JUAL BELI TANAH HAK MEMBELI KEMBALI
Abstrak Hukum:
• Bahwa Undang-Undang Pokok Agraria No.5/1960 adalah berdasar pada Hukum Adat. Dalam sisitim Hukum Adat ini tidak dikenal adanya lembaga hukum berupa : Jual Tanah dengan Hak Membeli Kembali. Karena itu setiap perjanjian yang menyangkut peralihan hak atas tanah yang diberikan bentuk hubungan hukum berupa : Perjanjian Jual Tanah/Rumah dengan Hak Membeli Kembali , adalah bertentangan dengan sistim Hukum Agraria Nasional, yaitu : Undang-Undang Pokok Agraria beserta Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaanya. Oleh karena bertentangan dengan sistim hukum Agraria nasional, maka semua perjanjian yang demikian itu adalah batal demi hukum.
• Dalam menghadapi kasus perjanjian jual tanah dengan hak membeli kembali, nampaknya Mahkamah agung tetap konsisiten pada pendirian sebagai mana yang diuraikan diatas tadi. Karena itu terhadap masalah tersebut dapat dikatakan telah terbentuk “standard jurisprudensi”.
• Pengadilan Negeri di Surabaya No. 306/1979/Pdt, tgl 4 Desember 1979.
• Pengadilan Tinggi Jawa Timur di Surabaya, No.372/1981/Pdt, tanggal 12 Agustus 1981.
• Mahkamah Agung RI (Kasasi) No. 3953.K/Sip/1981, tgl 7 Januari 1984.
• Mahkamah Agung RI (Peninjauan Kembali) No. 381. PK/Pdt/1986 tgl 20 Maret 1989. (Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun V No. 55 April 1990).
KASUS ARCHITECT FEE
Abstrak Hukum :
• Dalam perkara ini kita melihat bahwa majelis MA-RI dalam pemeriksaan kasasi telah melakukan penelitian terhadap materi surat-surat bukti yang diajukan oleh penggugat dalam persidangan. Penelitian mana ternyata menghasilkan kesimpulan yang berbeda antara majelis MA-RI dengan judex facti.
• Menurut pernilaian majelis MA-RI dari surat-surat bukti tersebut,tidak dapat diketahui rincian uang yang menjadi hak Penggugat. Pernilaian mana berbeda dengan judex facti. Karena Penggugat tidak dapat membuktikan rincian besarnya uang yang menjadi haknya (seperti yang dituntut dalam surat gugatannya), maka gugatan tersebut telah ditolak oleh majelis MA-RI.
• Abstrak Hukum yang dapat digali dari putusan MA-RI : seseorang yang menuntut suatu hak untuk pembayaran sejumlah uang atas hasil pekerjaanya kepada pihak lain, maka penggugat ini, harus dapat membuktikan rincian besarnya uang yang menjadi haknya tersebut, sehingga pengadilan dapat mengetahui dengan jelas, bagaimana perhitungannya sampai pada jumlah uang yang dituntutnya itu. Tanpa hal ini, penggugat dinilai tidak dapat membuktikan haknya.
• Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 285/Pdt/G/85 tgl 31 Okt. 1985.
• Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No.478/Pdt/1986, tgl 29 Sept. 1986.
• Mahkamah Agung RI No. 817.K/Pdt/1987, tgl 21 Sept 1989 (Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun V No. 55 April 1990)
JUDGE MADE LAW HUKUM WARIS
Abstrak Hukum :
• Bahwa Mahkamah Agung RI membenarkan pertimbangan dan putusan Hakim Pengadilan Negeri yang berpendirian bahwa ketentuan hukum kewarisan yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek yang berlaku bagi golongan keturunan Cina, dapat dikesampingkan dan tidak diberlakukan, bilamana pewaris (golongan Cina) tersebut dalam kehidupannya sehari-hari telah membaur ke dalam golongan Indonesia pribumi dengan cara hidup bersama dengan wanita pribumi, melalui nikah atau tidak.
• Bahwa Mahkamah Agung dalam putusannya juga membenarkan pendirian judex facti yang telah menciptakan “kaidah hukum” yang didasarkan atas “asas kepatutan “ dan “ asas keadilan “ yang menyatakan : bahwa anak luar kawin yang dilahirkan dari seorang wanita Indonesia pribumi dari pria keturunan Cina, maka meskipun anak ini tidak diakui) maka anak luar kawin ini adalah ahli waris dari pria yang membenihkannya dan berhak atas bagian dari harta peninggalan si pria tersebut.
• Bahwa bilamana kasusu tersebut akan diselesaikan menurut ketentuan kewarisan menurut Burgerlijk Wetboek (BW) maka anak luar kawin yang tidak diakui oleh pria yang membenihkannya (almarhum Thio Kim Ho), status hukum anak luar kawin ini adalah bukan merupakan ahli waris almarhum Thio Kim Ho dan anak ini tidak berhak untuk memperoleh bagian harta warisan dari Thio Kim Ho Tersebut. Anak luar kawin ini hanya bisa memperoleh “nafkah hidup” dengan status sebagai kreditur terhadap harta peninggalan Thio Kim Ho almarhum (ex pasal 867 Jo 868 J0 869 Burgerlijk Wetboek).
• Pengadilan Negeri Jakarta Timur No. 01/Pdt/G/1985, tgl 9 Mei 1985.
• Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, No. 359/Pdt/1985/PT/DKI, tgl 31 Okt 1985.
• Mahkamah Agung RI No. 1545 K/Pdt/1986, tgl 18 Okt 1989 (Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun V No. 55 April 1990).
KEABSAHAN JUAL BELI TANAH
Abstrak Hukum
• Pengadilan Negeri, menyatakan : bahwa transaksi jual-beli tanah adalah sah menurut hukum, bila transaksi ini dilakukan dihadapan P.P.A.T ex pasal 19 P.P.10/1961. Jo UUPA No 5 /1960.
• Pengadilan Tinggi menyatakan bahwa sahnya jual-beli tanah tidak selalu harus didasarkan ex pasal 19 P.P.10/1961. Bilamana transaksi ini telah memenuhi syarat dalam Hukum Adat : Kontan (tunai) dan terang (disaksikan Kepala desa), maka transaksi ini harus dinilai sah menurut hukum.
• Mahkamh Agung dalam pertimbangan hukum yang singkat ini, kita hanya dapat mengambil kesimpulan, yang bila tidak salah demikian : bahwa penyelesaian kasus ini, bukan berpangkal pada ex pasal 19 PP 10/1961 seperti pendirian judex facti, melainkan MA-RI nampaknya berpijak pada alasan lain yaitu : dasar hukum pemilikan tanah sengketa oleh pihak penjualnya. Karena tanah sengketa terbukti bukan milik penjual, maka transaksi jual-beli tanah ini adalah batal demi hukum. Dan tanah tersebut harus dikembalikan oleh pembeli (tergugat Asal I) kepada pihak pemiliknya (Penggugat) tanpa adanya ganti rugi lagi.
• Pengadilan Negeri Sidenreng Rappang No. 09/Pdt/G/1984, tgl 3 November 1984.
• Pengadilan Tinggi Sulawesi selatan No.167/Pdt/1986/PTUJ. Pdg, tgl 8 Juli 1986.
• Mahkamah Agung RI No. 1132.K/Pdt/1987, tgl 23 Desember 1988. (Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun V No. 56 Mei 1990).
KREDIT MACET PERANAN BADAN URUSAN PIUTANG NEGARA
Abstrak hukum :
• MA –RI sependapat dengan Hakim Pertama bahwa terhadap kasus, dimana para pihaknya orang Indonesia Bumiputera, diterapkan ketentuan Hukum Perdata Eropa (Bugerlijk Wetboek).
• Rumah yang masih dikuasai oleh Kepala Daerah, dengan diterbitkannya S.I.P oleh Kantor Urusan Perumahan (K.U.P Pemda DKI Jakarta), maka tercipta hubungan hukum sewa-menyewa rumah yang bersangkutan, antara penghuni sebagai penyewa dengan pemilik rumah. Penghuni rumah tersebut adalah Penyewa rumah yang sah.(P.P No. 49/1963 Jo P.P 55/1981).
• Rumah yang dihuni oleh orang yang memiliki SIP dari KUP (dimana hubungan hukum sewa-menyewa tercipta karenanya), maka bilamana rumah ini dijual lelang oleh BUPN dan jatuh pada pemilik yang baru (pemenang lelang), maka berlaku asas hukum perdata dalam pasal 1576 B>W yaitu : “koop breekt geen huur”. Hubungan sewa menyewa rumah tidak terputus, karena adanya jual-beli rumah (melalui lelang umum.)
• Perlu ditambahkan disini sebagai catatan bahwa eksekusi riil pengosongan rumah yang dibeli melalui kantor lelang Negara, hanya dimungkinkan bilamana rumah yang dilelang tersebut, penghuninya adalah orang yang tereksekusi sendiri (debitur). Hal ini diatur dalam pasal 200 ayat 11 HIR atau pasal 218 (2) RBG. Yang intinya demikian : jika pihak tereksekusi (orang yang barangnya /rumahnya dijual lelang) enggan mengosongkan rumah tersebut, maka Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan perintah pengosongan ) ketentuan yang demikian ini tidak berlaku bilamana penghuni rumah yang dilelang tersebut adalah pihak ketiga (penyewa rumah), dasarnya adalah pasal 1576 BW. Prosedur yang harus ditempuh yaitu pembeli rumah melalui lelang ini, harus mengajukan gugatan perdata terhadap penghuni/penyewa tersebut di Pengadilan.
• Menurut pasal 4 dan 5 Undang-Undang 49/Prp/1960 : BUPN adalah badan pemerintah yang diberi wewenang untuk mengurusi dan menyelesaikan setiap hutang terhadap Negara. Atas kuasa undang-undang BUPN berwenang memberi peringatan melakukan sita eksekusi dan menjual barang melalui lelang Negara, guna memperoleh pembayaran kembali atas piutangnya Negara terhadap debitur yang wanprestasi (kredit macet). Tindakan BUPN yang demikian itu, diatur hukum acarnya dalam Undang-undang 19/1959- Surat Paksa – yang mirip dalam pasal 195 HIR (eksekusi).
• Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 442/Pdt/G/1984, tgl 27 Maret 1985.
• Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 29/Pdt/1986/PT DKI, tgl 20 Februari 1986.
• Mahkamah Agung RI No. 2939.K/Pdt/1987, tgl 16 Nov. 1989.(Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun V No. 57 Juni 1990).
SENGKETA PEMBEBASAN TANAH UNTUK PROYEK PEMBANGUNAN
Abstrak hukum :
• Bahwa seseorang yang memiliki tanah pertanian yang melebihi batas luas maximum teneh yang ditentukan oleh Undang-Undang Pokok Agraria No. 5/1960 beserta Peraturan Pelaksanaanya, maka tanah kelebihannya jatuh menjadi tanah Negara.
• Bahwa karena “tanah kelebihan” ini sudah menjadi tanah Negara dan dibagikan kepada para petani penggarap, maka pembebasan tanah ini untuk kepentingan proyek pembangunan, ganti rugi uangnya bukan lagi diberikan kepada pemilik tanah semula, melainkan diberikan kepada para petani penggarap atas tanah tersebut.
• Bahwa kasus sengketa tanah untuk proyek pembangunan ini, diselesaikan oleh MA-RI dengan bersandar pada UUPA No.5/1960 Jo UU No.56/Prp/1960 dan S.K Menteri Agraria yang mengatur masalah Landreform. (S.K. No.978/Ka/1960). – Menurut Peraturan Premarital No.224/1961 ditentukan : bahwa atas tanah kelebihan yang harus diserahkan kepada Negara, maka kepada bekas pemilik akan diberikan uang ganti rugi oleh Negara.Dalam kasus ini belum nampak adanya pelaksanaan P.P. 224/61 tersebut.
• Pengadilan Negeri Lhokseumawe N0. 18/Perd.G/1986, tgl 23 Mei 1987.
• Pengadilan Tinggi Banda Aceh No. 191/Perd/1987, tgl 16 februari 1988
• Mahkamah Agung RI No. 1967 K/Pdt/1988, tgl 28 Okt 1989. (Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun V No. 57 Juni 1990).
HUKUM WARIS JANDA
Abstrak hukum :
• Kasus ini merupakan sengketa mengenai masalah “Harta Asal” antara janda dan anak-anak pewaris.
• Mahkamah Agung menolak pendirian Pengadilan Tinggi dan sebaliknya dapat menerima pendirian Pengadilan Negeri yang menyelesaikan kasus ini menurut “Hukum yang hidup” dimana sengketa ini terjadi di Jawa Timur. Hukum yang hidup dikalangan rakyat Jawa Timur ini adalah hukum adapt setempat.
• Seorang suami yang meninggal dunia maka jandanya dan anak-anak kandungnya adalah ahliwarisnya. Mereka ini (janda dan anak) sama-sama berhak atas bagian dari “harta Asal” almarhum. Besarnya bagian hak janda terhadap “harta Asal” suaminya adalah sebesar 1/8 dari seluruh Harta Asal, karena janda ini mempunyai anak.
• Dalam putusan Hakim Pengadilan Negeri yang diambil alih oleh Mahkamah Agung tersebut diatas, ada satu hal yang masih belum jelas yaitu tidak dipertimbangkannya angka 1/8 bagian sebagai ukuran bagian hak janda atas harta peninggalan tersebut. Darimana angka 1/8 tersebut diketemukan ?
• Pengadilan Negeri Kabupaten Probolinggo di Kraksaan Jatim, No. 15/Pdt/G/1986, tgl 20 Nov tahun 1986.
• Pengadilan Tinggi Jawa Timur di Surabaya No. 242/Pdt/1987, tgl 25 Mei 1987.
• Mahkamah Agung RI No. 357.K/Pdt/1988, tgl 31 Januari 1990 (Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun V No. 57 Juni 1990).
ANIAYA MATI TAHANAN DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN ONRECHTMATIGE OVERHEIDS DAAD
Abstrak hukum :
• Mahkamah Agung RI menilai bahwa Premarital RI. Cq. Departemen Kehakiman RI., telah melakukan : Perbuatan Melawan Hukum atau Onrechmatige overheidsdaad, ex pasal 1367 BW. Dengan alasan : bahwa Premarital RI cq Departemen Kehakiman,secara yuridis harus turut bertanggung jawab atas perbuatan penganiayaan terhadap tahanan yang ditempatkan di Rumah Tahanan Negara, (Lembaga Pemasyarakatan), yang dilakukan oleh para pegawai Aparat Bawahannya di lingkungan Departemen Kehakiman. Tanggung jawab juridis ini timbul karena perbuatan penganiayaan itu dilakukan oleh para pegawai dan didalam gedung Rumah Tahanan Negara. Karena itu maka kerugian yang tinbul akibat dari perbuatan para pegawai/aparat bawahannya itu, Premarital (Departemen Kehakiman) sebagai pihak atasan, wajib turut serta membayar uang ganti kerugian kepada korban atau ahliwarisnya.
• Dalam menentukan berapa besar kecil uang ganti kerugian tersebut karena tiadanya surat bukti yang memperincinya, maka besarnya ganti kerugian ini ditentukan sendiri oleh Hakim, dengan berpedoman pada ukuran-asas patut-asas laras-asas adil-, sehingga dapat diketemukan suatu jumlah uang tertentu yang dipandang tepat diberikan kepada korban atau ahliwarisnya.
• Pengadilan Negeri di Binjai No.16/Perd/1983, tgl 16 Januari 1983
• Pengadilan Tinggi di Medan No.168/Perd/184, tgl 24 Mei 1984
• Mahkamah Agung RI : No.2826.K/Pdt/1984, tgl 16 Nov 1989.
(Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun V No. 58 Juli 1990).
Status Hukum Kodam Dalam Gugatan Perdata ( Sengketa tanah shopping centre).
Abstrak Hukum
• Dalam suatu gugatan perdata, maka KODAM (Komando Daerah militer) secara yuridis adalah tidak berwenang untuk menjadi subject atau partai dalam gugatan tersebut. Mengenai masalah ini yang berwenang untuk menjadi partai adalah Negara Republik Indonesia yang diwakili oleh Menteri Departemen Pertahanan dan Keamanan RI.
• Perjanjian yang dibuat oleh para pihak (dibawah tangan – bukan akta notaries), yang berisikan para pihak saling mengikatkan diri, akan melakukan jual beli tanah sengketa, merupakan suatu perjanjian yang berlakunya seperti undang-undang bagi para pihaknya. Karena itu bila salah satu pihak ingkar janji, maka pihak lainnya berhak untuk menuntut :
1. pelaksanaan berlakunya perjanjian tersebut, atau
2. pembatalan perjanjian tersebut dengan menerima ganti rugi uang, (Pasal 1338 jo 1266 jo 1267 BW).
• Mengenai gugat interventie, maka hukum Acaranya tidak terdapat dalam H.I.R melainkan dalam Rv.
• MA RI No. 1523.K/Sip/1982, tgl 28 Feb 1983.
• Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 159/1975, tgl 19 Mei 1976.
• Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, No. 212/1971/G, tgl 20 Januari 1972.
(Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun V No. 59 Agustus 1990).
PEMBATALAN AKTA NOTARIS
Abstrak Hukum
• Bahwa Hakim dalam menyusun pertimbangan suatu putusan perdata adalah : tidak boleh menyimpang dari dasar gugatan yang didalilkan oleh penggugat dalam surat gugatannya (fundamentumpetendi).
• Fokus pertimbangan Hakim dalam kasus ini harus tetap bertumpu pada dalil gugatan penggugat dengan mengupayakan : apakah terbukti ataukah tidak terbukti, dalil gugatan penggugat tersebut. Pertimbangan putusan hakim perdata yang tidak berdasar pada dalil gugatan penggugat, dinilai sebagai putusan judex facti yang “onvoldoendegemotiveerd” dan merupakan dasar bagi MA untuk membatalkannya.
• MA RI No. 2827.K/Pdt/1987 tgl 24 Feb 1988.
• Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 16/Pdt/1987, tgl 21 Feb 1987.
• PN Jakarta Barat No. 102/Pdt/G/1986, tgl 13 Nov 1986.
(Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun V No. 59 Agustus 1990).
PENJUALAN BARANG AGUNAN LOAN AGREEMENT – MASALAH GROSSE ACTA-
Abstrak Hukum :
• Bahwa Akta Notaris yang berisikan Loan Agreement. Akta Notaris berisikan Acknowledgement of Indebtedness and Security Agreement. Akta Notaris pemberian kuasa kepada bank untuk memasang Hipotik.
Akta Notaris pemberian kuasa kepada bank untuk menjual barang agunan dan Akta Pernyataan Debitur. Semua akta Notaris tersebut diatas adalah tidak dapat dipergunakan oleh pihak bank (kreditur) untuk mengajukan permohonan eksekusi menjual lelang barang agunan, karena adanya wanprestasi dari nasabah bank ybs (debitur). Semua akta Notaris tersebut adalah bukan merupakan ‘ gross acte’. Karena itu, akta tersebut tidak dapat dimohonkan eksekusi kepada PN berdasar atas Pasal 224 H.I.R.
Pihak bank selaku kreditur yang hanya memiliki akta-akta tersebut diatas, bila debitur wanprestasi, maka bank harus mengajukan “gugatan perdata” terhadap nasabah tersebut di PN. Bukan mengajukan permohonan eksekusi ex pasal 224 H.I.R seperti dalam kasus ini.
• Masalahnya menjadi lain, bilamana bank selaku kreditur, kemudian memiliki “grosse acta hipotik” yang diterbitkan dengan menggunakan “Kuasa Memasang Hipotik” yang dimilikinya untuk berbuat demikian itu. Dengan adanya “grosse acta hipotik” ini, maka pihak Bank dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk eksekusi penjualan lelang tanah yang manjadi agunan kredit tsb, ex pasal 224 H.I.R.
• Bahwa bantahan/verzet terhadap eksekusi penjualan lelang barang agunan (atas permintaan bank), maka pihak pembantah dapat dibenarkan untuk mengajukan bantahan tsb di Pengadilan Negeri yang akan melaksanakan eksekusi dimana barang tetap terletak (dalam kasus ini di Cianjur), meskipun PN Cianjur ini hanya memberikan bantuan kepada PN lain (Jakarta) yang menerbitkan putusan eksekusi.
• MA RI No. 3992.K/Pdt/1986, tgl 25 Sep 1989.
• PN Cianjur, N0. 01/Pdt/BTH/1985, tgl 19 AGUSTUS 1985.
• PN Jkt Pusat, No. 093/1983/Eksekusi tgl 12 Nov 1984.
(Majalah Hukum Varia Peradilan Tahun V No. 59 Agustus 1990).
SENGKETA TANAH PALANG MERAH INDONESIA
Abstrak Hukum :
Dari Putusan dalam tingkat Kasasi
• Putusan Hakim yang menerapkan Hukum Perdata Eropa (BW) ex pasal 1320 jo 1471) untuk menilai sah tidaknya transaksi jual beli tanah adalah suatu putusan yang salah menerapkan hokum.
• Hakim seharusnya menerapkan hokum Adat tanah yang menjadi dasar dari UU Pokok Agraria No. 5/1960 jo P.P.10/1960.
Dari Putusan dalam tingkat Peninjauan Kembali
• Pembeli tanah, yang kemudian diatas tanah tersebut dibangun sebuah gedung oleh pihak ketiga. Gugatan perdata yang diajukan oleh pembeli untuk menuntut ganti rugi harga tanah tersebut, maka pihak pembeli harus menarik pihak penjual sebagai pihak dalam proses gugatan perdata tersebut. Karena itu maka gugatan perdata yang tidak menarik pihak penjual sebagai pihak dalam perkara ini, gugatanny aharus dinyatakan sebagai : “gugatan yang tidak dapat diterima”.
• Transaksi jual-beli tanah yang tidak memperoleh izin dari pihak instansi yang berwenang memberi izinnya adalah batal.
• MA RI (Putusan PK) No. 318.P.K/Pdt/1988, tgl 21 Sep 1989.
• MA RI (Putusan Kasasi) No. 2373.K/Pdt/1986, tgl 18 Februari 1988.
• Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 101/Pdt/1986/P.T, tgl 19 Februari 1986.
• PN Jakarta Selatan No. 126/Pdt/G/1985, tgl 31 Oktober 1985.
(Majalah Hukum Varia Peradilan No. 60 September 1990)
AKTA KUASA MUTLAK PERPINDAHAN HAK TANAH (Kasus PT. Astra International INC)
Abstrak Hukum :
• Menurut pendirian Judex facti (Pengadilan Tinggi) : Peralihan hak atas tanah dalam kasus ini, ternyata tidak melalui procedure : Pembuatan Akta P.P.A.T, ex pasal 19 PP No. 10/1961, yang dinilai imperatip. Karena hanya dilakukan dengan cara “Akta Kuasa Mutlak” saja maka “penerima kuasa” bukan sebagai pemilik, yang memiliki tanah yang bersangkutan, sehingga ia tidak dapat menuntut agar tanah tersebut diserahkan kepadanya.
• Menurut pendirian MA RI : merupakan perbuatan yang sah menurut hukum, bahwa seorang pemilik yang mengalihkan haknya/kekuasaannya atas tanah yang dimilikinya itu kepada pihak lain, melalui cara pembuatan “Akta Kuasa Mutlak” dimana pihak “penerima kuasa” menjadi berhak dan berkuasa penuh atas tanah tersebut, seperti halnya “seorang pemilik” dan ia dapat menuntut pihak ketiga yang dinilai mengganggu haknya itu. Dasar pemikiran ini menjadi landasan menyelesaikan kasus ini.
• Pembuatan “Akta Kuasa Mutlak” seperti yang terjadi dalam kasus ini mengandung materi, bahwa pemilik tanah selaku “Pemberi Kuasa” memberi kuasa penuh kepada “Penerima Kuasa” untuk menguasai dalam arti luas, yaitu mengasingkan (Vervreenden) dan/atau melakukan perbuatan hokum macam apapun juga terhadap tanah yang bersangkutan, seperti halnya seorang yang berstatus sebagai “Pemilik Tanah”. Kuasa mutlak ini tidak dapat dicabut kembali, sehingga merupakan penyimpangan ex pasal 1813 BW.
• Pemerintah dengan alasan untuk menghindari akibat negatif telah menerbitkan Peraturan yang berisi larangan pembuatan/pengesahan “Akta Kuasa Mutlak” yang dituangkan dalam Instruksi Menteri dalam Negeri No. 14/1982 tanggal 6 Maret 1982.
- Surat Dirjen Agraria atas nama Menteri Dalam Negeri RI No. 594/493/AGR, tgl 31 Maret 1982 yang intinya melarang pengesahan “Akta Kuasa Mutlak” yang menyangkut tanah dengan beberapa pengecualian seperti antara lain :
- Kuasa dalam pasal 3 Akta Jual Beli P.P.A.T.
- Kuasa memasang hipotik.
• Dalam putusan terhadap kasus ini, tidak nampak dipertimbangkan bagaimana keterkaitan antara “Akta Kuasa Mutlak” yang diakui sah dalam putusan tsb dengan Peraturan tentang Larangan Pemerintah tersebut diatas.
• Mahkamah Agung RI
- No. 3176 K/Pdt/1988, tgl 19 April 1990 (Kasus PT. ASTRA INTERNATIONAL INC)
- No. 3172 K/Pdt/1988, tgl 19 April 1990 (Kasus PT. UNITED TRACTOR)
• Pengadilan Tinggi DKI Jkt No. 527/Pdt/1987, tgl 22 Oktober 1987.
• PN Jakarta Pusat No. 439/Pdt/G/1984, tgl 28 Maret 1985.
(Majalah Hukum Varia Peradilan No. 61 Oktober 1990)
• Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah.
(Majalah Hukum Varia Peradilan No. 61 Oktober 1990)
USAHA BANK GELAP – RENTENIR
Abstrak Hukum :
• Bahwa seorang yang telah memberikan pinjaman uang kepada sejumlah orang (masyarakat) dengan cara : Hutang pokok dikembalikan dengan kewajiban membayar bunga serta dimintai pula jaminan barang untuk pinjaman uang tersebut, baik berupa barang bergerak maupun barang yang tidak bergerak, maka kegiatan yang demikian ini dapat dikwalifisir sebagai usaha menghimpun dana dan menyalurkannya kepada orang lain (masyarakat). Usaha semacam ini adalah sama atau menyerupai usaha suatu “Bank” yang harus memperoleh izin dari Pemerintah cq menteri Keuangan RI.
Bilamana usaha tersebut tidak atau belum ada izin dari Yang Berwajib maka usaha itu tergolong sebagai suatu perbuatan pidana (delict kejahatan) yang harus dipidana, ex pasal 38 UU No. 14/1967.
• Bahwa Akta Notaris yang berisi “Perjanjian Jual Beli Tanah dengan Hak Membeli Kembali” ex- pasal 1519 BW yang dipergunakan sebagai tutup atau kamuflage atau schijn handeling, terhadap Perjanjian yang sebenarnya yaitu Hutang Piutang uang dengan jaminan tanah, adalah merupakan suatu perjanjian yang sudah tidak diatur lagi dalam sistem Hukum Pertanahan Nasional (UU No. 5/1960), sehingga perjanjian yang demikian adalah batal demi hukum.
• Bahwa perbuatan terdakwa ini juga dapat dikategorikan sebagai “Praktek Rentenir” (Riba) yang melanggar Geldschieter Ordonanntie Stb 1938/523 dan Woeker Ordonanntie Stb 1938/524.
• Bahwa putusan MA RI terhadap kasus ini sudah merupakan suatu “Jurisprudensi tetap” (Periksa putusan MA-RI No. 316.K/Pid/1983 dalam Varia Peradilan No. 60).
• Bahwa putusan judex facti (Pengadilan Tinggi) yang didalamnya tidak memuat :
1. Surat Dakwaan Jaksa
2. Surat Requisitoir Jaksa, merupakan suatu putusan Hakim yang melanggar Hukum Acara Pidana, ex pasal 197 (1) huruf “c” dan “e” UU No. 8/1981, sehingga putusan Hakim ini tidak bernilai dan adalah batal demi hukum.
• MA RI No. 924. K/Pid/1987, tanggal 6 November 1989.
• Pengadilan Tinggi Denpasar No. 103/Pid/B/1986, tgl 6 November 1986.
• PN Denpasar No. 55/Pid/B/1985, tgl 15 maret 1986.
(Majalah Hukum Varia Peradilan No. 61 Oktober 1990)
BANK JUAL TANAH AGUNAN TANPA LELANG
Abstrak Hukum :
• Bahwa Cessie- penyerahan dan pemindahan hak atas tanah yang dilaksanakan pada saat yang bersamaan dengan ditanda-tanganinya suatu ‘Perjanjian Kredit bank”, maka hakekat status tanah tersebut, hanyalah sebagai jaminan (agunan) atas adanya Perjanjian Hutang Piutang tersebut. Dengan demikian maka adanya “Akta Cessie” yang mengiringi ‘perjanjian kredit” itu, hanyalah merupakan suatu Perbuatan semu atau Schijnhandeling.
• Karena ternyata Bank (Kreditur) tidak memperoleh “Kuasa Khusus” dari yang berhak untuk dapat memindahkan tanah tersebut sebagai tindak lanjut dari perjanjian kredit itu, maka Bank menjadi tidak berhak untuk melakukan penyerahan dan pemindahan hak atas tanah tersebut (cessie) kepada pihak ketiga.
• Akibatnya perbuatan Bank dan Direktur bank tersebut merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Dan selanjutnya “Akta Cessie” yang dibuat oleh notaries menjadi batal demi hokum. Selanjutnya pihak ketiga harus mengembalikan surat tanah kepada bank untuk diserahkan kepada debitur yang telah melunasi hutangnya.
• Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 021/1981/G/ tgl 3 maret 1982.
• Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 300/1982/PT.Pdt. tgl 15 Desember 1982.
• Mahkamah Agung RI No. 1726.k/Pdt/1986, tgl 31 Mei 1990.
(Majalah Hukum Varia Peradilan No. 65 Februari 1991)
NOTARIS GUGAT PEMERINTAH
Abstrak Hukum :
• Seorang Notaris dalam menyelesaikan tugas kenotariatannya ia dibantu oleh sejumlah tenaga administrasi. Tenaga administrasi ini bukan tergolong sebagai pegawai negeri, melainkan tenaga pekerja swasta.
• Hubungan antara notaris dengan tenaga administrasi ini ternyata tidak diatur dalam Peraturan Jabatan Notaris. Hubungan antara notaris dengan para tenaga administrasi ini, merupakan suatu ‘hubungan kerja” antara atasan dengan bawahan yang statusnya adalah sama dengan hubungan majikan dengan buruh yang menerima upah.
• Oleh karena sifat hubungan itu merupakan suatu hubungan kerja (perburuhan), maka bilamana ada sengketa tentang pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh notaris terhadap tenaga administrasinya, maka notaris sebagai pengusaha wajib mengikuti prosedur PHK yang diatur dalam UU No. 12/1964.
• Pengadilan Negeri tidak berwenang menerima memeriksa dan mengadili sengketa PHK.
• Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 508/1983/G, tgl 12 september 1982.
• Pengadilan Tinggi DKI Jakarta no. 319/Pdt/1985, tgl 13 Agustus 1985.
• MA RI No. 296.K/Pdt/1986, tgl 26 Juni 1990.
(Majalah Hukum Varia Peradilan No. 65 Februari 1991)
AKTA HIBAH WASIAT BATAL DEMI HUKUM
Abstrak Hukum :
• Sepasang suami-istri yang semasa perkawinannya mempunyai harta bersama, akan tetapi mereka tidak mempunyai keturunan anak kandung seorang pun, maka perbuatan suami (semasa hidupnya) yang dilakukannya tanpa persetujuan istrinya berupa menghibah wasiat-kan seluruh harta bersama (harta gono-gini) tersebut kepada pihak ketiga adalah merupakan perbuatan melawan hukum. Akibatnya, Akta Hibah yang dibuat oleh Notaris tentang hal tersebut adalah batal menurut hukum.
• Janda tanpa anak kandung yang demikian itu adalah ahliwaris dan berhak atas seluruh harta bersama tersebut (incasu rumah sengketa).
• PN di Surabaya No. 114/1982/Pdt.G, tgl 7 Agustus 1982.
• PT Jawa Timur di Surabaya, No. 443/1983-Perdata, tgl 21 Februari 1984.
• MA RI No. 2002.K/Pdt/1986, tgl 11 Juni 1990.
(Majalah Hukum Varia Peradilan No. 66 Maret 1991)
PEMERINTAH DAERAH MELAWAN HUKUM KASUS LUBANG RIOOL
Abstrak hukum :
• Penguasa, Walikota Kepala Daerah Tingkat II Kotamadya, beserta Aparatnya yang lalai berbuat sesuatu yang menjadi kewajiban hukumnya yaitu : tidak menutup atau memberi tanda peringatan pada lubang yang sengaja dibuatnya untuk mangalirkan genangan air hujan ke riool, maka kerugian yang timbul akibat langsung dari adanya kelalaian dari penguasa tersebut, adalah menjadi tanggung jawab penguasa, Walikota, Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya setempat. Dengan demikian maka penguasa (walikota) tersebut telah melakukan “ Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa atau disebut Onrechmatige Overheidsdaad ex pasal 1366 BW.
• PN di Medan, No. 60/Pdt.G/1986/Pn.Mdn, tgl 11 Agustus 1986.
• Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan, No. 212/Pdt/1987/PT. Mdn, tgl 30 april 1988.
• MA RI, No. 2947.K/Pdt/1988, tgl 28 November 1990.
(Majalah Hukum Varia Peradilan No. 67 April 1991)
HUKUM WARIS PRIA PUNYA BANYAK ISTERI
Abstrak hukum :
• Anak kandung selaku Ahli Waris tidak dapat menuntut dibatalkannya perbuatan hibah tanah yang dilakukan oleh mendiang ayahnya kepada anak angkat, selama hibah tanah tersebut tidak merugikan Hak Waris dari pada ahli waris anak kandungnya. Hibah oleh orang tua ini harus dihormati oleh ahli warisnya.
• Tanah bekas tanah golongan desa, yang berdasar S.K Gubernur , dikonversikan menjadi tanah hak milik, maka tanah ini statusnya sebagai harta bersama (barang gono-gini) antara suami yang memperoleh hak milik tersebut dengan wanita yang saat itu menjadi isterinya.
• Sebagai harta gono-gini, maka janda berhak menguasai dan menikmati herta ini untuk jaminan hidupnya sampai ia meninggal dunia atau kawin lagi.
• Harta asal (barang gawan) dari ayah berhak diwarisi oleh anak kandung sebagai ahli warisnya.
• PN Jombang di Jawa Timur, No. 5/1984/Pdt/G, tanggal 1 Mei 1985.
• PT Jawa Timur di Surabaya, No. 696/Pdt/1985, tgl 30 November 1985.
• Mahkamah Agung RI, No. 3293.K/Pdt/1986, tgl 30 Maret 1986.
(Majalah Hukum Varia Peradilan No. 67 April 1991)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar