Negara.
Mahkamah Agung RI:
• Dalam putusan kasasi atas permohonan Jaksa, Mahkamah Agung memberikan putusan berupa membatalkan putusan judex facti – Pengadilan Tinggi yang memperkuat putusan Pengadilan Negeri – karena dinilai putusan judex facti tersebut telah salah dalam menerapkan hukum mengenai masalah penjatuhan sanksinya.
• Pendirian Mahkamah Agung ini didasari oleh pertimbangan hukum yang pada pokoknya dapat disarikan bahwa menurut pasal 1 (1) Undang-Undang No.21/Perpu/1959, telah ditentukan bahwa ancaman sanksi terhadap pelaku tindak pidana/delict ekonomi adalah bersifat komulatip yaitu berupa pidana penjara (kurungan) dan pidana denda.
• Bahwa dengan demikian maka putusan judex facti yang salah dalam menerapkan hukum tersebut telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung dan selanjutnya Mahkamah Agung mengadili sendiri kasus ini dengan putusan dimana terdakwa dinyatakan bersalah serta dijatuhi hukuman pidana penjara dan pidana denda.
• Bahwa kwalifikasi delik yang diberikan oleh Mahkamah Agung untuk kasus ini dirumuskan sebagai berikut:
“Mengeluarkan barang dari daerah pabean tanpa mengindahkan peraturan Rechten Ordonantie dan Reglemen yang terlampir padanya”.
• Pengadilan Negeri/Ekonomi Tarakan: No. 04/Pid.E/1984, tanggal 4 Februari 1985.
• Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda: No. 03/Pid. Ek/1985.
• Mahkamah Agung RI: No. 929 K/Pid/1985, tanggal 13 Oktober 1987. (Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun III No. 30; Maret 1988; hal. 76).
SALAH MENERAPKAN HUKUM PEMBUKTIAN
Abstrak Hukum:
• Dari putusan Mahkamah Agung RI dalam perkara ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
• Bahwa Mahkamah Agung telah membatalkan putusan Judex Facti karena putusan Judex Facti, baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi, dinilai sebagai putusan yang salah dalam menerapkan hukum pembuktian, yaitu berupa ketentuan hukum yang diatur dalam KUHAP:
• Pasal 1 butir ke 27 KUHAP;
Bahwa keterangan saksi yang bernilai sebagai “alat bukti” dalam perkara pidana adalah keterangan saksi yang melihat sendiri, mendengar sendiri, mengalami sendiri dan menyebutkan alasan-alasannya pengetahuannya itu. Kesaksian yang tidak demikian itu merupakan testimonium de auditu. Kesaksian de auditu ini, bukan merupakan alat bukti dan tidak perlu dipertimbangkan oleh Hakim.
• Pasal 168 jo pasal 169 KUHAP:
Bahwa kesaksian dari seorang saksi yang mempunyai hubungan kekeluargaan tertentu (darah/semenda) dengan terdakwa, tidak dapat didengar sebagai saksi dengan sumpah, terkecuali saksi ini menghendakinya dan kehendak ini disetujui dengan tegas oleh terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum.
• Pasal 189 (3) KUHAP
Bahwa keterangan seorang terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. Ini berarti bahwa keterangan seorang terdakwa yang satu tidak dapat digunakan sebagai bukti untuk memberatkan terdakwa lainnya.
• Bahwa karena judex facti tidak mengindahkan ketentuan diatas ini, maka Majelis Mahkamah Agung membatalkan putusan Judex Facti tersebut, selanjutnya mengadili sendiri dengan amar putusan berupa: membebaskan terdakwa ke II, pemohon kasasi, dari dakwaan jaksa. Akan tetapi bagaimana nasib terdakwa ke I (wanita Samsiah) yang tidak mohon kasasi atas putusan judex facti. Dalam putusan MA-RI tersebut, baik dalam pertimbangan maupun dalam amarnya tidak menyinggung masalah terdakwa ke I ini.
• Pengadilan Negeri Sengkang: No.27/Pid.B/1985, tgl. 5 Agustus 1985.
• Pengadilan Tinggi Ujung Pandang: No. 187/Pid/1985, tgl 3 Pebruari 1986.
• Mahkamah Agung RI: No.1370.K/Pid/1986, tgl 30 Juli 1988. (Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun IV, No. 42. Maret 1989; hal. 27).
PERADILAN ANAK PUTUSAN SALAH MENERAPKAN HUKUM
Abstrak Hukum:
• Menghadapi terdakwa, pelaku delict yang umurnya masih belum dewasa, bilamana Hakim akan memberikan putusan bahwa terdakwa yang masih muda belia ini akan diserahkan kepada Pemerintah untuk dididik menjadi “Anak Negara”, maka harus dipenuhi dua persyaratan:
1. Bahwa delict yang dilakukan oleh terdakwa ini adalah termasuk dalam salah satu delict yang dicantumkan secara limitatip dalam pasal 45 KUHPidana. (delict pelanggaran).
2. Bahwa anak ini termasuk pelaku delict kembuhan (recidivist).
• Bahwa dalam menghadapi kasus dimana terdakwanya masih dibawah umur (anak-anak), maka perlu diperhatikan:
1. Ketentuan dalam Pasal 45 s/d 47 KUHPidana.
2. Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.3/1959.
3. Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.MA/Pemb/048/1971.
4. Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.6/1987.
• Pengadilan Negeri Kabupaten Cirebon di Sumber: No. 06/Pid.B/-AN/1988, PN. Sbr, tgl. 15 September 1988.
• Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung: No. 227/Pid.B/AN/-1988/PT.Bdg, tanggal 28 November 1988.
• Mahkamah Agung RI: No. 371.K/Pid/1989, tgl 27 April 1989. (Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun IV, No. 50. November 1989; hal. 72).
KURANG BUKTI TERDAKWA DIHUKUM
Abstrak Hukum:
• Dari putusan Mahkamah Agung tersebut diatas, dapat kita ketahui, bahwa putusan judex facti (Pengadilan Tinggi yang membenarkan dan menguatkan putusan Pengadilan Negeri), telah dibatalkan, karena dinilai oleh MA-RI, sebagai putusan yang salah menerapkan “hukum pembuktian dalam perkara pidana” yaitu: Hakim telah melanggar ketentuan undang-undang, ex pasal 183 KUHAP. Mengenai “batas minimum pembuktian” untuk dapat menyatakan terdakwa bersalah dan menghukumnya.
• Bahwa mengenai “batas minimum pembuktian” yang diatur dalam pasal 183 ini, harus dikaitkan dengan pasal 184(1) KUHAP.
• Dalam kasusu ini, Hakim telah menghukum terdakwa berdasar atas bukti yang tidak lengkap dan “kurang dari” batas minimum yang diwajibkan oleh undang-undang No. 8/1981 (sistim pembuktian negatief wettelijk).
• Bahwa dengan demikian, maka kita dapat menarik “Abstrak hukum” sebagai berikut:
Bahwa pengakuan terdakwa didalam persidangan yang menyatakan bahwa ia telah melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan kepadanya, tanpa disertai atau didukung oleh alat bukti lainnya, maka pengakuan terdakwa ini saja, masih belum memenuhi “Asas batas minimum pembuktian” sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang (KUHAP).
• Pengadilan Negeri Kotabumi-Lampung No: 018/Pid.B/1988, tanggal 7 Ju1988.
• Pengadilan Tinggi Tanjungkarang No. 132/Pid.B/1988, tanggal 24 Desember 1988.
• Mahkamah Agung RI: No.1071.K/Pid/1989, tanggal 9 Agustus 1989. (Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun V No. 54.Maret 1990; hal. 5)
BUKTI TIDAK LENGKAP TERDAKWA DIHUKUM
Abstrak Hukum:
• Putusan Pengadilan Tinggi telah dibatalkan, karena judex facti melanggar undang-undang “melanggar garis batas minimum pembuktian” yang wajib diikuti oleh Hakim (imperatip) sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 8/1981 ek pasal 183 jis 184 dan 185 (2), ketentuan Hukum pembuktian ini, kita kenal sebagai: sisitem pembuktian yang bersifat negative wettelijk.
• Dalam kasus ini, karena pembuktian tidak mencapai batas minimum bukti, seperti yang dikehendaki oleh undang-undang, maka menurut MA-RI, judex facti seharusnya membebaskan terdakwa dari dakwaan tersebut.
• Pengadilan Negeri Garut No. 31/Pid.B/1988, tgl 27 januari 1989.
• Pengadilan Tinggi Bandung No. 109/Pid/1989, tgl 24 April 1989.
• Mahkamah Agung RI No. 1485 K/Pid/1989, tgl 5 Okt 1989. (Majalah Hukum, Varia Peradilan Tahun V No. 56, Mei 1990; hal. 76).
MASALAH SAKSI MAHKOTA DALAM PERKARA PIDANA
Abstrak Hukum:
• Bahwa Jaksa Penuntut Umum diperbolehkan oleh Undang-Undang untuk mengajukan teman terdakwa yang ikut serta melakukan perbuatan pidana tersebut, sebagai saksi dipersidangan Pengadilan Negeri, dengan syarat bahwa saksi ini dalam kedudukannya sebagai terdakwa tidak termasuk dalam “satu berkas perkara” dengan terdakwa yang diberikan kesaksian (gesplit).
• Teman terdakwa yang diajukan sebagai saksi terhadap terdakwa lainnya seperti disebutkan diatas dalam ilmu hukum disebut: “Saksi Mahkota” atau “kroon getuige”.
• Bahwa Pengadilan Tinggi dapat dibenarkan oleh MA RI untuk mengambil alih seluruh pertimbangan hukum putusan Pengadilan Negeri, bilamana hal tersebut dinilainya sebagai hal yang sudah benar dan tepat dalam menyelesaikan kasus perkara yang dimohon pemeriksaan banding itu.
• PN Sumenep Madura No. 40/Pid/B/1988/PN.Smp. tgl 11 Maret 1989.
• Pengadilan Tinggi Jawa Timur – Surabya No. 145/Pid/1989/Pt. Sby, tgl 30 Juni 1989.
• MA RI No. 1986.K/Pid/1989, tgl 21 Maret 1990. (Majalah Hukum Varia Peradilan No. 62 November 1990; hal. 19)
NILAI BUKTI SAKSI
Abstrak hukum
• Bahwa keterangan saksi “dibawah sumpah” yang diberikannya dihadapan Penyidik kepolisian (karena saksi ini nantinya tidak akan dapat hadir disidang pengadilan) dan oleh penyidik keterangan saksi dibawah sumpah itu, kemudian dituangkan dalam “Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan”.
• Bilamana keterangan saksi ini dibacakan didalam persidangan pengadilan, maka keterangan saksi tersebut “disamakan nilainya” dengan keterangan saksi dibawah sumpah yang diberikan didalam persidangan pengadilan. Karena itu adalah sah sebagai alat bukti menurut UU (KUHAP).
• Mahkamah Agung RI No. 661.K/Pid/1988, tgl 19 juli 1990.
• Pengadilan Negeri di Baturaja Sumatera Selatan No. 190/Pid/B/1987/PN.BTA, tgl 30 desember 1987. (Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun VI No. 63 Desember 1990; hal. 115)
PUTUSAN HAKIM PIDANA SALAH MENERAPKAN HUKUM
Abstrak Hukum:
• Dalam suatu perkara pidana yang terdakwanya terdiri dari orang dewasa dan anak, maka Majelis Hakim Pengadilan Negeri dalam melakukan persidangan untuk memeriksa dan mengadili perkara ini harus dilakukan dalam persidangan secara tertutup, karena salah seorang terdakwanya masih berusia 17 tahun. Aturan ini sesuai dengan ketentuan pasal 153 ayat 3 dan 4 KUHAP jo pasal 4 ayat 1 Undang-Undang No.3 tahun 1997. Hakim yang melanggar ketentuan ini, putusannya batal demi hukum dan Mahkamah Agung memerintahkan Pengadilan Negeri memeriksa terdakwa tersebut dalam persidangan tertutup. Periksa Jurisprudensi Mahkamah Agung No. 84. K/Pid/1991.
• Pengadilan Negeri Garut: No. 160/Pid.B/1998/PN.Grt, tanggal 2 Juli 1998.
• Pengadilan Tinggi Jawa Barat di Bandung: No. 151/Pid/1998/PT.Bdg, tanggal 3 September 1998.
• Mahkamah Agung RI: No. 1558 K/Pid/1998, tanggal 22 Januari 1999. (Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun XV No.173/2000; hal. 58).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar