Mengenai perdagangan produk atau barang palsu atau yang juga dikenal dengan barang "KW", dalam Pasal 90 – Pasal 94 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (“UU Merek”) diatur mengenai tindak pidana terkait merek:
Pasal 90
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 91
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 92
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi-geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
(3) Terhadap pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi-geografis, diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 93
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi-asal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 94
(1) Barangsiapa memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan Pasal 93 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran Dan secara tegas pula, dalam Pasal 95, UU Merek menggolongkan seluruh tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tersebut sebagai delik aduan, bukan delik biasa. Dalam keilmuan hukum, hal ini berarti bahwa pasal-pasal pidana dalam UU Merek diberlakukan setelah adanya laporan dari seseorang yang dirugikan atas perbuatan orang lain sehingga terkait delik aduan pun penyidikan kepolisian dapat dihentikan hanya dengan adanya penarikan laporan polisi tersebut oleh si pelapor sepanjang belum diperiksa di pengadilan.
Tindak pidana sebagaimana disebutkan di atas, hanya dapat ditindak jikaada aduan dari pihak yang dirugikan. Hal ini dapat dilihat dari perumusanPasal 95 UU Merek:
“Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, dan Pasal 94 merupakan detik aduan.”
Ini berarti bahwa penjualan produk atau barang palsu hanya bisa ditindak oleh pihak yang berwenang jika ada aduan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh hal tersebut, dalam hal ini si pemilik merek itu sendiri ataupemegang lisensi (Pasal 76 dan Pasal 77 UU Merek).
Mengenai tugas Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual terkait penindakan terhadap para penjual barang palsu, berdasarkan Pasal 89 ayat (1) UU Merek, selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (“PPNS HKI”) diberi wewenang khusus sebagai penyidiksebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Merek.
PPNS HKI berwenang (Pasal 89 ayat [2] UU Merek):
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran aduan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Merek;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Merek berdasarkan aduan tersebut pada huruf a;
c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang Merek;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan dokumen lainnya yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang Merek;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Merek; dan
f. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Merek.
Selain fungsi penyidikan di atas, sebagaimana pernah diuraikan dalam artikel yang berjudul Dephukham Revitalisasi Fungsi Penyidik HKI, Direktorat Penyidikan HKI juga berfungsi untuk memonitor penegakan hukum HKI, memberikan peringatan terhadap pelanggar HKI, litigasi dan menjadi ahli HKI dalam proses hukum. Dijelaskan juga bahwa selama ini peran monitoring tidak dilakukan oleh Ditjen HKI. Baru setelah ada Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran HKI (“Timnas HKI”) yang dibentuk pada 27 Maret 2006, pemantauan penegakkan HKI dilakukan.
Mengenai Timnas HKI, dapat dilihat dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 4 Tahun 2006 tentang Pembentukan Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (“Keppres 4/2006”). Dalam Pasal 1 Keppres 4/2006, dikatakan bahwa dibentuk Timnas HKI, untuk mengkoordinasikan penanggulangan pelanggaran HKI di Indonesia, serta penyelesaian berbagai permasalahan yang timbul dalam pelaksanaannya.
Timnas HKI bertugas antara lain (Pasal 2 Keppres 4/2006):
a. merumuskan kebijakan nasional penanggulangan pelanggaran HKI;
b. menetapkan langkah-langkah nasional yang diperlukan dalam rangka penanggulangan pelanggaran HKI;
c. mengkaji dan menetapkan langkah-langkah penyelesaian permasalahan strategis mengenai penanggulangan pelanggaran HKI, termasuk pencegahan dan penegakan hukum sesuai tugas pokok dan fungsi instansi masing-masing anggota;
d. melakukan koordinasi dalam sosialisasi dan pendidikan di bidang HKI guna penanggulangan pelanggaran HKI kepada instansi, lembaga terkait dan masyarakat melalui berbagai kegiatan;
e. mengadakan dan meningkatkan kerjasama secara bilateral, regional maupun multilateral dalam rangka penanggulangan pelanggaran HKI.
Jadi, pada dasarnya Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan Timnas HKI inilah yang akan melakukan pemantauan dan penegakan hukum terkait HKI. Akan tetapi, untuk melakukan tindakan terhadap pihak yang menjual barang palsu, tetap harus ada pengaduan terlebih dahulu dari pemilik merek atau pemegang lisensi.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 4 Tahun 2006 tentangPembentukan Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual.
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.
2564 HITS
DI: HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
SUMBER DARI: BUNG POKROL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar